Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sepuluh saksi mendalami dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, pada Rabu, 3 November 2021. Mereka diminta menjelaskan terkait dugaan Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra bagi-bagi duit ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membantu PT Adimulia Aglolestari.
"Terkait dugaan adanya intervensi tersangka AP (Andi Putra) dalam memberikan izin HGU dengan adanya paket pemberian sejumlah uang dalam bentuk 'fee' dan juga adanya rekomendasi perizinan dari pihak tertentu pada BPN yang tidak selayaknya dijadikan persyaratan pengajuan HGU dimaksud," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 4 November 2021.
Ali mengatakan sebanyak sepuluh saksi itu yakni Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kampar, Sri Ambar Kusumawati; Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Umar Fathoni; Kabid Pengadaan Tanah dan Pengembangan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Hermen; dan Kabid Penanganan Masalah dan Pengedalian Pertanahan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Tarbarita Simorangkir.
Baca: KPK Periksa Ajudan Bupati Kuansing
KPK juga memeriksa Kadis Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli; Analis Pemanfaatan Ruang pada Dinas PUPR, Tarkim dan Pertanahan Provinsi Riau, Febrian Indrawarman; Perekayasa Muda pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau, Anton Suprojo; dan Kasi Survein Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kab. Kuantan Singingi, Ruskandi.
Kemudian, KPK ikut memeriksa Penata Pertanahan Muda Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran pada Kanwil Pertanahan Provinsi Riau, Masrul; dan Camat Singingi Hilir pada Kab. Kuantan Singingi, Risman Ali.
Ali Fikri enggan memerinci lebih jauh pertanyaan penyidik ke saksi untuk menjaga kerahasian proses penyidikan. Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau, yakni Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) memeriksa sepuluh saksi mendalami dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, pada Rabu, 3 November 2021. Mereka diminta menjelaskan terkait dugaan Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra bagi-bagi duit ke Badan Pertanahan Nasional (
BPN) untuk membantu PT Adimulia Aglolestari.
"Terkait dugaan adanya intervensi tersangka AP (Andi Putra) dalam memberikan izin HGU dengan adanya paket pemberian sejumlah uang dalam bentuk '
fee' dan juga adanya rekomendasi perizinan dari pihak tertentu pada BPN yang tidak selayaknya dijadikan persyaratan pengajuan HGU dimaksud," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 4 November 2021.
Ali mengatakan sebanyak sepuluh saksi itu yakni Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kampar, Sri Ambar Kusumawati; Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Umar Fathoni; Kabid Pengadaan Tanah dan Pengembangan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Hermen; dan Kabid Penanganan Masalah dan Pengedalian Pertanahan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Tarbarita Simorangkir.
Baca:
KPK Periksa Ajudan Bupati Kuansing
KPK juga memeriksa Kadis Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli; Analis Pemanfaatan Ruang pada Dinas PUPR, Tarkim dan Pertanahan Provinsi Riau, Febrian Indrawarman; Perekayasa Muda pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau, Anton Suprojo; dan Kasi Survein Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kab. Kuantan Singingi, Ruskandi.
Kemudian, KPK ikut memeriksa Penata Pertanahan Muda Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran pada Kanwil Pertanahan Provinsi Riau, Masrul; dan Camat Singingi Hilir pada Kab. Kuantan Singingi, Risman Ali.
Ali Fikri enggan memerinci lebih jauh pertanyaan penyidik ke saksi untuk menjaga kerahasian proses penyidikan. Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait
OTT di Kuansing, Riau, yakni Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.