Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kepala daerah yang terjerat praktik rasuah paling banyak berkaitan dengan balas jasa. Pimpinan daerah itu biasanya mengobral proyek kepada donatur yang membiayai pencalonannya saat pemilihan kepala daerah (pilkada).
Hal itu disampaikan Koordinator Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan Wilayah VIII KPK, Dian Patria, saat memberikan pembekalan kepada calon kepala daerah dan penyelenggara Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Bangka Belitung, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
"Korupsi kepala daerah berkaitan erat dengan balas jasa atas dukungan dana dari donatur, sejak proses pencalonan, kampanye, sampai proses pemungutan suara," kata Dian dalam konferensi televideo, Rabu, 30 September 2020.
Modus korupsi kepala daerah, yakni suap dan gratifikasi dalam pemberian izin. Kemudian jual beli jabatan, kickback dalam pengadaan barang dan jasa.
Baca: Alasan Mahkamah Agung 'Sunat' Hukuman Anas Urbaningum
Padahal, menurut Dian, dalam beberapa tahun terakhir KPK kerap melakukan pendampingan kepada kepala daerah. Pendampingan itu berupa menyelenggarakan program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) terintegrasi KPK.
"KPK mendampingi kepala daerah dalam upaya perbaikan tata kelola pemerintahan daerah. Yang utama adalah program koordinasi dan monitoring dalam Korsupgah KPK," ujar Dian.
Hal senada juga disampiakan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono. Dia menyebut korupsi kepala daerah masih menjadi sorotan Lembaga Antirasuah. Tercatat, sejak 2004 sebanyak 119 kasus korupsi di tingkat kepala daerah dibongkar KPK.
"Hingga Mei 2020, telah terjaring 119 kasus korupsi yang melibatkan wali kota atau bupati dan wakilnya. Lalu, ada 21 kasus korupsi yang dilakukan oleh gubernur," ujar Giri.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Rumadi Ahmad, mengatakan peran serta masyarakat turut diperlukan untuk mewujudkan calon kepala daerah yang berintegritas. Pendidikan politik bagi pemilih mesti diperkuat.
Hal tersebut bertujuan agar pemilih tidak sekadar menjadi objek, tetapi memiliki kesadaran dan kecerdasan dalam memilih kualitas calon pemimpinnya. Tak hanya memperkuat nilai budaya antikorupsi, masyarakat mesti dibekali pemahaman modus kejahatan rasuah.
"Masyarakat juga menjadi bagian dari upaya pencegahan korupsi, tidak menjadi bagian dari tindak pidana korupsi itu sendiri, dan menghindarkan diri dari tindakan koruptif," kata Rumadi.
Hal senada juga disampiakan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono. Dia menyebut korupsi kepala daerah masih menjadi sorotan Lembaga Antirasuah. Tercatat, sejak 2004 sebanyak 119
kasus korupsi di tingkat kepala daerah dibongkar KPK.
"Hingga Mei 2020, telah terjaring 119 kasus korupsi yang melibatkan wali kota atau bupati dan wakilnya. Lalu, ada 21 kasus korupsi yang dilakukan oleh gubernur," ujar Giri.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Rumadi Ahmad, mengatakan peran serta masyarakat turut diperlukan untuk mewujudkan calon kepala daerah yang berintegritas. Pendidikan politik bagi pemilih mesti diperkuat.
Hal tersebut bertujuan agar pemilih tidak sekadar menjadi objek, tetapi memiliki kesadaran dan kecerdasan dalam memilih kualitas calon pemimpinnya. Tak hanya memperkuat nilai budaya antikorupsi, masyarakat mesti dibekali pemahaman modus kejahatan rasuah.
"Masyarakat juga menjadi bagian dari upaya pencegahan korupsi, tidak menjadi bagian dari tindak pidana korupsi itu sendiri, dan menghindarkan diri dari tindakan koruptif," kata Rumadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)