Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberi tujuh catatan mengenai sederet pekerjaan yang menanti kapolri baru. DPR tengah melakukan fit and proper test terhadap calon kapolri, Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyinggung mekanisme penegakan hukum yang diterapkan kapolri menyikapi kasus penyiksaan dari personel Polri. Berdasarkan data KontraS, sepanjang periode Mei 2019-Juni 2020, perkara penyiksaan oleh polisi mencapai 62 kasus.
"Dari keseluruhan kasus yang terdata terdapat 220 orang korban, dengan rincian 199 korban luka dan 21 korban tewas," ungkap Edwin lewat keterangan tertulis, Minggu, 17 Januari 2021.
Baca: Komjen Listyo Diminta Fokus Perangi Kejahatan Jalanan dan Kerah Putih
Catatan LPSK 2020, terdapat 13 permohonan perlindungan perkara penyiksaan. Angka tersebut menurun dibanding 2019 dengan 24 permohonan. Artinya, ada penurunan sebesar 54 persen perkara penyiksaan pada 2020.
Edwin mengatakan peristiwa terakhir yang menarik perhatian dikenal dengan peristiwa KM 50 yang menewaskan enam orang eks anggota Front Pembela Islam (FPI). Komnas HAM merekomendasikan peristiwa tersebut diproses dalam mekanisme peradilan hukum pidana.
"Sebaiknya kapolri mencontoh KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa) yang dengan tegas memproses hukum oknum TNI di Peristiwa Intan Jaya," ujar dia.
Kedua, Edwin mempertanyakan bagaimana kapolri menyikapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir. Pada 2020, Polda Metro Jaya telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian.
Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan take down. Sementara itu, 14 kasus diselidiki hingga tuntas.
“Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini ialah, sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya,” kata Edwin.
Ketiga, bagaimana pendekatan keadilan restoratif yang akan dikembangkan Polri soal kondisi penjara yang sudah melebihi kapasitas. Edwin menilai jumlah narapidana yang masuk tak berbanding lurus dengan kapasitas lembaga permasyarakatan (lapas).
"Situasi ini sebaiknya disikapi Polri menggunakan pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana," ucap Edwin.
Keempat, bagaimana upaya kapolri memerangi korupsi di Korps Bhayangkara seperti kasus surat palsu Djoko Tjandra yang tak terlepas dari praktik suap. Kasus tersebut menempatkan dua jenderal polisi sebagai terdakwa.
Meski begitu, kasus pungli dan praktek suap oknum polisi kerap dikeluhkan masyarakat. Hal ini menjadi tugas kapolri baru agar pelayanan dan proses hukum di tubuh Polri bersih dari praktik transaksional yang dapat menghilangkan kepercayaan publik.
Kelima, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan masih menjadi keprihatinan nasional. Catatan LPSK di 2020, terdapat 245 permohonan atas kasus kekerasan seksual.
Kasus menurun 31,75 persen dibandingkan 2019. Edwin mengatakan banyak pelaku melakukan pelecehan akibat terpengaruh konten pornografi di media sosial.
"Polri dituntut aktif melakukan patroli siber untuk memerangi konten pornografi di dunia maya," kata Edwin.
Keenam, bagaimana strategi kolaborasi dan sinergi Polri dalam penegakan hukum bersama LPSK, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan instansi lainnya. Edwin berharap kapolri mampu membangun koordinasi dan sinergi yang baik dengan instansi terkait.
Edwin mengapresiasi Polri atas kolaborasinya selama ini dengan LPSK dalam perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan terorisme. Harapannya, kolaborasi dapat berlanjut di perkara lainnya seperti tindak pidana korupsi.
Terakhir, bagaimana strategi Polri meningkatkan keamanan di daerah zona terorisme di Sulawesi Tengah hingga kelompok kekerasan bersenjata di Papua. Kedua kasus tersebut berpotensi memperbanyak jatuhnya korban dari masyarakat.
"Polri harus meningkatkan perhatian kepada anggota yang bertugas di zona merah, dengan memberikan reward, perlengkapan teknologi, kendaraan dan waktu penugasan dengan mempertimbangkan situasi psikologis anggota yang berdinas di zona merah," ucap Edwin.
Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberi tujuh catatan mengenai sederet pekerjaan yang menanti
kapolri baru. DPR tengah melakukan fit and proper test terhadap calon
kapolri, Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyinggung mekanisme penegakan hukum yang diterapkan kapolri menyikapi kasus penyiksaan dari personel Polri. Berdasarkan data KontraS, sepanjang periode Mei 2019-Juni 2020, perkara penyiksaan oleh polisi mencapai 62 kasus.
"Dari keseluruhan kasus yang terdata terdapat 220 orang korban, dengan rincian 199 korban luka dan 21 korban tewas," ungkap Edwin lewat keterangan tertulis, Minggu, 17 Januari 2021.
Baca:
Komjen Listyo Diminta Fokus Perangi Kejahatan Jalanan dan Kerah Putih
Catatan LPSK 2020, terdapat 13 permohonan perlindungan perkara penyiksaan. Angka tersebut menurun dibanding 2019 dengan 24 permohonan. Artinya, ada penurunan sebesar 54 persen perkara penyiksaan pada 2020.
Edwin mengatakan peristiwa terakhir yang menarik perhatian dikenal dengan peristiwa KM 50 yang menewaskan enam orang eks anggota Front Pembela Islam (FPI). Komnas HAM merekomendasikan peristiwa tersebut diproses dalam mekanisme peradilan hukum pidana.
"Sebaiknya kapolri mencontoh KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa) yang dengan tegas memproses hukum oknum TNI di Peristiwa Intan Jaya," ujar dia.
Kedua, Edwin mempertanyakan bagaimana kapolri menyikapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir. Pada 2020, Polda Metro Jaya telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian.
Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan
take down. Sementara itu, 14 kasus diselidiki hingga tuntas.
“Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini ialah, sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya,” kata Edwin.
Ketiga, bagaimana pendekatan keadilan restoratif yang akan dikembangkan Polri soal kondisi penjara yang sudah melebihi kapasitas. Edwin menilai jumlah narapidana yang masuk tak berbanding lurus dengan kapasitas lembaga permasyarakatan (lapas).
"Situasi ini sebaiknya disikapi Polri menggunakan pendekatan
restorative justice (keadilan restoratif) sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana," ucap Edwin.
Keempat, bagaimana upaya kapolri memerangi korupsi di Korps Bhayangkara seperti kasus surat palsu Djoko Tjandra yang tak terlepas dari praktik suap. Kasus tersebut menempatkan dua jenderal polisi sebagai terdakwa.
Meski begitu, kasus pungli dan praktek suap oknum polisi kerap dikeluhkan masyarakat. Hal ini menjadi tugas kapolri baru agar pelayanan dan proses hukum di tubuh Polri bersih dari praktik transaksional yang dapat menghilangkan kepercayaan publik.
Kelima, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan masih menjadi keprihatinan nasional. Catatan LPSK di 2020, terdapat 245 permohonan atas kasus kekerasan seksual.
Kasus menurun 31,75 persen dibandingkan 2019. Edwin mengatakan banyak pelaku melakukan pelecehan akibat terpengaruh konten pornografi di media sosial.
"Polri dituntut aktif melakukan patroli siber untuk memerangi konten pornografi di dunia maya," kata Edwin.
Keenam, bagaimana strategi kolaborasi dan sinergi Polri dalam penegakan hukum bersama LPSK, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan instansi lainnya. Edwin berharap kapolri mampu membangun koordinasi dan sinergi yang baik dengan instansi terkait.
Edwin mengapresiasi Polri atas kolaborasinya selama ini dengan LPSK dalam perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan terorisme. Harapannya, kolaborasi dapat berlanjut di perkara lainnya seperti tindak pidana korupsi.
Terakhir, bagaimana strategi Polri meningkatkan keamanan di daerah zona terorisme di Sulawesi Tengah hingga kelompok kekerasan bersenjata di Papua. Kedua kasus tersebut berpotensi memperbanyak jatuhnya korban dari masyarakat.
"Polri harus meningkatkan perhatian kepada anggota yang bertugas di zona merah, dengan memberikan
reward, perlengkapan teknologi, kendaraan dan waktu penugasan dengan mempertimbangkan situasi psikologis anggota yang berdinas di zona merah," ucap Edwin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)