Langkah Bareskrim Keluarkan Sprindik Baru Kasus Titan Dinilai Tepat
Achmad Zulfikar Fazli • 30 Juni 2022 15:34
Jakarta: Langkah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait kasus kredit macet PT Titan Infra Energy dinilai tepat. Bareskrim Polri diminta segera menjerat pihak-pihak yang diduga bersalah dalam kasus ini.
“Indonesia Development Monitoring mendukung langkah Bareskrim Polri untuk membuat surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) baru untuk PT Titan Infra Energy terkait kasus dugaan kredit macet,” kata Direktur Executive bidang Hukum Indonesia Development Monitoring (IDM) Michael Manurung dalam keterangan tertulis, Kamis, 30 Juni 2022.
Michael mengatakan langkah diambil Bareskrim menyusul kekalahan dalam gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut dia, dalam kasus ini, terdapat tiga unsur pidana yang bisa menjerat petinggi PT Titan.
Pertama, dugaan perbuatan penipuan, pengelapan, dan perbuatan curang kepada pihak kreditur, seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP atau pasal penipuan. Penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog).
Berikut bunyi Pasal 378 KUHP:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Michael menjelaskan petinggi PT Titan Infra Energy bisa dikenakan pasal korupsi karena dengan sengaja tak membayar angsuran kredit kepada Bank Mandiri sesuai yang diperjanjikan. Menurut dia, perusahaan bisa dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam Pasal 2 hal terpenting adalah adanya perbuatan melawan hukum yang mendahului, sehingga terjadi kerugian keuangan negara dapat dianggap tindakan pidana korupsi,” ujar Michael.
Sprindik Baru
Dittipideksus Bareskrim Polri mengeluarkan sprindik baru dalam kasus dugaan kredit macet PT Titan Infra Energy di Bank Mandiri. Praperadilan yang memenangkan PT Titan dinilai tak meloloskan dari jeratan hukum.
"Kalau namanya praperadilan itu kan bersifat formal, tergantung materiel. Jadi kita buat sprindik baru. Enggak masalah (menang praperadilan) nanti kita ajukan sprindik baru," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi, Rabu, 29 Juni 2022.
Jenderal bintang satu itu memastikan penanganan kasus PT Titan terus berjalan. Polri serius menangani kasus yang diduga merugikan negara hampir Rp6 triliun itu.
"Tetap berjalan, enggak ada masalah itu," ujar Whisnu.
Kewajiban Mengembalikan Dana ke Kreditur
Direktur Utama PT Titan Infra Energy Darwan Siregar Darwan mengakui perusahaan mempunyai kredit dan kewajiban mengembalikan kepada bank (kreditur). Namun, perjanjian kredit itu berlaku sampai November 2023.
Kredit sebesar USD450 juta itu dengan jaminan seluruh aset, saham, perusahaan, anak perusahaan, maupun jaminan pribadi. Darwan menjelaskan perusahaan berupaya melakukan penangguhan pembayaran pada 2020 lantaran dampak pandemi covid-9 yang melanda dunia, sehingga harga komoditas energi, termasuk batu bara terjun bebas ke titik terendah.
Proposal penundaan itu bukan tanpa alasan. Sebab, begitu pemerintah Indonesia mengumumkan adanya pandemi covid-19, pihak Otoritas Jasa Keuangan juga meluncurkan beleid relaksasi kredit. PT Titan pun berusaha mengikuti kebijakan relaksasi kredit tersebut.
Namun sepanjang tiga tahun terakhir, kata dia, upaya restrukturisasi kredit yang disodorkan PT Titan ke kreditur sindikasi, termasuk Bank Mandiri, selalu bertepuk sebelah tangan.
"Sebagai bentuk niat baik, kami segera datangi kembali Bank Mandiri. Sebagai nasabah, kami berharap komunikasi bisa berjalan lebih baik lagi," kata Darwan kepada wartawan, Jakarta, Minggu, 26 Juni 2022.
Dia mengatakan PT Titan juga terus berupaya mengangsur kredit sindikasi tersebut. Misalnya, pada 2021, PT Titan melakukan pembayaran lebih dari USD46 juta dan sampai dengan Juni 2022 lebih dari USD35 juta.
Jakarta: Langkah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim
Polri menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait kasus
kredit macet PT Titan Infra Energy dinilai tepat. Bareskrim Polri diminta segera menjerat pihak-pihak yang diduga bersalah dalam kasus ini.
“Indonesia Development Monitoring mendukung langkah Bareskrim Polri untuk membuat surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) baru untuk PT Titan Infra Energy terkait kasus dugaan kredit macet,” kata Direktur Executive bidang Hukum Indonesia Development Monitoring (IDM) Michael Manurung dalam keterangan tertulis, Kamis, 30 Juni 2022.
Michael mengatakan langkah diambil Bareskrim menyusul kekalahan dalam gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut dia, dalam kasus ini, terdapat tiga unsur pidana yang bisa menjerat petinggi PT Titan.
Pertama, dugaan perbuatan penipuan, pengelapan, dan perbuatan curang kepada pihak kreditur, seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP atau pasal penipuan. Penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog).
Berikut bunyi Pasal 378 KUHP:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Michael menjelaskan petinggi PT Titan Infra Energy bisa dikenakan pasal korupsi karena dengan sengaja tak membayar angsuran kredit kepada Bank Mandiri sesuai yang diperjanjikan. Menurut dia, perusahaan bisa dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
“Dalam Pasal 2 hal terpenting adalah adanya perbuatan melawan hukum yang mendahului, sehingga terjadi kerugian keuangan negara dapat dianggap tindakan pidana korupsi,” ujar Michael.