Jakarta: Kasus virus korona (covid-19) di Indonesia semakin meningkat. Dalam empat bulan sejak covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020, total yang terjangkit virus berbahaya itu sudah mencapai 57.770 orang.
Rata-rata penambahan kasus positif per hari lebih dari 1.000 orang. Kasus tersebut tersebar di 34 provinsi.
Lonjakan kasus harian pun terjadi di Jawa Timur. Ada penambahan 374 kasus pada Kamis, 2 Juli 2020. Angka itu naik dua kali lipat dari temuan pada Rabu, 1 Juli 2020, sebesar 185 kasus baru.
Peningkatan kasus covid-19 di Jawa Timur juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Presiden sempat memberikan tenggat waktu kepada Pemprov Jawa Timur untuk menekan angka kasus covid-19 selama dua minggu. Terhitung sejak 25 Juni 2020-9 Juli 2020.
Namun, tenggat waktu itu tak berhasil dicapai. Pada 8 Juli 2020, penambahan kasus covid-19 di Jawa Timur masih yang tertinggi dengan 366 kasus baru dan 205 orang sembuh. Angka itu disusul DKI Jakarta menyumbang 357 kasus baru dan 147 kasus sembuh.
Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur pun pesimistis angka kasus covid-19 turun dalam dua pekan. Pasalnya, aktivitas masyarakat masih tinggi.
Pada pertengahan Juli 2020, kasus covid-19 di Jawa Timur mulai bisa ditekan. Lonjakan kasus justru terjadi di DKI Jakarta.
"DKI Jakarta memiliki kasus konfirmasi positif terbanyak yaitu 346 kasus positif dan sembuh 124 orang," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan covid-19 Achmad Yurianto di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu, 18 Juli 2020.
Kemudian, Jawa Tengah sebanyak 266 kasus positif dengan 235 pasien sembuh. Jawa Timur 204 kasus positif dengan 555 pasien sembuh.
Namun secara nasional, penambahan kasus covid-19 masih lebih dari 1.000 orang per hari. Pada 18 Juli 2020, terdapat penambahan 1.752 kasus positif. Total kasus mencapai 84.882.
Lonjakan kasus pun terjadi pada 30 Juli 2020. Terdapat penambahan 1.904 menjadi 106.336 orang. Sedangkan, kasus sembuh bertambah 2.154 menjadi 64.292 orang.
Kemenkes Tak Berfungsi
Lonjakan kasus covid-19 dinilai akibat kurang maksimalnya pemerintah dalam merespons pandemi virus korona. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak berfungsi membentengi Tanah Air dari wabah tersebut.
'Kegagalan' Kemenkes membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus turun tangan. BNPB menjadi aktor utama menanggulangi pandemi.
Kinerja Kemenkes dinilai kacau, sehingga intervensi terhadap pandemi pun tidak optimal dan tidak efisien. Kemenkes justru mengeluarkan aturan administrasi terkait daerah yang ingin melakukan karantina wilayah.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, pun berpendapat seharusnya kegiatan penanggulangan wabah covid-19 langsung diperintah Presiden Joko Widodo. Sehingga kinerja kementerian akan menjadi lebih maksimal.
"(Seharusnya) dari awal. Ini yang membuat kita berpanjang-panjang sampai sekarang tidak efektif dalam mengendalikan pandemi," kata Pandu.
Pola Pengendalian Dievaluasi
Pemerintah diminta segera mengevaluasi pola penanganan dan pengendalian virus korona. Sebab, penyebaran covid-19 tak sesuai perkiraan.
Awalnya, berdasarkan kajian Badan Intelijen Negara (BIN), Kepala Gugus Tugas Percepatan dan Pengendalian Covid-19 Doni Monardo memprediksi puncak kasus positif covid-19 akan terjadi akhir Juni 2020 atau akhir Juli 2020. Namun, prediksi tersebut meleset.
"Yang kita perlukan saat ini adalah langkah sistematis mengendalikan penyebaran covid-19, sebelum vaksin korona ditemukan dan bisa diaplikasikan,” kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat di Jakarta, Senin, 6 Juli 2020.
Pemerintah juga harus mengevaluasi pencegahan dan penanganan covid-19. Apalagi, sejumlah provinsi kembali masuk ke zona kuning covid-19, seperti Jawa Barat.
Pasalnya, ketidakcakapan menekan penyebaran covid-19 menimbulkan ketidakpastian. Tidak hanya di sektor kesehatan, tapi juga sektor ekonomi.
Jumlah tes virus korona dan pelacakan kontak erat juga diperbanyak. Upaya itu membutuhkan kerja sama dari masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
Pelarian Djoko Tjandra Terhenti
Di tengah hiruk pikuk pandemi covid-19, aparat keamanan berhasil menangkap buronan kelas kakap Djoko Soegiarto Tjandra. Polri mencokok Djoko di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 30 Juli 2020.
"Alhamdulillah berkat kerja sama kami dengan Polisi Diraja Malaysia terpidana Djoko berhasil ditangkap," kata Kabareskrim Listyo Sigit di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis, 30 Juli 2020.
Setelah tertangkap, Djoko langsung diangkut ke Indonesia. Dia kemudian dibawa ke Bareskrim Mabes Polri untuk diperiksa.
Djoko tak lama berada di tangan Bareskrim Polri. Penahanan Djoko diambil alih Kejaksaan Agung. Pasalnya, Djoko berstatus sebagai terpidana
Pusaran Rasuah Djoko Tjandra
Polisi juga menyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus Djoko. Pasalnya, Djoko yang berstatus buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali sempat pelesiran ke Indonesia.
Saat itu, Djoko mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia juga membuat kartu identitas di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta, pada 8 Juni 2020.
Dari hasil penyelidikan itu, polisi mendapati campur tangan anggotanya yang membuat Djoko bisa keluar dan masuk Indonesia. Anggota polisi yang diduga membantu pelarian Djoko tersebut, yakni eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.
"Kami menetapkan tersangka dengan sejumlah konstruksi hukum sangkaan terkait membuat surat palsu," kata Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 27 Juli 2020.
Prasetyo disebut memerintahkan seorang petugas di Bareskrim Polri menerbitkan surat jalan kepada Djoko. Prasetyo juga memerintahkan seorang dokter di Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri mengeluarkan surat keterangan bebas virus korona (covid-19) untuk Djoko. Surat itu digunakan Djoko bersama pengacaranya, Anita Kolopaking untuk bepergian.
Prasetyo juga disebut menghalang-halangi penyidikan. Yakni dengan menghancurkan dan menghilangkan sebagian barang bukti.
Kasus tersebut kini sudah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Djoko dituntut dua tahun penjara. Sedangkan, Brigjen Prasetyo dituntut pidana dua tahun enam bulan penjara dalam kasus penerbitan surat jalan palsu untuk Djoko.
Jakarta: Kasus
virus korona (covid-19) di Indonesia semakin meningkat. Dalam empat bulan sejak covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020, total yang terjangkit virus berbahaya itu sudah mencapai 57.770 orang.
Rata-rata penambahan kasus positif per hari lebih dari 1.000 orang. Kasus tersebut tersebar di 34 provinsi.
Lonjakan kasus harian pun terjadi di Jawa Timur. Ada penambahan 374 kasus pada Kamis, 2 Juli 2020. Angka itu naik dua kali lipat dari temuan pada Rabu, 1 Juli 2020, sebesar 185 kasus baru.
Peningkatan kasus
covid-19 di Jawa Timur juga menjadi perhatian Presiden
Joko Widodo. Presiden sempat memberikan tenggat waktu kepada Pemprov Jawa Timur untuk menekan angka kasus covid-19 selama dua minggu. Terhitung sejak 25 Juni 2020-9 Juli 2020.
Namun, tenggat waktu itu tak berhasil dicapai. Pada 8 Juli 2020, penambahan kasus covid-19 di Jawa Timur masih yang tertinggi dengan 366 kasus baru dan 205 orang sembuh. Angka itu disusul DKI Jakarta menyumbang 357 kasus baru dan 147 kasus sembuh.
Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur pun pesimistis angka kasus covid-19 turun dalam dua pekan. Pasalnya, aktivitas masyarakat masih tinggi.
Pada pertengahan Juli 2020, kasus covid-19 di Jawa Timur mulai bisa ditekan. Lonjakan kasus justru terjadi di DKI Jakarta.
"
DKI Jakarta memiliki kasus konfirmasi positif terbanyak yaitu 346 kasus positif dan sembuh 124 orang," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan covid-19 Achmad Yurianto di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu, 18 Juli 2020.
Kemudian, Jawa Tengah sebanyak 266 kasus positif dengan 235 pasien sembuh. Jawa Timur 204 kasus positif dengan 555 pasien sembuh.
Namun secara nasional, penambahan kasus covid-19 masih lebih dari 1.000 orang per hari. Pada 18 Juli 2020, terdapat penambahan 1.752 kasus positif. Total kasus mencapai 84.882.
Lonjakan kasus pun terjadi pada 30 Juli 2020. Terdapat penambahan 1.904 menjadi 106.336 orang. Sedangkan, kasus sembuh bertambah 2.154 menjadi 64.292 orang.
Kemenkes Tak Berfungsi
Lonjakan kasus covid-19 dinilai akibat kurang maksimalnya pemerintah dalam merespons pandemi virus korona. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak berfungsi membentengi Tanah Air dari wabah tersebut.
'Kegagalan' Kemenkes membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus turun tangan. BNPB menjadi aktor utama menanggulangi pandemi.
Kinerja
Kemenkes dinilai kacau, sehingga intervensi terhadap pandemi pun tidak optimal dan tidak efisien. Kemenkes justru mengeluarkan aturan administrasi terkait daerah yang ingin melakukan karantina wilayah.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, pun berpendapat seharusnya kegiatan penanggulangan wabah covid-19 langsung diperintah Presiden Joko Widodo. Sehingga kinerja kementerian akan menjadi lebih maksimal.
"(Seharusnya) dari awal. Ini yang membuat kita berpanjang-panjang sampai sekarang tidak efektif dalam mengendalikan pandemi," kata Pandu.