Jakarta: Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih menilai kinerja Kejaksaan Agung sudah baik dalam mengungkap kasus Djoko Tjandra. Kasus tersebut ditangani dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Saya malah berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harusnya begini, jadi langsung korupsi dan TPPU," ujar Yenti di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 8 September 2020.
Menurut dia, KPK jarang menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dalam menjerat para koruptor. Padahal, UU TPPU dapat menimbulkan efek jera.
"Uang (milik koruptor dalam UU TPPU) disita, bahasanya masyarakat, dimiskinkan," tuturnya.
Yenti meyakini Kejagung mampu mengungkap secara terang perkara Djoko Tjandra. Dia menilai kasus tersebut tidak perlu dilimpahkan kepada KPK.
"Tolong silakan contoh ini (ada UU TPPU), KPK juga tolong (contoh). Kejaksaan Agung menjadi leading-nya. Selama ini yang dibilang lembek, ternyata bagus kerjanya," tuturnya.
Yenti mengatakan dalam perkara TPPU, Kejaksaan Agung harus menelusuri aliran dana Djoko Tjandra dari hulu hingga hilir. Terutama terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang telah ditetapkan sebagai tersangka TPPU.
"Kalau dialirkan ke suaminya, bisa kena. Kita tau jaksa gajinya berapa ko kasihnya banyak, yang terima (dana) bisa kena. Hasil korupsi menjadi hak negara, dengan (TPPU) harus disita," ujarnya.
Baca: Supervisi KPK dalam Perkara Joko Tjandra Disebut Langkah Maju
Pinangki diduga menerima suap sebesar US$500 ribu atau setara Rp7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Teranyar, Pinangki dijerat Undang-Undang TPPU. Pinangki diduga menyamarkan uang suap yang diterimanya menjadi sejumlah barang mewah.
Jakarta: Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih menilai kinerja Kejaksaan Agung sudah baik dalam mengungkap kasus Djoko Tjandra. Kasus tersebut ditangani dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi dan UU
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Saya malah berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harusnya begini, jadi langsung korupsi dan TPPU," ujar Yenti di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 8 September 2020.
Menurut dia,
KPK jarang menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dalam menjerat para
koruptor. Padahal, UU TPPU dapat menimbulkan efek jera.
"Uang (milik koruptor dalam UU TPPU) disita, bahasanya masyarakat, dimiskinkan," tuturnya.
Yenti meyakini Kejagung mampu mengungkap secara terang perkara Djoko Tjandra. Dia menilai kasus tersebut tidak perlu dilimpahkan kepada KPK.
"Tolong silakan contoh ini (ada UU TPPU), KPK juga tolong (contoh). Kejaksaan Agung menjadi
leading-nya. Selama ini yang dibilang lembek, ternyata bagus kerjanya," tuturnya.