medcom.id, Jakarta: Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota Komisi V DPR Syarif Abdullah Alkadrie. Anggota Fraksi Partai NasDem itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016 di Maluku.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AM (Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan H.R. Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (3/6/2016).
Menurut Priharsa, KPK akan mengonfirmasi sejumlah hal kepada Syarif. Di antaranya, mengenai berbagai pertemuan yang diduga terkait pembahasan dana aspirasi anggota DPR.
"Diduga terdapat praktik suap di dalamnya," kata Priharsa.
(Baca: Sekjen PUPR Sempat Bertemu Pimpinan Komisi V)
Sebelumnya, Sekjen Kementerian PUPR Taufik Widjojono mengakui adanya pertemuan pihaknya dengan sejumlah pimpinan Komisi V DPR pada 14 September 2015. Pertemuan juga dihadiri sejumlah Kepala Kelompok Fraksi Komisi V dan pejabat Kementerian PUPR, untuk membahas usulan atau program aspirasi dalam bentuk proyek agar dimasukkan ke APBN 2016.
Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjojono memasuki mobil seusai menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung KPK -- ANT/Reno Esnir
Pertemuan ini terungkap dalam berkas tuntutan terdakwa Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Pertemuan terjadi pada 14 September 2015, sesaat sebelum raker resmi di DPR. Undangan pertemuan hanya dikirim melalui pesan singkat (SMS) oleh Kabag Kesekretariatan Komisi V Prima M.B. Muwa.
Namun, Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Mohamad Said berkilah tak tahu soal pertemuan itu. Kendati tak mengakui, Said membenarkan bahwa proyek jalan di Maluku memang berasal dari dana aspirasi.
(Baca: Ditanya soal Pertemuan, Pimpinan Komisi V Pelit Bicara)
Anggota DPR Komisi V Muhidin Mohamad Said berjalan keluar seusai diperiksa di Gedung KPK -- MI/Rommy Pujianto
Suap proyek Kementerian PUPR terbongkar ketika Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, Damayanti, Dessy serta Julia , ditangkap KPK pada 13 Januari 2016 lalu. Damayanti disangka menerima suap dari Abdul Khoir. Suap bertujuan agar perusahaan yang dikelola Khoir dapat menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan Kementerian PUPR di Ambon, Maluku.
Dalam perkembangannya, kasus ini menjerat anggota Komisi V DPR lainnya. Legislator asal Golkar Budi Supriyanto yang sempat bernaung di Komisi V, menjadi tersangka KPK pada 2 Maret lalu.
Damayanti diduga dijanjikan uang hingga SGD404 ribu oleh Abdul Khoir. Dari uang itu, Budi menerima bagian SGD305 ribu. Sementara, sisanya dibagi tiga antara Damayanti, Dessy dan Julia.
Anggota Komisi V DPR Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Badan Pembangunan Jalan Nasional IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary kemudian juga ditersangkakan. Keduanya diduga juga menerima suap dari Abdul Khoir.
Dari seluruh tersangka, baru Abdul Khoir yang telah disidangkan. Dia didakwa memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Total uang suap yang diberikan Abdul Rp21,38 miliar, SGD1,67 juta, dan USD72,7 ribu. Suap diberikan Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.
medcom.id, Jakarta: Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota Komisi V DPR Syarif Abdullah Alkadrie. Anggota Fraksi Partai NasDem itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016 di Maluku.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AM (Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan H.R. Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (3/6/2016).
Menurut Priharsa, KPK akan mengonfirmasi sejumlah hal kepada Syarif. Di antaranya, mengenai berbagai pertemuan yang diduga terkait pembahasan dana aspirasi anggota DPR.
"Diduga terdapat praktik suap di dalamnya," kata Priharsa.
(Baca: Sekjen PUPR Sempat Bertemu Pimpinan Komisi V)
Sebelumnya, Sekjen Kementerian PUPR Taufik Widjojono mengakui adanya pertemuan pihaknya dengan sejumlah pimpinan Komisi V DPR pada 14 September 2015. Pertemuan juga dihadiri sejumlah Kepala Kelompok Fraksi Komisi V dan pejabat Kementerian PUPR, untuk membahas usulan atau program aspirasi dalam bentuk proyek agar dimasukkan ke APBN 2016.
Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjojono memasuki mobil seusai menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung KPK -- ANT/Reno Esnir
Pertemuan ini terungkap dalam berkas tuntutan terdakwa Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Pertemuan terjadi pada 14 September 2015, sesaat sebelum raker resmi di DPR. Undangan pertemuan hanya dikirim melalui pesan singkat (SMS) oleh Kabag Kesekretariatan Komisi V Prima M.B. Muwa.
Namun, Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Mohamad Said berkilah tak tahu soal pertemuan itu. Kendati tak mengakui, Said membenarkan bahwa proyek jalan di Maluku memang berasal dari dana aspirasi.
(Baca: Ditanya soal Pertemuan, Pimpinan Komisi V Pelit Bicara)
Anggota DPR Komisi V Muhidin Mohamad Said berjalan keluar seusai diperiksa di Gedung KPK -- MI/Rommy Pujianto
Suap proyek Kementerian PUPR terbongkar ketika Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, Damayanti, Dessy serta Julia , ditangkap KPK pada 13 Januari 2016 lalu. Damayanti disangka menerima suap dari Abdul Khoir. Suap bertujuan agar perusahaan yang dikelola Khoir dapat menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan Kementerian PUPR di Ambon, Maluku.
Dalam perkembangannya, kasus ini menjerat anggota Komisi V DPR lainnya. Legislator asal Golkar Budi Supriyanto yang sempat bernaung di Komisi V, menjadi tersangka KPK pada 2 Maret lalu.
Damayanti diduga dijanjikan uang hingga SGD404 ribu oleh Abdul Khoir. Dari uang itu, Budi menerima bagian SGD305 ribu. Sementara, sisanya dibagi tiga antara Damayanti, Dessy dan Julia.
Anggota Komisi V DPR Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Badan Pembangunan Jalan Nasional IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary kemudian juga ditersangkakan. Keduanya diduga juga menerima suap dari Abdul Khoir.
Dari seluruh tersangka, baru Abdul Khoir yang telah disidangkan. Dia didakwa memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Total uang suap yang diberikan Abdul Rp21,38 miliar, SGD1,67 juta, dan USD72,7 ribu. Suap diberikan Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)