Jakarta: Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menggelar empat sidang sepanjang 2019. Sidang tersebut memutuskan sanksi bagi hakim yang terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) dengan serius.
MKH merupakan forum pembelaan diri bagi hakim yang direkomendasikan Komisi Yudisial (KY) untuk dijatuhi sanksi berat. Sidang MKH dipimpin empat komisioner KY dan tiga hakim Mahkamah Agung (MA).
"Dari sidang MKH yang terbuka untuk umum, ada beberapa kasus yang mencuat," kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta di kantornya, Senen, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Desember 2019.
Sukma menjelaskan kasus pertama ialah sanksi penurunan pangkat selama tiga tahun pada hakim berinisial RMS. RMS merupakan hakim di Pengadilan Tinggi Lembata, Nusa Tenggara Timur.
"Hakim RMS terbukti memberikan konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara," ujarnya.
Kasus kedua merupakan pemberhentian dengan tidak hormat Hakim PN Manggala, Lampung, berinisial MYS. MYS terbukti memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya dan mengonsumsi narkoba jenis metamphetamine.
Sanksi berat juga diterima hakim SS dari PN Stabat, Sumatra Utara. SS menikah siri dan memiliki anak tanpa izin dari istri sah.
"Hakim SS dijatuhi sanksi berupa penurunan pangkat jabatan selama tiga tahun," tutur Sukma.
Kasus keempat melibatkan kepala Pengadilan Militer Makassar berinisial HM. Sukma menyebut kasus ini baru pertama kali terjadi.
"Ini merupakan kasus MKH pertama terhadap hakim militer sejak KY berdiri," imbuh dia.
Dia menjelaskan HM diberhentikan dengan hormat karena terbukti memiliki hubungan terlarang dengan perempuan lain yang masih bersuami. Selain itu, HM terbukti menyalahgunakan wewenang saat bertugas sebagai hakim Kepala Pengadilan Militer.
Sukma tak menjelaskan alasan HM diberhentikan dengan hormat. Ia beralasan putusan itu merupakan kewenangan MKH.
"Tentu ada pertimbangan-pertimbangannya. Kita hargai keputusan MKH," pungkasnya.
Jakarta: Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menggelar empat sidang sepanjang 2019. Sidang tersebut memutuskan sanksi bagi hakim yang terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) dengan serius.
MKH merupakan forum pembelaan diri bagi hakim yang direkomendasikan
Komisi Yudisial (KY) untuk dijatuhi sanksi berat. Sidang MKH dipimpin empat komisioner KY dan tiga hakim Mahkamah Agung (MA).
"Dari sidang MKH yang terbuka untuk umum, ada beberapa kasus yang mencuat," kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta di kantornya, Senen, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Desember 2019.
Sukma menjelaskan kasus pertama ialah sanksi penurunan pangkat selama tiga tahun pada hakim berinisial RMS. RMS merupakan hakim di Pengadilan Tinggi Lembata, Nusa Tenggara Timur.
"Hakim RMS terbukti memberikan konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara," ujarnya.
Kasus kedua merupakan pemberhentian dengan tidak hormat Hakim PN Manggala, Lampung, berinisial MYS. MYS terbukti memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya dan mengonsumsi narkoba jenis metamphetamine.
Sanksi berat juga diterima hakim SS dari PN Stabat, Sumatra Utara. SS menikah siri dan memiliki anak tanpa izin dari istri sah.
"Hakim SS dijatuhi sanksi berupa penurunan pangkat jabatan selama tiga tahun," tutur Sukma.
Kasus keempat melibatkan kepala Pengadilan Militer Makassar berinisial HM. Sukma menyebut kasus ini baru pertama kali terjadi.
"Ini merupakan kasus MKH pertama terhadap hakim militer sejak KY berdiri," imbuh dia.
Dia menjelaskan HM diberhentikan dengan hormat karena terbukti memiliki hubungan terlarang dengan perempuan lain yang masih bersuami. Selain itu, HM terbukti menyalahgunakan wewenang saat bertugas sebagai hakim Kepala Pengadilan Militer.
Sukma tak menjelaskan alasan HM diberhentikan dengan hormat. Ia beralasan putusan itu merupakan
kewenangan MKH.
"Tentu ada pertimbangan-pertimbangannya. Kita hargai keputusan MKH," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)