Jakarta: Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan divonis enam tahun penjara serta denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap dan gratifikasi.
"Menyatakan terdakwa I (Wahyu Setiawan) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 24 Agustus 2020.
Wahyu terbukti menerima suap SGD57.350 atau setara Rp600 juta. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
Agustiani dijatuhkan hukuman pidana empat tahun penjara. Ia juga dikenakan pidana denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Menurut hakim, suap itu berasal dari pihak swasta Saeful Bahri dan Harun Masiku. Uang diberikan bertahap, yakni SGD19 ribu dan SGD38.350 melalui perantara Agustiani.
Fulus diberikan agar Wahyu mengupayakan permohonan pergantian antarwaktu (PAW) disetujui KPU. PAW dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan (Sumsel) 1 ditujukan kepada Harun Masiku.
Hakim menyatakan perbuatan Wahyu tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Kemudian kejahatannya telah mencederai hasil pemilu melalui proses demokrasi yang berlandaskan kedaulatan rakyat.
"Terdakwa telah menikmati keuntungan dari hasil perbuatannya," ujar hakim Susanti.
Wahyu telah mengembalikan uang SGD15 ribu (Rp160 juta) dan Rp500 juta kepada negara melalui rekening Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan ringannya hukuman.
Baca: Wahyu Setiawan Menghadapi Vonis
Wahyu dan Agustiani dianggap terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIpikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Gratifikasi terbukti
Wahyu juga terbukti menerima gratifikasi dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Wahyu menerima Rp500 juta.
Pemberian uang terkait proses seleksi calon anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Wahyu diminta mengupayakan calon asal Papua Barat dipilih dalam proses seleksi itu. Wahyu dianggap melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Jakarta: Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan divonis enam tahun penjara serta denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap dan gratifikasi.
"Menyatakan terdakwa I (Wahyu Setiawan) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 24 Agustus 2020.
Wahyu terbukti menerima suap SGD57.350 atau setara Rp600 juta. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
Agustiani dijatuhkan hukuman pidana empat tahun penjara. Ia juga dikenakan pidana denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Menurut hakim,
suap itu berasal dari pihak swasta Saeful Bahri dan Harun Masiku. Uang diberikan bertahap, yakni SGD19 ribu dan SGD38.350 melalui perantara Agustiani.
Fulus diberikan agar Wahyu mengupayakan permohonan pergantian antarwaktu (PAW) disetujui
KPU. PAW dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan (Sumsel) 1 ditujukan kepada Harun Masiku.