Jakarta: Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot Dewa Broto mengaku pernah ditagih Rp500 juta oleh sekretaris pribadi eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Nur Rochman alias Komeng. Permintaan itu diduga untuk biaya operasional Imam.
"Dia (Komeng) minta 'Ini sudah akhir tahun di Desember, ada dana yang mungkin sisa di 2014 yang bisa digunakan untuk mem-backup operasional dari Pak Menteri?'. Seperti itu," kata Gatot saat bersaksi untuk terdakwa Imam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Maret 2020.
Permintaan itu datang saat Gatot masih menduduki Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora. Gatot menilai permintaan tidak lazim. Apalagi, deputi tidak punya kapasitas memegang uang.
Gatot mengaku tak tahu menahu perihal kebutuhan tambahan operasional untuk Imam. Komeng juga tak pernah menyinggung permintaan untuk kebutuhan kunjungan kerja Imam.
"Saya menyatakan kalau sampai jumlah disampaikan yaitu Rp500 juta, kami enggak ada uang. Apalagi seorang deputi tidak megang apa pun. Uang itu menempel di pejabat pembuat kepentingan masing-masing asisten deputi," ujar Gatot.
Komeng tak menyerah. Dia kembali meminta uang melalui pesan elektronik. Gatot meminta Komeng menghubungi staf ahli di Kemenpora, Chandra Bhakti.
(Baca: Asisten Imam Nahrawi Punya Kuasa Besar di Kemenpora)
"Beliau SMS saya 'Pak Deputi apakah yang tempo hari kok belum dieksekusi' kemudian saya tanya yang mana, 'Yang komitmen dari deputi V', 'Oh belum. Coba koordinasi ke Chandra waktu itu'. Setelah itu Pak Komeng tidak lagi ngejar saya," beber Gatot.
Imam Nahrawi didakwa menerima suap Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,64 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Suap diberikan agar proses persetujuan dan pencairan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora pada 2018 cepat diproses.
Hibah tersebut dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan, seperti pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi pada Multieven Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Imam didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Imam juga didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(Baca: Asisten Imam Nahrawi Fasilitasi Perombakan Anggaran Proposal KONI)
Jakarta: Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot Dewa Broto mengaku pernah ditagih Rp500 juta oleh sekretaris pribadi eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Nur Rochman alias Komeng. Permintaan itu diduga untuk biaya operasional Imam.
"Dia (Komeng) minta 'Ini sudah akhir tahun di Desember, ada dana yang mungkin sisa di 2014 yang bisa digunakan untuk mem-
backup operasional dari Pak Menteri?'. Seperti itu," kata Gatot saat bersaksi untuk terdakwa Imam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Maret 2020.
Permintaan itu datang saat Gatot masih menduduki Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora. Gatot menilai permintaan tidak lazim. Apalagi, deputi tidak punya kapasitas memegang uang.
Gatot mengaku tak tahu menahu perihal kebutuhan tambahan operasional untuk Imam. Komeng juga tak pernah menyinggung permintaan untuk kebutuhan kunjungan kerja Imam.
"Saya menyatakan kalau sampai jumlah disampaikan yaitu Rp500 juta, kami enggak ada uang. Apalagi seorang deputi tidak megang apa pun. Uang itu menempel di pejabat pembuat kepentingan masing-masing asisten deputi," ujar Gatot.
Komeng tak menyerah. Dia kembali meminta uang melalui pesan elektronik. Gatot meminta Komeng menghubungi staf ahli di Kemenpora, Chandra Bhakti.
(Baca:
Asisten Imam Nahrawi Punya Kuasa Besar di Kemenpora)
"Beliau SMS saya 'Pak Deputi apakah yang tempo hari kok belum dieksekusi' kemudian saya tanya yang mana, 'Yang komitmen dari deputi V', 'Oh belum. Coba koordinasi ke Chandra waktu itu'. Setelah itu Pak Komeng tidak lagi ngejar saya," beber Gatot.
Imam Nahrawi didakwa menerima suap Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,64 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Suap diberikan agar proses persetujuan dan pencairan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora pada 2018 cepat diproses.
Hibah tersebut dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan, seperti pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi pada Multieven Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Imam didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Imam juga didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(Baca:
Asisten Imam Nahrawi Fasilitasi Perombakan Anggaran Proposal KONI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)