medcom.id, Jakarta: Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut Eko Hadi Susilo didakwa menerima suap dalam pengadaan satelit monitoring. Dia diduga berbuat cela bersama dua orang lainnya.
"Terdakwa bersama-sama dengan Bambang Udoyo dan Nofel Hasan telah menerima uang dari Fahmi Darmawansyah yang diserahkan melalui Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus," kata Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan Eko di Pengadilan Tipikor, Rabu 3 Mei 2017.
Eko menjabat sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016. Fulus yang diterima Eko dan dua pejabat lain untuk memuluskan langkah PT Melati Technofo Indonesia milik Fahmi Darmawansyah dalam tender.
Kasus ini berawal sekitar Maret 2016, ketika Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku Narasumber menemui Fahmi Darmawansyah dan Muhammad Adami Okta di kantor PT Merial Esa. Fahmi Habsyi menawarkan Fahmi Darmawansyah mengikuti proyek di Bakamla.
Selanjutnya, Fahmi Habsyi mengatakan, produk satelit komunikasi dapat diterima dalam pengadaan di Bakamla dengan fee sebesar 15%. Sekitar April-Mei 2016, Fahmi Habsyi, Adami Okta, dan Hardy Stefanus bertemu di kantor PT Merial Esa milik Fahmi Darmawansyah. Dalam pertemuan itu disampaikan perusahaan milik Fahmi Darmawansyah bisa lolos dengan anggaran Rp400 miliar.
Sekitar September 2016 saat akan dilakukan proses lelang, Fahmi Habsyi kembali menegaskan perusahaan Fahmi Darmawansyah akan menang. Akhir Oktober 2016, dakwaan menyebut, Arie Sudewo sebagai Kepala Bakamla memanggil Eko ke ruangannya. Arie mengatakan ke Eko bahwa ada jatah 15% dari nilai proyek untuk Bakamla.
Adapun dari jatah 15% itu, sebesar 7,5% akan diberikan oleh PT Melati Technofo Indonesia kepada pihak Bakamla. Realisasinya akan diberikan terlebih dahulu sebesar 2%.
Atas arahan itu, terdakwa menyampaikan kepada Bambang selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) agar memanggil pihak PT Melati Technofo Indonesia, selaku pemenang pengadaan monitoring satelit di Bakamla untuk menghadap terdakwa.
Setelahnya, Eko meninjau pabrik Rohde & Schwarz yang dipakai PT Melati Technofo Indonesia di Jerman. Terdakwa pun menagih fulus komisi itu ke Adami Okta.
Beberapa kali uang diserahkan. Eko didakwa menerima uang beberapa kali, yakni USD10 ribu, 10 ribu Euro, SIN$100 ribu, dan USD78,5 ribu.
Pada penerimaan uang terakhir 14 Desember 2016, Eko menerima uang dari Hardy dan Adami Okta. Tidak berapa lama kemudian datang petugas KPK melakukan penangkapan kepada terdakwa beserta bukti uang yang telah diterimanya tersebut.
Eko didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
medcom.id, Jakarta: Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut Eko Hadi Susilo didakwa menerima suap dalam pengadaan satelit monitoring. Dia diduga berbuat cela bersama dua orang lainnya.
"Terdakwa bersama-sama dengan Bambang Udoyo dan Nofel Hasan telah menerima uang dari Fahmi Darmawansyah yang diserahkan melalui Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus," kata Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan Eko di Pengadilan Tipikor, Rabu 3 Mei 2017.
Eko menjabat sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016. Fulus yang diterima Eko dan dua pejabat lain untuk memuluskan langkah PT Melati Technofo Indonesia milik Fahmi Darmawansyah dalam tender.
Kasus ini berawal sekitar Maret 2016, ketika Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku Narasumber menemui Fahmi Darmawansyah dan Muhammad Adami Okta di kantor PT Merial Esa. Fahmi Habsyi menawarkan Fahmi Darmawansyah mengikuti proyek di Bakamla.
Selanjutnya, Fahmi Habsyi mengatakan, produk satelit komunikasi dapat diterima dalam pengadaan di Bakamla dengan fee sebesar 15%. Sekitar April-Mei 2016, Fahmi Habsyi, Adami Okta, dan Hardy Stefanus bertemu di kantor PT Merial Esa milik Fahmi Darmawansyah. Dalam pertemuan itu disampaikan perusahaan milik Fahmi Darmawansyah bisa lolos dengan anggaran Rp400 miliar.
Sekitar September 2016 saat akan dilakukan proses lelang, Fahmi Habsyi kembali menegaskan perusahaan Fahmi Darmawansyah akan menang. Akhir Oktober 2016, dakwaan menyebut, Arie Sudewo sebagai Kepala Bakamla memanggil Eko ke ruangannya. Arie mengatakan ke Eko bahwa ada jatah 15% dari nilai proyek untuk Bakamla.
Adapun dari jatah 15% itu, sebesar 7,5% akan diberikan oleh PT Melati Technofo Indonesia kepada pihak Bakamla. Realisasinya akan diberikan terlebih dahulu sebesar 2%.
Atas arahan itu, terdakwa menyampaikan kepada Bambang selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) agar memanggil pihak PT Melati Technofo Indonesia, selaku pemenang pengadaan monitoring satelit di Bakamla untuk menghadap terdakwa.
Setelahnya, Eko meninjau pabrik Rohde & Schwarz yang dipakai PT Melati Technofo Indonesia di Jerman. Terdakwa pun menagih fulus komisi itu ke Adami Okta.
Beberapa kali uang diserahkan. Eko didakwa menerima uang beberapa kali, yakni USD10 ribu, 10 ribu Euro, SIN$100 ribu, dan USD78,5 ribu.
Pada penerimaan uang terakhir 14 Desember 2016, Eko menerima uang dari Hardy dan Adami Okta. Tidak berapa lama kemudian datang petugas KPK melakukan penangkapan kepada terdakwa beserta bukti uang yang telah diterimanya tersebut.
Eko didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)