medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin. Ini merupakan pemeriksaan perdana keduanya setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.
Juri Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik mencecar Rita soal harta kekayaannya yang melonjak hingga Rp210 miliar.
Baca: Bupati Rita Raup Rp12,9 Miliar dari Hasil Korupsi
"Materi pemeriksaan terkait dengan penerimaan gratifikasi oleh dua tersangka dan peningkatan kekayaan di LHKPN RIW (Rita Widyasari) selama menjabat," kata Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 6 Oktober 2017.
Dari catatan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diserahkan Rita kepada KPK pada 29 Juni 2015, Rita mengklaim memiliki harta sebanyakRp236.750.447.979 dan USD138.412. Harta tersebut melonjak drastis dari catatan hartanya empat tahun sebelumnya.
Dalam LHKPN yang dilaporkan pada 23 Juni 2011, Rita mengaku memiliki harta Rp 25.850.447.979 dan USD138.412. Lonjakan harta terutama berasal dari perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare senilai Rp9,5 miliar dan pertambangan batubara seluas 2.649 hektare senilai Rp200 miliar. Namun, Perkebunan dan pertambangan itu tidak tercantum dalam LHKPN pada 2011.
Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi atas sejumlah proyek di wilayah Kutai Kartanegara. Total gratifikasi yang diterima keduanya mencapai Rp6 miliar.
Baca: Uang Gratifikasi Bupati Rita Diduga dari Para Kadis Pemkab Kukar
Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin dijerat Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dari hasil pengembangan, KPK kembali menetapkan Rita dan Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hari Susanto Gun (HSG) sebagai tersangka kasus suap perizinan lokasi perkebunan sawit inti dan plasma di lingkungan Pemkab Kutai Kartanegara. Dari sini, Rita meraup keuntungan mencapai Rp6,9 miliar.
Dalam kasus ini, Rita dijerat Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, HSG selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin. Ini merupakan pemeriksaan perdana keduanya setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.
Juri Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik mencecar Rita soal harta kekayaannya yang melonjak hingga Rp210 miliar.
Baca:
Bupati Rita Raup Rp12,9 Miliar dari Hasil Korupsi
"Materi pemeriksaan terkait dengan penerimaan gratifikasi oleh dua tersangka dan peningkatan kekayaan di LHKPN RIW (Rita Widyasari) selama menjabat," kata Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 6 Oktober 2017.
Dari catatan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diserahkan Rita kepada KPK pada 29 Juni 2015, Rita mengklaim memiliki harta sebanyakRp236.750.447.979 dan USD138.412. Harta tersebut melonjak drastis dari catatan hartanya empat tahun sebelumnya.
Dalam LHKPN yang dilaporkan pada 23 Juni 2011, Rita mengaku memiliki harta Rp 25.850.447.979 dan USD138.412. Lonjakan harta terutama berasal dari perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare senilai Rp9,5 miliar dan pertambangan batubara seluas 2.649 hektare senilai Rp200 miliar. Namun, Perkebunan dan pertambangan itu tidak tercantum dalam LHKPN pada 2011.
Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi atas sejumlah proyek di wilayah Kutai Kartanegara. Total gratifikasi yang diterima keduanya mencapai Rp6 miliar.
Baca:
Uang Gratifikasi Bupati Rita Diduga dari Para Kadis Pemkab Kukar
Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin dijerat Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dari hasil pengembangan, KPK kembali menetapkan Rita dan Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hari Susanto Gun (HSG) sebagai tersangka kasus suap perizinan lokasi perkebunan sawit inti dan plasma di lingkungan Pemkab Kutai Kartanegara. Dari sini, Rita meraup keuntungan mencapai Rp6,9 miliar.
Dalam kasus ini, Rita dijerat Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, HSG selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)