Jakarta: Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi membantah dana penyelenggaraan turnamen tenis Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) hasil pungutan liar. Suhadi menegaskan PTWP tidak pernah menggunakan pungli dalam menjalankan aktivitas organisasinya.
"Ini kami merasa tersinggung padahal biaya pelaksanaan turnamen itu sudah ada anggarannya," kata Suhadi saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 18 September 2018.
Suhadi menjelaskan sebagai program wajib tiga tahunan, anggaran turnamen tenis ditetapkan melalui mekanisme organisasi oleh PTWP. Sesuai anggaran dasar rumah tangga (AD/ART) PTWP, pendanaan organisasi diperoleh dari iuran anggota.
"Dana anggaran (turnamen tenis) dari iuran tiga tahun para anggota PTWP itu," papar dia.
Adapun anggota PTWP merupakan seluruh hakim dan karyawan di lingkungan peradilan. Kira-kira jumlahnya mencapai 35 ribu orang.
"Hakim sendiri 7.000 ribu lebih hampir 8.000. Semua ikut karena sebagai anggota, konsekuensi organisasi kan begitu," kata dia.
(Baca juga: KY Selidiki Dugaan Pungli ke Hakim)
Dia menambahkan iuran yang dikenakan untuk hakim tingkat banding sebesar Rp60 ribu/bulan, diberlakukan untuk semua lingkungan peradilan. Adapun uang itu didistribusikan kepada pengurus PTWP cabang Rp20 ribu/bulan, PTWP daerah Rp20 ribu/bulan dan untuk PTWP pusat Rp 20 ribu/bulan.
Sementara untuk karyawan Rp15 ribu/bulan. Peraturan ini berlaku di seluruh Indonesia. Iuran juga digunakan untuk biaya operasional sehari-hari organisasi.
Suhadi menyebut pascaturnamen tenis masih tersisa dana hasil iuran. Saat ini, masih tersimpan sisa saldo Rp7 miliar di akun virtual PTWP Pusat.
Dia menegaskan PTWP bukan sekadar perkumpulan biasa. Organisasi itu murni di bawah naungan MA selain KORPRI dan Dharma Yustisia.
(Baca juga: MA Laporkan KY ke Polda Metro Jaya)
Jakarta: Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi membantah dana penyelenggaraan turnamen tenis Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) hasil pungutan liar. Suhadi menegaskan PTWP tidak pernah menggunakan pungli dalam menjalankan aktivitas organisasinya.
"Ini kami merasa tersinggung padahal biaya pelaksanaan turnamen itu sudah ada anggarannya," kata Suhadi saat dihubungi
Medcom.id, Selasa, 18 September 2018.
Suhadi menjelaskan sebagai program wajib tiga tahunan, anggaran turnamen tenis ditetapkan melalui mekanisme organisasi oleh PTWP. Sesuai anggaran dasar rumah tangga (AD/ART) PTWP, pendanaan organisasi diperoleh dari iuran anggota.
"Dana anggaran (turnamen tenis) dari iuran tiga tahun para anggota PTWP itu," papar dia.
Adapun anggota PTWP merupakan seluruh hakim dan karyawan di lingkungan peradilan. Kira-kira jumlahnya mencapai 35 ribu orang.
"Hakim sendiri 7.000 ribu lebih hampir 8.000. Semua ikut karena sebagai anggota, konsekuensi organisasi kan begitu," kata dia.
(Baca juga:
KY Selidiki Dugaan Pungli ke Hakim)
Dia menambahkan iuran yang dikenakan untuk hakim tingkat banding sebesar Rp60 ribu/bulan, diberlakukan untuk semua lingkungan peradilan. Adapun uang itu didistribusikan kepada pengurus PTWP cabang Rp20 ribu/bulan, PTWP daerah Rp20 ribu/bulan dan untuk PTWP pusat Rp 20 ribu/bulan.
Sementara untuk karyawan Rp15 ribu/bulan. Peraturan ini berlaku di seluruh Indonesia. Iuran juga digunakan untuk biaya operasional sehari-hari organisasi.
Suhadi menyebut pascaturnamen tenis masih tersisa dana hasil iuran. Saat ini, masih tersimpan sisa saldo Rp7 miliar di akun virtual PTWP Pusat.
Dia menegaskan PTWP bukan sekadar perkumpulan biasa. Organisasi itu murni di bawah naungan MA selain KORPRI dan Dharma Yustisia.
(Baca juga:
MA Laporkan KY ke Polda Metro Jaya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)