Jakarta: Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Medan, Oloan Sirait, mengaku ditanya 'uang minyak' di sela sidang perkara korupsi pengusaha Tamin Sukardi. Uang pelicin itu ditanyakan staf panitera Pengganti PN Medan Helpandi, Sudarni.
Awalnya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan telepon antara Oloan dengan Sudarni pada 25 Agustus 2018. Telepon dilakukan usai keduanya melakukan pertemuan di kantor Tamin.
"Ya (ditelepon) saya lagi di jalan bising, 'ada dikasih uang minyak?'. Ya aku bilang ada saja waktu itu, supaya cepat putus (telepon)," kata Oloan saat bersaksi buat terdakwa Hakim Merry Purba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Februari 2019.
Oloan mengaku, dia asal sebut 'uang minyak'. Jumlahnya Rp1 juta. Namun dia membantah menerima fulus yang diduga dari Tamin itu.
Tak percaya, jaksa kembali menanyakan apakah Oloan benar-benar menerima uang itu. "Asal sebut Rp1 juta saja supaya cepat. Enggak Pak, benar (tidak menerima), sudah disumpah," ujar dia.
Oloan sebelumnya juga 'dikejar-kejar' oleh Sudarni dengan menanyakan alamat detail Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sontan Merauke Sinaga. Hakim Sontan merupakan anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin.
Dalam perkara ini hakim adhoc Tipikor pada PN Medan, Merry Purba didakwa menerima suap senilai SGD150 ribu dari Tamin Sukardi. Fulus itu diterima Merry lewat perantara Helpandi.
(Baca juga: Menangis, Hakim Merry Teringat Mendiang Suami)
Suap tersebut bertujuan agar Merry dan anggota hakim, Sontan, memutus Tamin Sukardi tidak terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Medan. Kala itu, Tamin terjerat kasus korupsi terkait pengalihan tanah negara milik PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Namun, pada sidang putusan 27 Agustus 2018, Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan Hakim Sontan Merauke Sinaga menyatakan Tamin terbukti bersalah melakukan korupsi. Ia dihukum enam tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Tamin juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp132,4 miliar. Kendati begitu, Hakim Merry Purba memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dengan menyatakan dakwaan jaksa tidak terbukti.
Sehari setelah putusan terhadap Tamin, tim KPK menangkap Helpandi, Tamin, dan Merry Purba. Saat tangkap tangan tersebut, KPK menemukan uang SGD130 ribu di tas Helpandi yang diduga akan diserahkan kepada hakim Sontan.
Merry didakwa melanggar Pasal 12 huruf c Jo Pasal 18 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca juga: Staf Panitera PN Medan Berkali-kali Mencari Alamat Hakim Sontan)
Jakarta: Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Medan, Oloan Sirait, mengaku ditanya 'uang minyak' di sela sidang perkara korupsi pengusaha Tamin Sukardi. Uang pelicin itu ditanyakan staf panitera Pengganti PN Medan Helpandi, Sudarni.
Awalnya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan telepon antara Oloan dengan Sudarni pada 25 Agustus 2018. Telepon dilakukan usai keduanya melakukan pertemuan di kantor Tamin.
"Ya (ditelepon) saya lagi di jalan bising, 'ada dikasih uang minyak?'. Ya aku bilang ada saja waktu itu, supaya cepat putus (telepon)," kata Oloan saat bersaksi buat terdakwa Hakim Merry Purba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Februari 2019.
Oloan mengaku, dia asal sebut 'uang minyak'. Jumlahnya Rp1 juta. Namun dia membantah menerima fulus yang diduga dari Tamin itu.
Tak percaya, jaksa kembali menanyakan apakah Oloan benar-benar menerima uang itu. "Asal sebut Rp1 juta saja supaya cepat. Enggak Pak, benar (tidak menerima), sudah disumpah," ujar dia.
Oloan sebelumnya juga 'dikejar-kejar' oleh Sudarni dengan menanyakan alamat detail Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sontan Merauke Sinaga. Hakim Sontan merupakan anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin.
Dalam perkara ini hakim adhoc Tipikor pada PN Medan, Merry Purba didakwa menerima suap senilai SGD150 ribu dari Tamin Sukardi. Fulus itu diterima Merry lewat perantara Helpandi.
(Baca juga:
Menangis, Hakim Merry Teringat Mendiang Suami)
Suap tersebut bertujuan agar Merry dan anggota hakim, Sontan, memutus Tamin Sukardi tidak terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Medan. Kala itu, Tamin terjerat kasus korupsi terkait pengalihan tanah negara milik PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Namun, pada sidang putusan 27 Agustus 2018, Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan Hakim Sontan Merauke Sinaga menyatakan Tamin terbukti bersalah melakukan korupsi. Ia dihukum enam tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Tamin juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp132,4 miliar. Kendati begitu, Hakim Merry Purba memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dengan menyatakan dakwaan jaksa tidak terbukti.
Sehari setelah putusan terhadap Tamin, tim KPK menangkap Helpandi, Tamin, dan Merry Purba. Saat tangkap tangan tersebut, KPK menemukan uang SGD130 ribu di tas Helpandi yang diduga akan diserahkan kepada hakim Sontan.
Merry didakwa melanggar Pasal 12 huruf c Jo Pasal 18 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca juga:
Staf Panitera PN Medan Berkali-kali Mencari Alamat Hakim Sontan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)