Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kiri) dan Maria Farida Indrati menjalani sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (4/4/2017). Foto: MI/Panca Syurkani
Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kiri) dan Maria Farida Indrati menjalani sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (4/4/2017). Foto: MI/Panca Syurkani

Gubernur dan Menteri Dilarang Batalkan Perda

06 April 2017 07:35
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi menyatakan kewenangan gubernur dan menteri membatalkan perda kabupaten atau kota sebagai hal yang inkonstitusional. Yang berhak membatalkan perda ialah Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.
 
Hal itu terungkap dalam sidang pengucapan putusan uji materi Pasal 251 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Dalam hal ini, Mahkamah hanya mengabulkan permohonan uji materi (judicial review) untuk sebagian.
 
"Mengabulkan permohonan sepanjang pengujian sepanjang frasa '...pembatalan perda kabupaten atau kota dan peraturan bupati atau wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat'," kata Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Jakarta, Rabu 5 April 2017.

Klik: Kemendagri Diminta Lebih Bijak Mengevaluasi Perda Miras
 
Mahkamah menilai Pasal 251 ayat (4) UU Pemda yang mengatur pembatalan perda melalui keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat (beschikking) tidak sesuai dengan rezim peraturan perundang-undangan yang dianut Indonesia.
 
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah juga menjelaskan keberadaan Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemda telah menegasikan peran dan fungsi Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
 
Putusan yang mencabut wewenang gubernur dan menteri untuk membatalkan perda itu ternyata tidak bulat. Tercatat ada empat hakim konstitusi yang tidak setuju, yaitu Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida, dan Manahan Sitompul.
 
Klik: DPRD DKI Didesak Merevisi Perda Transportasi Umum
 
Selaku pihak penggugat, kuasa hukum Apkasi, Andi Syafrani, belum puas karena tidak seluruh permohonan dikabulkan.  Pascaputusan itu, seluruh pembatalan perda harus lewat judicial review Mahkamah Agung (MA).
 
"Dikabulkannya sebagian, maka pembatalan perda dilakukan judicial review MA dengan alasan MK mengatakan itu kewenangan kekuasaan hakim," ujar Andi.
 
Sebagai informasi, Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemda memberi kewenangan kepada menteri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk membatalkan perda yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (Media Indonesia)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan