medcom.id, Jakarta: Direktur Jenderal Perhubungan Laut nonaktif, Antonius Tonny Budiono, mengakui kerap didatangi pengusaha maupun investor asing. Perusahaan yang datang pun berasal dari beragam sektor pekerjaan di perhubungan laut.
"Beda-beda (latar belakang). Ada dari perusahaan asing," kata Tonny saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Rata-rata perusahaan yang datang punya niatan untuk berinvestasi. Ketika ditanya apakah perasaan tersoal sogokan atau suap, dia berdalih hanya melayani pengusaha yang datang, walaupun mereka bukan pemenang proyek.
"Saya tuh biasanya kalau mereka datang, siapa pun saya pasti layani," kata dia.
Tonny mengaku tak pernah mau tahu siapa yang menang tender dalam proses lelang. Hal ini sudah dilakukannya sejak menjabat sebagai direktur Kenavigasia, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, hingga menjabat Direktur Jenderal Perhubungan laut.
"Saya mau bukan memenangkan, tapi Anda secara profesional melakukan. Kalau Anda menang, pasti menang," ucap Tonny menirukan apa yang disampaikannya ke perusahaan-perusahan yang datang.
Baca: Modus Baru dalam Suap Dirjen Hubla
KPK melakukan OTT terhadap Tonny di kantor Kemenhub, Rabu 23 Agustus 2017. Tonny ditangkap karena menerima suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Dari hasil pemeriksaan, suap itu diberikan Adiputra berkaitan dengan perizinan atas sejumlah proyek di lingkungan Ditjen Hubla, salah satunya pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dengan bukti yang cukup, KPK akhirnya menetapkan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka.
Tonny dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adiputra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Gbm6v1Pk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Direktur Jenderal Perhubungan Laut nonaktif, Antonius Tonny Budiono, mengakui kerap didatangi pengusaha maupun investor asing. Perusahaan yang datang pun berasal dari beragam sektor pekerjaan di perhubungan laut.
"Beda-beda (latar belakang). Ada dari perusahaan asing," kata Tonny saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Rata-rata perusahaan yang datang punya niatan untuk berinvestasi. Ketika ditanya apakah perasaan tersoal sogokan atau suap, dia berdalih hanya melayani pengusaha yang datang, walaupun mereka bukan pemenang proyek.
"Saya tuh biasanya kalau mereka datang, siapa pun saya pasti layani," kata dia.
Tonny mengaku tak pernah mau tahu siapa yang menang tender dalam proses lelang. Hal ini sudah dilakukannya sejak menjabat sebagai direktur Kenavigasia, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, hingga menjabat Direktur Jenderal Perhubungan laut.
"Saya mau bukan memenangkan, tapi Anda secara profesional melakukan. Kalau Anda menang, pasti menang," ucap Tonny menirukan apa yang disampaikannya ke perusahaan-perusahan yang datang.
Baca: Modus Baru dalam Suap Dirjen Hubla
KPK melakukan OTT terhadap Tonny di kantor Kemenhub, Rabu 23 Agustus 2017. Tonny ditangkap karena menerima suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Dari hasil pemeriksaan, suap itu diberikan Adiputra berkaitan dengan perizinan atas sejumlah proyek di lingkungan Ditjen Hubla, salah satunya pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dengan bukti yang cukup, KPK akhirnya menetapkan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka.
Tonny dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adiputra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UWA)