Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeksaminasi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Putusan itu dinilai janggal.
"ICW pada 2020 ini berinisiatif melakukan eksaminasi dengan menunjuk tiga orang sebagai eksaminator," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring, Sabtu, 26 September 2020.
Tiga eksaminator itu yakni pengajar hukum pidana Universitas Parahyangan, Budi Prastowo; pengajar hukum administrasi negara Universitas Gajah Mada, Oce Madril; dan advokat, Hendronoto Soesabdo. Ketiganya memiliki disipilin ilmu yang sama, tapi spesifikasi yang berbeda
"Karena perkara ini perdebatan pidana, perdata, dan administrasi negara," ujar Kurnia.
Kurnia menilai putusan bebas dalam perkara penerbitan surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) aneh. Vonis lepas dari MA itu jomplang dibandingkan dengan putusan di tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Kurnia menyebut pada tingkat pertama Syafruddin divonis 13 tahun penjara dan diperberat menjadi 15 tahun penjara pada tingkat banding. Bahkan, kata Kurnia, permohonan praperadilan mantan Kepala BPPN itu juga ditolak.
Dia mengatakan dalam perkara ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka. Mereka yakni Syafruddin, pengusaha Sjamsul Nursalim, dan istrinya Itjih S Nursalim. Syafruddin telah divonis lepas oleh MA, sedangkan dua lainnya menjadi buronan KPK.
"Sampai hari ini kita tidak mengetahui keberadaannya," ucap Kurnia.
Menurut dia, kasus BLBI menyita perhatian publik. Pasalnya, kata dia, perbuatan penerbitan SKL terhadap para debitur mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, mencapai Rp4,58 triliun.
"Bahkan ICW memasukkan kasus ini sebagai daftar tunggakan yang belum diselesaikan oleh KPK. Di kepemimpinan ini kita belum melihat ada progres yang clear (jelas) dalam menyelesaikan kasus ini," ungkap Kurnia.
Baca: KPK Disarankan Ajukan Kasasi Atas Putusan Bebas Syafruddin Arsyad
Kurnia mengatakan MA tidak seirama dalam mengadili perkara ini. Ketua majelis hakim agung Salman Luthan mengatakan perbuatan Syafruddin mengandung unsur pidana, sedangkan dua hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin menyebut termasuk unsur perdata dan unsur administrasi.
"Menariknya, ketika sebelum putusan itu dibacakan, ternyata salah satu hakim dalam majelis, yaitu Syamsul Rakan Chaniago terbukti berdasarkan putusan badan pengawas MA bertemu dengan salah satu kuasa hukum Syafruddin sebelum putusan itu dibacakan sehingga Pak Syamsul diberikan sanksi nonpalu enam bulan," beber Kurnia.
Dia mengatakan dalam perkara ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka. Mereka yakni Syafruddin, pengusaha Sjamsul Nursalim, dan istrinya Itjih S Nursalim. Syafruddin telah divonis lepas oleh MA, sedangkan dua lainnya menjadi buronan KPK.
"Sampai hari ini kita tidak mengetahui keberadaannya," ucap Kurnia.
Menurut dia, kasus BLBI menyita perhatian publik. Pasalnya, kata dia, perbuatan penerbitan SKL terhadap para debitur mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, mencapai Rp4,58 triliun.
"Bahkan ICW memasukkan kasus ini sebagai daftar tunggakan yang belum diselesaikan oleh KPK. Di kepemimpinan ini kita belum melihat ada progres yang
clear (jelas) dalam menyelesaikan kasus ini," ungkap Kurnia.
Baca:
KPK Disarankan Ajukan Kasasi Atas Putusan Bebas Syafruddin Arsyad
Kurnia mengatakan MA tidak seirama dalam mengadili perkara ini. Ketua majelis hakim agung Salman Luthan mengatakan perbuatan Syafruddin mengandung unsur pidana, sedangkan dua hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin menyebut termasuk unsur perdata dan unsur administrasi.
"Menariknya, ketika sebelum putusan itu dibacakan, ternyata salah satu hakim dalam majelis, yaitu Syamsul Rakan Chaniago terbukti berdasarkan putusan badan pengawas MA bertemu dengan salah satu kuasa hukum Syafruddin sebelum putusan itu dibacakan sehingga Pak Syamsul diberikan sanksi nonpalu enam bulan," beber Kurnia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)