Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal membuka 400 ribu amplop yang disita dari Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Amplop itu berisi uangRp8 miliar dalam bentuk pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yang disimpan dalam 84 kardus.
"Kemarin kan kami buka random saja ada yang isi Rp20 ribu ada yang isi Rp50 ribu, semuanya akan kami buka," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 29 Maret 2019.
Uang itu diduga akan digunakan Bowo untuk serangan fajar pada Pemilu 2019. Bowo merupakan calon legislatif (caleg) petahana Golkar dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah II sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I kepengurusan DPP Golkar.
"Karena itu terkait jumlah uang yang telah diberikan baik dalam kasus yang kemarin maupun dua kasus sebelumnya. Dibawa supaya teman-teman penyidik membuka kasus ini lebih jelas," ujar Agus.
Baca: Bowo Sidik Pangarso Ditahan
Agus menolak mengaitkan penggunaan uang dalam amplop untuk kepentingan pilpres. Dia hanya memastikan dari pemeriksaan awal, uang suap itu hanya akan digunakan untuk kepentingan pribadi Bowo sebagai caleg.
"Jangan lari ke sana (pilpres). Ini penegakan hukum, saya tidak melihat itu. Ini penegakan hukum jadi sama sekali kami enggak akan memainkan politik itu," tegas dia.
Bowo bersama Marketing Manager PT HTK Asty Winasti dan pejabat PT Inersia Indung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap.
Baca: KPK Menduga Banyak Caleg Siapkan Suap
Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo US$2 permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima fee di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan US$85,130.
Bowo dan Indung selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Asty selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal membuka 400 ribu amplop yang disita dari Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Amplop itu berisi uangRp8 miliar dalam bentuk pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yang disimpan dalam 84 kardus.
"Kemarin kan kami buka random saja ada yang isi Rp20 ribu ada yang isi Rp50 ribu, semuanya akan kami buka," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 29 Maret 2019.
Uang itu diduga akan digunakan Bowo untuk serangan fajar pada Pemilu 2019. Bowo merupakan calon legislatif (caleg) petahana Golkar dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah II sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I kepengurusan DPP Golkar.
"Karena itu terkait jumlah uang yang telah diberikan baik dalam kasus yang kemarin maupun dua kasus sebelumnya. Dibawa supaya teman-teman penyidik membuka kasus ini lebih jelas," ujar Agus.
Baca: Bowo Sidik Pangarso Ditahan
Agus menolak mengaitkan penggunaan uang dalam amplop untuk kepentingan pilpres. Dia hanya memastikan dari pemeriksaan awal, uang suap itu hanya akan digunakan untuk kepentingan pribadi Bowo sebagai caleg.
"Jangan lari ke sana (pilpres). Ini penegakan hukum, saya tidak melihat itu. Ini penegakan hukum jadi sama sekali kami enggak akan memainkan politik itu," tegas dia.
Bowo bersama Marketing Manager PT HTK Asty Winasti dan pejabat PT Inersia Indung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap.
Baca: KPK Menduga Banyak Caleg Siapkan Suap
Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo US$2 permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima fee di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan US$85,130.
Bowo dan Indung selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Asty selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)