medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menyita sejumlah aksesoris mulai dari jam tangan, cincin, batu akik hingga keris dari rumah dinas Direktur Jenderal Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono. Namun, dia membantah sebagian barang tersebut hasil gratifikasi.
"Kalau masalah keris itu milik pribadi saya. Orang milik pribadi kok gratifikasi. Itu perabotan," kata Tonny usai diperiksa di Gedung Merang Putih KPK, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Tonny mengatakan, dia berasal dari Alas Roban, Jawa Tengah yang identik dengan budaya Jawa kental. Saat ditanya alasan menyimpan hingga lima keris, dia hanya tertawa.
Baca: Dirjen Hubla Mengakui Ada Mafia Perhubungan Laut
Tonny pun melempar canda ketika pewarta berceletuk keris ini `berisi` dan mistis. "Ada. Isinya besi," kata Tonny sembari berlalu.
Lima buah keris dan satu buah tombak disita penyidik KPK dari Mess Perwira Hubla Bahtera Suaka yang ditinggali Tonny. Barang-barang itu disita lantaran diduga sebagai gratifikasi yang diterima Tonny sejak menjabat pada Mei 2016.
KPK melakukan OTT terhadap Tonny di kantor Kemenhub, Rabu 23 Agustus 2017. Tonny ditangkap karena menerima suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Dari hasil pemeriksaan, suap itu diberikan Adiputra berkaitan dengan perizinan atas sejumlah proyek di lingkungan Ditjen Hubla, salah satunya pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dengan bukti yang cukup, KPK akhirnya menetapkan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka.
Baca: Dirjen Hubla Mengakui Kerap Didatangi Pengusaha
Tonny dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adiputra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ybDRn10K" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menyita sejumlah aksesoris mulai dari jam tangan, cincin, batu akik hingga keris dari rumah dinas Direktur Jenderal Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono. Namun, dia membantah sebagian barang tersebut hasil gratifikasi.
"Kalau masalah keris itu milik pribadi saya. Orang milik pribadi kok gratifikasi. Itu perabotan," kata Tonny usai diperiksa di Gedung Merang Putih KPK, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Tonny mengatakan, dia berasal dari Alas Roban, Jawa Tengah yang identik dengan budaya Jawa kental. Saat ditanya alasan menyimpan hingga lima keris, dia hanya tertawa.
Baca:
Dirjen Hubla Mengakui Ada Mafia Perhubungan Laut
Tonny pun melempar canda ketika pewarta berceletuk keris ini `berisi` dan mistis. "Ada. Isinya besi," kata Tonny sembari berlalu.
Lima buah keris dan satu buah tombak disita penyidik KPK dari Mess Perwira Hubla Bahtera Suaka yang ditinggali Tonny. Barang-barang itu disita lantaran diduga sebagai gratifikasi yang diterima Tonny sejak menjabat pada Mei 2016.
KPK melakukan OTT terhadap Tonny di kantor Kemenhub, Rabu 23 Agustus 2017. Tonny ditangkap karena menerima suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Dari hasil pemeriksaan, suap itu diberikan Adiputra berkaitan dengan perizinan atas sejumlah proyek di lingkungan Ditjen Hubla, salah satunya pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dengan bukti yang cukup, KPK akhirnya menetapkan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka.
Baca:
Dirjen Hubla Mengakui Kerap Didatangi Pengusaha
Tonny dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adiputra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)