medcom.id, Jakarta: Ahli Kriminolog Uinversitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, meragukan validitas metode fisiognomi atau ilmu membaca karakter seseorang lewat wajah. Apalagi metode itu dipakai buat menyimpulkan seseorang berbuat kejahatan.
Keraguan Eva bukan tanpa dasar. Ilmu fisiognomi menurutnya sudah usang. Fisiognomi dicetuskan oleh 'bapak kriminologi', Lambroso. Ilmu itu ada sejak 1875. Beberapa teori bahkan sudah mematahkan teori Lambroso itu.
"Fisiognomi itu tidak relevan lagi sekarang. Termasuk soal analisis terhadap gestur, itu sudah tidak dipakai lagi," kata Eva saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
Eva juga hampir tidak pernah menemukan teori itu dipakai lagi oleh penyidik dalam mengungkap kasus kejahatan. Sebab, teori pembuktian sudah beranjak lebih modern.
Baca: Pengacara Jessica: Psikolog Bukan Paranormal
Lantas, pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso pun menyinggung kesaksian ahli kriminologi, Ronny Nitibaskara. Dia merupakan saksi ahli yang pernah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan Kamis, 1 September.
Ketika memaparkan kesaksiannya, Ronny mendasarkan kesimpulannya terhadap Jessica menggunakan fisiognomi dan analisis gestur dari rekaman kamera pengintai (CCTV) Kafe Olivier. Guru besar kriminologi di Universitas Indonesia itu pun menyimpulkan kalau banyak perilaku Jessica yang patut diduga pembunuh Mirna.
"Menurut pengalaman ahli, apakah pernah menemukan keputusan hakim berdasarkan fisiognomi? Juga, apakah analisis gestur jadi pilihan?" tanya kuasa hukum Jessica Otto Hasibuan.
Menurut Eva, hampir pasti tidak pernah ada lagi. Jika merujuk pada literatur, pernah ada jaksa yang menggunakan pendekatan fisiognomi pada sebuah kasus kejahatan di Amerika Serikat, pada 1913.
"Tapi, ketika itu hasil akhirnya juga dianggap tidak valid," jawab Eva.
JPU sempat juga menanyai Eva. Apakah Ronny sah menggunakan fisiognomi sebagai landasan menyimpulkan sosok Jessica. Eva bilang sah. Hanya saja, tingkat validitasnya yang kemudian harus menjadi kajian lebih.
Atas dasar keterangan Eva, Otto coba mengambil kesimpulan. Menurut Otto, keterangan Ronny Nitibaskara terhadap Jessica di sidang sebelumnya tidak dapat digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam membuat keputusan.
Baca: Kejiwaan Jessica Tak Bisa Disimpulkan Hanya Lewat CCTV
medcom.id, Jakarta: Ahli Kriminolog Uinversitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, meragukan validitas metode fisiognomi atau ilmu membaca karakter seseorang lewat wajah. Apalagi metode itu dipakai buat menyimpulkan seseorang berbuat kejahatan.
Keraguan Eva bukan tanpa dasar. Ilmu fisiognomi menurutnya sudah usang. Fisiognomi dicetuskan oleh 'bapak kriminologi', Lambroso. Ilmu itu ada sejak 1875. Beberapa teori bahkan sudah mematahkan teori Lambroso itu.
"Fisiognomi itu tidak relevan lagi sekarang. Termasuk soal analisis terhadap gestur, itu sudah tidak dipakai lagi," kata Eva saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
Eva juga hampir tidak pernah menemukan teori itu dipakai lagi oleh penyidik dalam mengungkap kasus kejahatan. Sebab, teori pembuktian sudah beranjak lebih modern.
Baca:
Pengacara Jessica: Psikolog Bukan Paranormal
Lantas, pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso pun menyinggung kesaksian ahli kriminologi, Ronny Nitibaskara. Dia merupakan saksi ahli yang pernah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan Kamis, 1 September.
Ketika memaparkan kesaksiannya, Ronny mendasarkan kesimpulannya terhadap Jessica menggunakan fisiognomi dan analisis gestur dari rekaman kamera pengintai (CCTV) Kafe Olivier. Guru besar kriminologi di Universitas Indonesia itu pun menyimpulkan kalau banyak perilaku Jessica yang patut diduga pembunuh Mirna.
"Menurut pengalaman ahli, apakah pernah menemukan keputusan hakim berdasarkan fisiognomi? Juga, apakah analisis gestur jadi pilihan?" tanya kuasa hukum Jessica Otto Hasibuan.
Menurut Eva, hampir pasti tidak pernah ada lagi. Jika merujuk pada literatur, pernah ada jaksa yang menggunakan pendekatan fisiognomi pada sebuah kasus kejahatan di Amerika Serikat, pada 1913.
"Tapi, ketika itu hasil akhirnya juga dianggap tidak valid," jawab Eva.
JPU sempat juga menanyai Eva. Apakah Ronny sah menggunakan fisiognomi sebagai landasan menyimpulkan sosok Jessica. Eva bilang sah. Hanya saja, tingkat validitasnya yang kemudian harus menjadi kajian lebih.
Atas dasar keterangan Eva, Otto coba mengambil kesimpulan. Menurut Otto, keterangan Ronny Nitibaskara terhadap Jessica di sidang sebelumnya tidak dapat digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam membuat keputusan.
Baca:
Kejiwaan Jessica Tak Bisa Disimpulkan Hanya Lewat CCTV Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DEN)