Syafruddin Arsyad Temenggung/Medcom.id/Juven
Syafruddin Arsyad Temenggung/Medcom.id/Juven

Kuasa Hukum Syafruddin Keberatan soal Saksi Sidang

Damar Iradat • 06 Agustus 2018 12:44
Jakarta: Tim kuasa hukum Syafruddin Arsyad Temenggung keberatan dengan saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) I Nyoman Wara selaku auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, salah satu alat bukti yang disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hasil kerja Nyoman.
 
Salah satu pengacara Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra, khawatir keterangan Nyoman sebagai ahli tidak objektif soal audit kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
 
"Kalau ahli saya tanya, 'periksa sudah sesuai standar BPK?', itu tidak bisa dijawab sebagai saksi ahli, nanti akan menilai pekerjaan sendiri," kata Yusril di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 6 Agustus 2018.

Baca: Boediono tak Mendapat Laporan Misrepesentasi BDNI dari Syafruddin
 
Ketua Majelis Hakim Yanto menegaskan pada prinsipnya, dalam praktik peradilan, auditor BPK diajukan sebagai ahli. Ia menyebut keberatan pihak Syafruddin bisa dituangkan dalam nota pembelaan atau pleidoi.
 
Namun,  Hakim Yanto tetap meminta Nyoman menunjukkan surat tugas. Dalam surat tersebut, Nyoman memang tercantum sebagai ahli.
 
Pengacara Syafruddin lainnya, Ahmad Yani, tetap tidak terima. Nyoman merupakan auditor BPK yang mengaudit kerugian negara pada 2006.
 
"Jadi seharusnya sebagai saksi fakta bukan ahli," tegas Ahmad Yani.
 
Hakim Yanto tetap mempersilakan Nyoman diperiksa sebagai saksi ahli. Ia menyarankan pengacara meminta keterangan Nyoman sebagai ahli, bukan sebagai saksi fakta.
 
Jaksa juga menghadirkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen MS Yusuf dan Timbul Thomas Lubis dari kantor hukum Lubis Ganie Surowidjojo (LGS). Namun, Timbul tidak dapat hadir.
 
Baca: Kesaksian Boediono Memperkuat Bukti Penerbitan SKL BLBI Bermasalah
 
Syafruddin Arsyad Tumenggung didakwa merugikan negara hingga Rp4,58 triliun terkait SKL BLBI. Ia diduga menghapus piutang BDNI milik Sjamsul Nurslaim kepada petani tambak.
 
Syafruddin juga dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala BPPN. Saat itu, Syafruddin menerbitkan surat Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) kepada Sjamsul, meskipun dia belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI terhadap petambak.
 
Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan