Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan pemeriksaan terhadap Darwati A Gani, istri Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf. Darwati diperiksa sebagai saksi tekait kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan dalam pemeriksaan kali ini, penyidik lebih banyak mengonfirmasi pengetahuan Darwati soal penyaluran dana DOKA. Termasuk, perihal aliran dana suap ke Irwandi.
"Yang bersangkutan diklarifikasi seputar pengetahuannya terkait kasus suap penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018," kata Febri saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.
Sementara, Darwati yang diperiksa hampir enam jam itu memilih bungkam saat keluar dari lobi markas Lembaga Antirasuah. Istri dari mantan panglima GAM itu buru-buru meninggalkan markas KPK saat awak media mengonfirmasi sejumlah hal soal kasus suap DOKA tersebut.
(Baca juga: Steffy Burase Bantah Terima Uang dari Irwandi Yusuf)
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu yakni, Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi, serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Gubernur Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
(Baca juga: Gubernur Aceh Membantah Punya Hubungan Spesial Dengan Steffy)
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan pemeriksaan terhadap Darwati A Gani, istri Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf. Darwati diperiksa sebagai saksi tekait kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan dalam pemeriksaan kali ini, penyidik lebih banyak mengonfirmasi pengetahuan Darwati soal penyaluran dana DOKA. Termasuk, perihal aliran dana suap ke Irwandi.
"Yang bersangkutan diklarifikasi seputar pengetahuannya terkait kasus suap penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018," kata Febri saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.
Sementara, Darwati yang diperiksa hampir enam jam itu memilih bungkam saat keluar dari lobi markas Lembaga Antirasuah. Istri dari mantan panglima GAM itu buru-buru meninggalkan markas KPK saat awak media mengonfirmasi sejumlah hal soal kasus suap DOKA tersebut.
(Baca juga:
Steffy Burase Bantah Terima Uang dari Irwandi Yusuf)
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu yakni, Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi, serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Gubernur Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
(Baca juga:
Gubernur Aceh Membantah Punya Hubungan Spesial Dengan Steffy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)