Jakarta: Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung resmi dilepaskan dari rumah tahanan (Rutan) K-4 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syafruddin kembali menghirup udara bebas setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MA).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas (Bawas) MA untuk memeriksa hakim yang mengadili kasasi Sayfruddin. Pemeriksaan dilakukan untuk menelisik dugaan adanya pelanggaran yang dilakukan hakim.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran, Hakim tersebut harus dijatuhi hukuman," kata Kurnia saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Kurnia menilai langkah KPK menarik polemik penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke ranah rasuah sudah tepat. Sebab, terdapat kerugian negara yang cukup besar akibat perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) tersebut.
"Logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA pihak yang memiliki hutang tidak mampu untuk melunasinya, bukan justru mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding," kata Kurnia.
Baca juga: Syafruddin Terinspirasi Nelson Mandela
Tak hanya itu, menurut Kurnia, keputusan KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka diperkuat dan dibenarkan oleh tiga putusan pengadilan. Pertama di tingkat praperadilan.
Kemudian putusan atau vonis di PN Tipikor, dan pada fase banding. Ketiganya tegas menyatakan langkah KPK menjerat Syafruddin adalah murni penegakkan hukum pidana.
"Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi," pungkasnya.
Baca juga: KPK Masih Mencari Celah di Kasus Syafruddin
MA sebelumnya mengabulkan kasasi yang diajukan Syafruddin. MA melepaskan Syafruddin atas vonis perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Agung MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin.
Jakarta: Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung resmi dilepaskan dari rumah tahanan (Rutan) K-4 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syafruddin kembali menghirup udara bebas setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MA).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas (Bawas) MA untuk memeriksa hakim yang mengadili kasasi Sayfruddin. Pemeriksaan dilakukan untuk menelisik dugaan adanya pelanggaran yang dilakukan hakim.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran, Hakim tersebut harus dijatuhi hukuman," kata Kurnia saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Kurnia menilai langkah KPK menarik polemik penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke ranah rasuah sudah tepat. Sebab, terdapat kerugian negara yang cukup besar akibat perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) tersebut.
"Logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA pihak yang memiliki hutang tidak mampu untuk melunasinya, bukan justru mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding," kata Kurnia.
Baca juga: Syafruddin Terinspirasi Nelson Mandela
Tak hanya itu, menurut Kurnia, keputusan KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka diperkuat dan dibenarkan oleh tiga putusan pengadilan. Pertama di tingkat praperadilan.
Kemudian putusan atau vonis di PN Tipikor, dan pada fase banding. Ketiganya tegas menyatakan langkah KPK menjerat Syafruddin adalah murni penegakkan hukum pidana.
"Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi," pungkasnya.
Baca juga: KPK Masih Mencari Celah di Kasus Syafruddin
MA sebelumnya mengabulkan kasasi yang diajukan Syafruddin. MA melepaskan Syafruddin atas vonis perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Agung MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)