Jakarta: Mantan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Gratifikasi berupa uang itu mencapai Rp19,6 miliar.
"Terdakwa juga diduga menerima gratifikasi," kata Jaksa KPK Dodi Sukmono saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Januari 2018.
Dodi mengungkapkan Tonny menerima uang dari KSOP Samarinda, Yuyus Kusnady Usmany sebesar Rp200 juta. Pemberian secara bertahap.
Kemudian, ia juga menerima uang Rp125 juta dari Direktur Kenavigasian Ditjen Hubla I Nyoman Sukayadnya dan dari Kepala Distrik Navigasi Makassar M Ali Alawat Rp20 juta.
Selanjutnya, ia juga menerima uang Rp100 juta dari Johannes yang merupakan rekanan yang memenangi proyek tendership reporting system.
"Pada akhir 2016 dan pada 2017, terdakwa menerima uang dari Misah Rakhman yang merupakan Kepala UPP SEI Danau dengan total Rp300 juta," lanjut Jaksa Dodi.
Masih dalam rentang waktu yang sama, Tonny menerima uang dari Abbas selaku Kepala UPP Kintap dengan total Rp300 juta, kemudian dari Kepala KSOP Bitung Wahid sejumlah Rp50 juta, serta dari Ketua Umum Indonesian National Shipowner Association (INSA) Carmelita Hartoto Rp30 juta.
Dari 2015 hingga 2017, Tonny menerima uang dari beberapa orang yang tak dapat diingat lagi olehnya sejumlah Rp4,69 miliar. Sehingga, total penerima uang yang diteirma Tonny dalam bentuk mata uang rupiah mencapai Rp5,815 miliar.
(Baca juga: Eks Dirjen Hubla Kerap Simpan Uang di Kamar)
Kemudian, pada Juli 2017, Tonny menerima uang sejumlah USD50 ribu dari perusahaan Salvage. Perusahaan tersebut diketahui mengerjakan pengangkatan kerangka kapal Thorco.
Kemudian, masih pada 2017, Tonny menerima uang USD3.000 dari Camelita Hartoto yang merupakan Ketua Umum INSA dan USD2.000 dari Dewan Penasehat Asosiasi Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Putut Sutopo.
Tonny juga menerima uang USD30 ribu dari Billyani Tania yang mengurus badan usaha pelabuhan.
"Pada 2016, terdakwa menerima uang sejumlah USD6.000 dari Herlin yang merupakan kontraktor pemenang pengadaan di Surabaya dan Makassar," lanjut jaksa.
Kemudian uang dari Sena Sanjaya USD2.000, dari Direktur KPLP Jonggang Sitorus USD10.000, dari Mauritz Sibarani USD10.000, dari kontraktor fasilitas pelabuhan yang menang proyek di Ditjen Perhubungan Laut Budi Ashari sebesar USD80 ribu.
Lalu, dari Edwin Nugraha USD3.000, serta penerimaan dari beberapa orang yang tak lagi diingatnya pada rentang waktu 2015 hingga 2017 sejumlah USD283.7000.
"Sehingga keseluruhan uang yang diterima dalam bentuk dollar Amerika Serikat sejumlah USD479.700 (sekitar Rp6,4 miliar dengan kurs per dollar setara Rp13.347)," tegas jaksa.
Dalam rentang waktu 2015 hingga 2017, Tonny juga menerima uang EUR4.200 (sekitar Rp68 juta dengan kurs per euro setara Rp16.293) dan GBP15.540 (sekitar Rp286 juta deng kurs per poundsterling setara Rp18.459). Uang itu ia terima dari sejumlah orang yang tak lagi diingatnya.
(Baca juga: Suap Eks Dirjen Hubla, Adi Putra Mengaku Dibantu Saat Lelang)
Selanjutnya, Tonny juga menerima uang dalam bentuk mata uang Singapura dengan total SGD700.249 (sekitar Rp7 miliar dengan kurs per dollar singapur setara Rp10.089). Uang tersebut di antaranya ia terima dari PT Dumas sebesar SGD10.000, dari PT Citra Shipyard sebesar SGD10.000, dan dari PT Multi Prima sebanyak SGD150.000.
Dari rentang waktu 2015 hingga 2017, ia juga menerima dari beberapa orang yang tak lagi diingatnya sejumlah SGD530.249. "Terakhir, Tonny juga menerima uang dari orang yang tak dapat diingatnya lagi dalam bentuk mata uang rupiah yang kemudian ditukarkan menjadi ringgit Malaysia menjadi sejumlah RM11.212, (sekitar Rp37 juta dengan kurs per ringgit Malaysia setara Rp3.371)" tandas jaksa.
Atas perbuatannya, Tonny didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Mantan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Gratifikasi berupa uang itu mencapai Rp19,6 miliar.
"Terdakwa juga diduga menerima gratifikasi," kata Jaksa KPK Dodi Sukmono saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Januari 2018.
Dodi mengungkapkan Tonny menerima uang dari KSOP Samarinda, Yuyus Kusnady Usmany sebesar Rp200 juta. Pemberian secara bertahap.
Kemudian, ia juga menerima uang Rp125 juta dari Direktur Kenavigasian Ditjen Hubla I Nyoman Sukayadnya dan dari Kepala Distrik Navigasi Makassar M Ali Alawat Rp20 juta.
Selanjutnya, ia juga menerima uang Rp100 juta dari Johannes yang merupakan rekanan yang memenangi proyek tendership reporting system.
"Pada akhir 2016 dan pada 2017, terdakwa menerima uang dari Misah Rakhman yang merupakan Kepala UPP SEI Danau dengan total Rp300 juta," lanjut Jaksa Dodi.
Masih dalam rentang waktu yang sama, Tonny menerima uang dari Abbas selaku Kepala UPP Kintap dengan total Rp300 juta, kemudian dari Kepala KSOP Bitung Wahid sejumlah Rp50 juta, serta dari Ketua Umum Indonesian National Shipowner Association (INSA) Carmelita Hartoto Rp30 juta.
Dari 2015 hingga 2017, Tonny menerima uang dari beberapa orang yang tak dapat diingat lagi olehnya sejumlah Rp4,69 miliar. Sehingga, total penerima uang yang diteirma Tonny dalam bentuk mata uang rupiah mencapai Rp5,815 miliar.
(Baca juga:
Eks Dirjen Hubla Kerap Simpan Uang di Kamar)
Kemudian, pada Juli 2017, Tonny menerima uang sejumlah USD50 ribu dari perusahaan Salvage. Perusahaan tersebut diketahui mengerjakan pengangkatan kerangka kapal Thorco.
Kemudian, masih pada 2017, Tonny menerima uang USD3.000 dari Camelita Hartoto yang merupakan Ketua Umum INSA dan USD2.000 dari Dewan Penasehat Asosiasi Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Putut Sutopo.
Tonny juga menerima uang USD30 ribu dari Billyani Tania yang mengurus badan usaha pelabuhan.
"Pada 2016, terdakwa menerima uang sejumlah USD6.000 dari Herlin yang merupakan kontraktor pemenang pengadaan di Surabaya dan Makassar," lanjut jaksa.
Kemudian uang dari Sena Sanjaya USD2.000, dari Direktur KPLP Jonggang Sitorus USD10.000, dari Mauritz Sibarani USD10.000, dari kontraktor fasilitas pelabuhan yang menang proyek di Ditjen Perhubungan Laut Budi Ashari sebesar USD80 ribu.
Lalu, dari Edwin Nugraha USD3.000, serta penerimaan dari beberapa orang yang tak lagi diingatnya pada rentang waktu 2015 hingga 2017 sejumlah USD283.7000.
"Sehingga keseluruhan uang yang diterima dalam bentuk dollar Amerika Serikat sejumlah USD479.700 (sekitar Rp6,4 miliar dengan kurs per dollar setara Rp13.347)," tegas jaksa.
Dalam rentang waktu 2015 hingga 2017, Tonny juga menerima uang EUR4.200 (sekitar Rp68 juta dengan kurs per euro setara Rp16.293) dan GBP15.540 (sekitar Rp286 juta deng kurs per poundsterling setara Rp18.459). Uang itu ia terima dari sejumlah orang yang tak lagi diingatnya.
(Baca juga:
Suap Eks Dirjen Hubla, Adi Putra Mengaku Dibantu Saat Lelang)
Selanjutnya, Tonny juga menerima uang dalam bentuk mata uang Singapura dengan total SGD700.249 (sekitar Rp7 miliar dengan kurs per dollar singapur setara Rp10.089). Uang tersebut di antaranya ia terima dari PT Dumas sebesar SGD10.000, dari PT Citra Shipyard sebesar SGD10.000, dan dari PT Multi Prima sebanyak SGD150.000.
Dari rentang waktu 2015 hingga 2017, ia juga menerima dari beberapa orang yang tak lagi diingatnya sejumlah SGD530.249. "Terakhir, Tonny juga menerima uang dari orang yang tak dapat diingatnya lagi dalam bentuk mata uang rupiah yang kemudian ditukarkan menjadi ringgit Malaysia menjadi sejumlah RM11.212, (sekitar Rp37 juta dengan kurs per ringgit Malaysia setara Rp3.371)" tandas jaksa.
Atas perbuatannya, Tonny didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)