KPK. Foto: MI/Panca Syurkani.
KPK. Foto: MI/Panca Syurkani.

Penyuap Pejabat Bakamla Jadi Justice Collaborator

Surya Perkasa • 05 Mei 2017 13:51
medcom.id, Jakarta: Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, dua penyuap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam pengadaan satelit monitoring diberi status sebagai justice collaborator (JC). Pegawai PT Melati Technofo Indonesia itu dinilai telah membantu pengungkapan kasus ini.
 
"Keduanya membantu pengungkapan pelaku lain yang berperan lebih besar," kata Jaksa Penuntut KPK Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat 5 Mei 2017. 
 
Adami Okta ditetapkan sebagai JC atas surat yang diteken Pimpinan KPK pada 26 April 2017. Hardy ditetapkan sebagai JC atas keputusan KPK pada 3 Mei 2017. Peran besar keduanya menjadi pertimbangan pada tuntutan yang dibacakan hari ini.

Keduanya dituntut dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Sikap kooperatif serta pengakuan dan perasaan menyesal yang disampaikan dua terdakwa juga menjadi hal yang meringankan tuntutan.
 
Suap bermula ketika PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia, dua perusahaan milik Fahmi Darmawansyah, mengikuti lelang pengadaan drone dan monitoring satellite di Bakamla. Hardy bekerja sebagai marketing/operasional PT Merial Esa. Sementara itu, Adami Okta di bagian operasional PT Merial Esa sekaligus orang kepercayaan Fahmi. 
 
Kala itu, Fahmi bertemu dengan politikus muda PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi dan Kepala Bakamla Arie Soedewo. Pertemuan saat Arie menjadi pembicara.
 
Ali Fahmi disebut menawarkan kepada Fahmi untuk 'bermain proyek’ di Bakamla. Jika bersedia, Fahmi Darmawansyah harus mengikuti arahan Ali Fahmi. Supaya dapat menang, Fahmi harus memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
 
Ali Fahmi lalu memberitahukan ada pengadaan monitoring satellite senilai Rp400 miliar. Dia meminta uang muka 6 persen dari nilai anggaran untuk membantu PT Merial Esa mengikuti proses lelang. 
 
Baca: Eko Susilo Didakwa Terima Suap Satelit Monitoring
 
Hardy yang sudah mengenal orang-orang Bakamla ditugaskan untuk menjadi marketing/operasional PT Merial Esa. Adami dan Hardy pun memberikan 6 persen dari Rp400 miliar, yaitu Rp24 miliar, ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan.
 
Pemberian duit kala itu direkam atas permintaan Adami Okta. Tujuannya sebagai bukti untuk dilaporkan kepada Fahmi.
 
Selanjutnya, Fahmi menggunakan PT Melati Technofo Indonesia yang sedang dalam proses akuisisi. Perusahan itu sudah dikendalikan Fahmi dengan cara menduduki jabatan komisaris utama. Sementara itu, direktur utama dijabat kerabatnya, Danang Sriradityo Hutomo. 
 
Baca: Kabakamla Mengaku Pernah Bertamu ke Penyuap Proyek Satelit Monitoring
 
Hardy dan Adami Okta dipercaya Fahmi untuk mengatur dan mengurus proses pengadaan di Bakamla. Agar menang, Hardy dan Adami bekerja sama dengan PT Rohde and Schwarz Indonesia.
 
Perwakilan perusahaan produsen monitoring satellite dan PT Melati Technofo Indonesia kemudian membantu Bakamla membuat daftar harga perkiraan sendiri (HPS). Mereka juga membuat spesfikasi teknis yang mengunci pada produk PT Rohde and Schwarz. PT Melati pun ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan monitoring satellite pada 8 September 2016 dengan anggaran total Rp222,43 miliar.
 
Adami dan Hardy pun kena jerat hukum. Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan