Demi Objektif dan Transparan, Kapolri Diminta Segera Nonaktifkan Irjen Sambo
Siti Yona Hukmana • 12 Juli 2022 10:57
Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri. Penonaktifan agar pengusutan kasus penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat (J) di rumah dinas Ferdy di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, objektif dan transparan.
"Sulit untuk menghindari asumsi-asumsi negatif yang muncul di masyarakat bila Irjen Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam karena akan diragukan objektivitasnya. Makanya Kapolri harus segera mengambil langkah yang tegas dan jelas terkait hal ini dengan menonaktifkan Irjen Sambo sebagai Kadiv Propam," kata pengamat kepolisian Bambang Rukminto dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 Juli 2022.
Menurut dia, baku tembak antarpolisi di rumah dinas Kadiv Propam harus diusut tuntas. Mulai dari tempat kejadian perkara (TKP), kronologi, hasil autopsi, hingga motif pelaku Bhayangkara Dua (Bharada) E menembak Brigadir J.
"Tak menutup kemungkinan membuka rekaman CCTV di rumdin (rumah dinas). Dan ini harus dijelaskan kepada publik secara terbuka agar tidak memunculkan rumor-rumor yang tak terkendali," kata Bambang.
Selain itu, korban yang merupakan ajudan Kadiv Propam harus dibeberkan ke awak media. Pasalnya, insiden berdarah itu terjadi di kediaman Irjen Sambo.
Di sisi lain, dia kecewa dengan Polri yang terkesan lambat menginformasikan kejadian tersebut. Sebab, peristiwa berdarah ini terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022. Namun, baru dibeberkan ke publik pada Senin, 11 Juli 2022.
"Baru dibuka setelah 3 hari. Ini jelas akan menyulitkan tim pencari fakta dan bukti di TKP," kata Bambang.
Menurut dia, menunda penjelasan pada publik hanya akan memunculkan asumsi-asumsi liar yang bisa menjadi bomerang bagi Polri. Dia menekankan pengungkapan kasus itu harus dilakukan secara transparan.
"Termasuk, juga dengan pemeriksaan senjata api pelaku maupun korban. Mulai jenis maupun izin penggunaan bagi anggota Polri," ujarnya.
Menurut dia, pelaku yang merupakan tamtama berpangkat Bharada tak diperbolehkan membawa senjata laras pendek. Maka itu, kata dia, perlu disampaikan ke publik jenis senjata pelaku dan asal senjata maupun peluru yang digunakan.
Bambang menjelaskan dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2022 mengatur tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api. Pasal 2 beleid itu menyebutkan perizinan senjata api organik Polri dilakukan terhadap senjata api organik Polri yang digunakan anggota Polri dalam pelaksanaan tugas Polri.
Sedangkan, Pasal 8 di Perkap itu menyatakan izin penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 huruf e, harus memenuhi persyaratan memiliki surat rekomendasi dari atasan langsung, memiliki surat keterangan lulus tes psikologi Polri, dan memiliki surat keterangan sehat dari dokter Polri.
"Dalam Perkap yang baru ini memang aturan penggunaan senjata api oleh anggota Polri relatif sangat longgar. Semua bisa menggunakan senjata api asal mendapat rekomendasi dari atasan langsung," ucapnya.
Dia memandang Irjen Ferdy Sambo harus bertanggung jawab atas pemakaian senjata api baik oleh pelaku maupun korban. Sebab, keduanya merupakan ajudan dan pengawal Sambo.
"Kapolri harus bertindak cepat, tegas, dan transparan dalam mengungkap kasus ini agar tidak memunculkan asumsi-asumsi liar. Segera menonaktifkan Irjen Sambo sebagai Kadiv Propam dalam tempo secepatnya untuk memudahkan penyeledikan yang objektif, transparan dan berkeadilan," katanya.
Versi Mabes Polri, Brigadir J adalah sopir dinas istri Kadiv Propam, Putri Ferdy Sambo. Sementara itu, Bharada E adalah asisten pribadi Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yang bertugas melakukan pengawalan dan pengamanan.
Peristiwa berdarah itu terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, wilayah Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, pukul 17.00 WIB pada Jumat, 8 Juli 2022. Berawal saat Brigadir J masuk ke kamar pribadi istri Sambo dan melakukan pelecehan seksual hingga menodongkan senjata api ke kepala Bhayangkari itu.
Putri teriak dan terdengar oleh Bharada E yang tengah berada di lantai dua rumah. Dia langsung melihat ke bawah dan menanyakan kejadian itu kepada Brigadir J. Namun, Brigadir J melakukan penembakan sebanyak tujuh kali.
Bharada E membalas aksi itu sebanyak lima letusan tembakan dari lantai dua rumah. Hingga akhirnya mengenai tubuh Brigadir J yang mengakibatkan dia meninggal di tempat.
Brigadir J telah dimakamkan di kampung halaman wilayah Jambi pada Senin, 11 Juli 2022. Sedangkan, Bharada E masih diperiksa intensif. Kasus ini ditangani Polres Metro Jakarta Selatan.
Jakarta: Kapolri Jenderal
Listyo Sigit Prabowo diminta menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri. Penonaktifan agar pengusutan kasus
penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat (J) di rumah dinas Ferdy di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, objektif dan transparan.
"Sulit untuk menghindari asumsi-asumsi negatif yang muncul di masyarakat bila Irjen Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam karena akan diragukan objektivitasnya. Makanya Kapolri harus segera mengambil langkah yang tegas dan jelas terkait hal ini dengan menonaktifkan Irjen Sambo sebagai Kadiv Propam," kata pengamat kepolisian Bambang Rukminto dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 Juli 2022.
Menurut dia,
baku tembak antarpolisi di rumah dinas Kadiv Propam harus diusut tuntas. Mulai dari tempat kejadian perkara (TKP), kronologi, hasil autopsi, hingga motif pelaku Bhayangkara Dua (Bharada) E menembak Brigadir J.
"Tak menutup kemungkinan membuka rekaman CCTV di rumdin (rumah dinas). Dan ini harus dijelaskan kepada publik secara terbuka agar tidak memunculkan rumor-rumor yang tak terkendali," kata Bambang.
Selain itu, korban yang merupakan ajudan Kadiv Propam harus dibeberkan ke awak media. Pasalnya, insiden berdarah itu terjadi di kediaman Irjen Sambo.
Di sisi lain, dia kecewa dengan Polri yang terkesan lambat menginformasikan kejadian tersebut. Sebab, peristiwa berdarah ini terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022. Namun, baru dibeberkan ke publik pada Senin, 11 Juli 2022.
"Baru dibuka setelah 3 hari. Ini jelas akan menyulitkan tim pencari fakta dan bukti di TKP," kata Bambang.
Menurut dia, menunda penjelasan pada publik hanya akan memunculkan asumsi-asumsi liar yang bisa menjadi bomerang bagi Polri. Dia menekankan pengungkapan kasus itu harus dilakukan secara transparan.
"Termasuk, juga dengan pemeriksaan senjata api pelaku maupun korban. Mulai jenis maupun izin penggunaan bagi anggota Polri," ujarnya.
Menurut dia, pelaku yang merupakan tamtama berpangkat Bharada tak diperbolehkan membawa senjata laras pendek. Maka itu, kata dia, perlu disampaikan ke publik jenis senjata pelaku dan asal senjata maupun peluru yang digunakan.