Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan berkas penyidikan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Asrun, dan anaknya Wali Kota nonaktif Kendari Adriatma Dwi Putra. Ayah dan anak ini merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, selain Asrun dan Adriatma, penyidik juga turut menyelesaikan pemberkasan mantan Kepala BPKAD Kendari Fatmawaty Faqih. Dengan begitu, ketiganya segera diadili.
"Hari ini dilakukan pelimpahan barang bukti dan tiga tersangka ke penuntutan," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 26 Juni 2018.
Febri menjelaskan dalam kurun waktu Maret hingga Mei 2018, ketiganya telah diperiksa sebagai tersangka kurang lebih lima kali. Tak hanya itu, 41 saksi pun telah diperiksa penyidik untuk merampungkan berkas penyidikan ketiga tersangka tersebut.
"Rencananya, ketiganya akan menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta," pungkas Febri.
(Baca juga: Cagub Sultra Gunakan Uang Korupsi untuk Kampanye)
KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018. Dua tersangka di antaranya yakni Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) dan sang ayah Asrun, yang merupakan calon Gubernur Sulawesi Utara.
Kemudian, Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih. Dalam kasus ini, Adriatma diduga kuat telah menerima suap dari Hasmun Hamzah sebesar Rp2,8 miliar.
Uang diberikan Hasmun Hamzah secara bertahap, pertama sebesar Rp1,5 miliar dan terakhir Rp1,3 miliar. Diduga uang suap itu akan digunakan Adriatma untuk membiayai kampanye sang ayah Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara di Pilkada serentak 2018.
Atas perbuatannya, Hasmun Hamzah selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Adriatma, Asrun dan Fatmawati selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca juga: Jaksa Selisik Aliran Suap Asrun ke Partai Koalisi)
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan berkas penyidikan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Asrun, dan anaknya Wali Kota nonaktif Kendari Adriatma Dwi Putra. Ayah dan anak ini merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, selain Asrun dan Adriatma, penyidik juga turut menyelesaikan pemberkasan mantan Kepala BPKAD Kendari Fatmawaty Faqih. Dengan begitu, ketiganya segera diadili.
"Hari ini dilakukan pelimpahan barang bukti dan tiga tersangka ke penuntutan," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 26 Juni 2018.
Febri menjelaskan dalam kurun waktu Maret hingga Mei 2018, ketiganya telah diperiksa sebagai tersangka kurang lebih lima kali. Tak hanya itu, 41 saksi pun telah diperiksa penyidik untuk merampungkan berkas penyidikan ketiga tersangka tersebut.
"Rencananya, ketiganya akan menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta," pungkas Febri.
(Baca juga:
Cagub Sultra Gunakan Uang Korupsi untuk Kampanye)
KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018. Dua tersangka di antaranya yakni Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) dan sang ayah Asrun, yang merupakan calon Gubernur Sulawesi Utara.
Kemudian, Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih. Dalam kasus ini, Adriatma diduga kuat telah menerima suap dari Hasmun Hamzah sebesar Rp2,8 miliar.
Uang diberikan Hasmun Hamzah secara bertahap, pertama sebesar Rp1,5 miliar dan terakhir Rp1,3 miliar. Diduga uang suap itu akan digunakan Adriatma untuk membiayai kampanye sang ayah Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara di Pilkada serentak 2018.
Atas perbuatannya, Hasmun Hamzah selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Adriatma, Asrun dan Fatmawati selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca juga:
Jaksa Selisik Aliran Suap Asrun ke Partai Koalisi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)