Jakarta: Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengendus kecurangan dalam seleksi calon Bintara Polri di Polda Metro Jaya. Dugaan praktik culas muncul setelah Fahri Fadilah Nur Rizki tak lulus seleksi karena dinyatakan buta warna parsial.
"Tahapan seleksi penerimaan calon anggota polisi saat ini memang bisa memunculkan asumsi-asumsi adanya kecurangan," kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat, 3 Juni 2022.
Bambang mengatakan tahapan seleksi yang dilakukan Polri patut dikritisi. Sebab, Fahri yang telah lolos seleksi, bahkan mendapat ranking 35 dari ribuan calon peserta tiba-tiba dinyatakan tidak lulus karena baru ketahuan peserta itu buta warna parsial.
"Kalau prasyarat tidak buta warna itu adalah sesuatu yang penting dan tidak bisa diganggu gugat, harusnya ditempatkan di awal-awal seleksi, bukan di tahap-tahap akhir," kata dia.
Bambang memandang penempatan tahap pemeriksaan kesehatan terkait buta warna di tahap akhir itu aneh. Pemeriksaan kesehatan memang dilakukan dua kali, yakni di awal dan di akhir seleksi.
"Menjadi aneh adalah pemeriksaan kesehatan kedua diadakan setelah psikotes, tes potensi akademik, dan tes kesamaptaan jasmani. Sementara pemeriksaan kesehatan kedua ini justru menempatkan pemeriksaan yang dianggap vital, seperti buta warna, antropometri yang bagi sebagian orang tidak kasat mata, seperti tinggi badan, varises dan sebagainya yang kelihatan," ujar Bambang.
Baca: Viral Video Calon Bintara Gagal Lolos Pendidikan, Polisi Buka Suara
Bambang mengatakan pemeriksaan kesehatan seharusnya dilakukan di tahap awal secara detail. Termasuk, menyangkut prasyarat utama, buta warna. Menurut dia, penempatan tes kesehatan dan antropometri di pemeriksaan kesehatan kedua sangat merugikan peserta seleksi.
"Bagaimana seseorang yang sudah menunjukkan kemampuan akademik, psikologi dan jasmaninya, tiba-tiba tidak lolos karena hal yang di awal tidak diketahuinya dan itu dianggap vital," katanya.
Maka itu, kata Bambang, wajar Fahri Fadilah protes. Mengingat dirinya sudah dinyatakan lolos kemudian dibatalkan karena diketahui buta warna parsial.
Bambang menyebut kejadian itu merugikan mental dan psikologis Fahri. Belum lagi kerugian material karena mengikuti tes kepolisian membutuhkan biaya-biaya pribadi dan waktu yang tidak sedikit.
"Kesalahan pada panitia, tetapi ditimpakan pada peserta seleksi tersebut. Ini jelas tidak fair," ucap Bambang.
Di samping itu, Bambang mengungkapkan tidak semua bidang kepolisian membutuhkan polisi yang bebas buta warna parsial. Menurut dia, buta warna parsial sangat berbeda dengan buta warna total atau monokromasi yang hanya bisa melihat hitam putih atau beberapa warna saja.
"Tetapi sebagai prasyarat dalam seleksi memang secara umum harus dilakukan untuk menyeleksi yang terbaik. Persoalan di bidang apa nanti mereka ditugaskan itu persoalan berikutnya," ujar Bambang.
Video berisi curahan hati Fahri Fadilah Nur Rizki yang mengaku gagal jadi polisi, viral di media sosial pada Minggu, 29 Mei 2022. Fahri mengaku lolos tes seleksi calon Bintara dan menduduki peringkat 35 dari total 1.200 peserta. Namun, nama Fahri mendadak hilang dan berganti menjadi nama orang lain beberapa hari menjelang pendidikan.
"Saya siswa Bintara Polri yang digagalkan ketika mau berangkat pendidikan, saya sudah lulus terpilih, ranking saya 35 dari 1.200 orang dari Polda Metro Jaya," ujar Fahri dalam video tersebut.
Mirisnya, pengganti posisi Fahri ialah peserta yang sempat gagal seleksi. Dia memohon kebijaksanaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membantah kegagalan Fahri sebagai tindakan sengaja. Dia menyebut Fahri dinyatakan lulus tahap 1 pada seleksi 2021 untuk Tahun Anggaran 2022.
Namun, saat kegiatan supervisi yang dilaksanakan sebelum pendidikan, Fahri dinyatakan tidak memenuhi syarat karena menderita buta warna parsial. Hal itu diketahui dari hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim medis dari Biddokkes Polda Metro Jaya yang turut disaksikan Kabid Propam serta Sekretariat SDM Polda Metro Jaya.
"Hasilnya buta warna parsial ini yang membuat yang bersangkutan tidak bisa mengikuti pendidikan karena ini syarat mutlak," kata Zulpan beberapa waktu lalu.
Jakarta: Pengamat
kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengendus kecurangan dalam seleksi calon Bintara Polri di
Polda Metro Jaya. Dugaan praktik culas muncul setelah Fahri Fadilah Nur Rizki tak lulus seleksi karena dinyatakan buta warna parsial.
"Tahapan seleksi penerimaan calon anggota polisi saat ini memang bisa memunculkan asumsi-asumsi adanya kecurangan," kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat, 3 Juni 2022.
Bambang mengatakan tahapan seleksi yang dilakukan
Polri patut dikritisi. Sebab, Fahri yang telah lolos seleksi, bahkan mendapat ranking 35 dari ribuan calon peserta tiba-tiba dinyatakan tidak lulus karena baru ketahuan peserta itu buta warna parsial.
"Kalau prasyarat tidak buta warna itu adalah sesuatu yang penting dan tidak bisa diganggu gugat, harusnya ditempatkan di awal-awal seleksi, bukan di tahap-tahap akhir," kata dia.
Bambang memandang penempatan tahap pemeriksaan kesehatan terkait buta warna di tahap akhir itu aneh. Pemeriksaan kesehatan memang dilakukan dua kali, yakni di awal dan di akhir seleksi.
"Menjadi aneh adalah pemeriksaan kesehatan kedua diadakan setelah psikotes, tes potensi akademik, dan tes kesamaptaan jasmani. Sementara pemeriksaan kesehatan kedua ini justru menempatkan pemeriksaan yang dianggap vital, seperti buta warna, antropometri yang bagi sebagian orang tidak kasat mata, seperti tinggi badan, varises dan sebagainya yang kelihatan," ujar Bambang.
Baca:
Viral Video Calon Bintara Gagal Lolos Pendidikan, Polisi Buka Suara
Bambang mengatakan pemeriksaan kesehatan seharusnya dilakukan di tahap awal secara detail. Termasuk, menyangkut prasyarat utama, buta warna. Menurut dia, penempatan tes kesehatan dan antropometri di pemeriksaan kesehatan kedua sangat merugikan peserta seleksi.
"Bagaimana seseorang yang sudah menunjukkan kemampuan akademik, psikologi dan jasmaninya, tiba-tiba tidak lolos karena hal yang di awal tidak diketahuinya dan itu dianggap vital," katanya.
Maka itu, kata Bambang, wajar Fahri Fadilah protes. Mengingat dirinya sudah dinyatakan lolos kemudian dibatalkan karena diketahui buta warna parsial.