Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo mengaku tak tahu asal muasal uang yang digunakannya untuk membeli barang. Keuangannya diatur tersangka sekaligus staf istri Menteri KP Amiril Mukminin.
"Jadi termasuk di menteri, uang operasional saya kan dia yang pegang. Jadi, kalau ada uang itu hasil korupsi dan segala macam silakan dibuktikan saja," kata Edhy usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat, 29 Januari 2021.
Edhy mengatakan Amiril sudah bekerja dengannya sejak 2014. Dia diamanahkan Edhy untuk mengatur semua uang penghasilan dan pembayarannya.
Edhy mengaku tak mengetahui jika uang untuk beli barang pribadinya itu berasal dari hasil korupsi. Pasalnya, kata dia, yang membayar barang-barang adalah Amiril.
Baca: Edhy Prabowo Yakin Istrinya Tak Tahu Dirinya Korupsi
Meski begitu Edhy tetap akan menjalani proses hukum yang sedang menimpanya. Dia siap menerima hukuman sesuai aturan yang berlaku jika nantinya pengadilan memutuskan barang-barang itu dibeli dari uang haram.
"Bagi saya, saya sudah menjalankan tugas, terus menyampaikan apa yang saya tahu, bahwa nanti dikaitkan dengan hasil tindak pidana korupsi nanti biarlah pengadilan. Saya sudah sampaikan semua," ujar Edhy.
Sebelumnya, KPK akan mendalami lebih jauh pemufakatan jahat yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Lembaga Antikorupsi itu mencium Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi benih lobster.
"Tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan tindak pidana lain dalam hal ini TPPU, sepanjang berdasarkan fakta yang ada dapat disimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Jumat, 29 Januari 2021.
KPK menemukan adanya dugaan pembelanjaan uang hasil korupsi ke beberapa barang dan properti. Teranyar, KPK menduga Edhy membeli sebidang tanah menggunakan uang haram.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, staf istri Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, staf istri Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ADN)