Konferensi pers OC Kaligis menjadi tim penasihat hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Konferensi pers OC Kaligis menjadi tim penasihat hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

OC Kaligis Sebut Ketua KPK Mesti Tanggung Jawab dengan Kondisi Lukas Enembe

Fachri Audhia Hafiez • 20 Januari 2023 17:30
Jakarta: Tim penasihat hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Otto Cornelis (OC) Kaligis, menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mesti bertanggung jawab terhadap kliennya. Sebab, Lukas sedang mengalami sakit yang membutuhkan penanganan tak biasa.
 
"Kalau ada apa-apa yang bertanggung jawab Ketua KPK (Firli Bahuri)," kata OC Kaligis di kantornya kawasan Jakarta Pusat, Jumat, 20 Januari 2023.
 
Menurut OC Kaligis, kliennya sedang menderita sejumlah penyakit. Salah satu penyakit yang serius, yakni ginjal stadium lima.

Ia juga meminta istri Lukas Enembe, Yulce Wenda, bisa mendampingi suaminya. Lukas tengah ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK.
 
"Supaya istrinya bisa setiap saat melihat suaminya, suaminya sudah stadium lima," ujar OC Kaligis.

Baca: Keluarga Lukas Enembe Diizinkan Menjenguk Jika Bersurat ke Penyidik


Ia juga mendesak rekening Yulce yang dibekukan KPK untuk dibuka. Sebab, Yulce bukan sebagai tersangka.
 
"Kita minta jangan lah (rekening) orang dimatikan belum penyidikan, sudah disita segala macam. Emang ibu ini tersangka," ucap OC Kaligis.
 
KPK menangkap Lukas Enembe saat makan siang di Jayapura, Papua pada Selasa siang, 10 Januari 2023. Kader Partai Demokrat itu ditangkap karena telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan rasuah.
 
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.

Baca: Penanganan Kasus Lukas Enembe Diadukan ke Komnas HAM, KPK: Di Mana Melanggarnya?


Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya, yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan