Eks Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan KTP-el Husni Fahmi. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Eks Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan KTP-el Husni Fahmi. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Terdakwa Ungkap Tak Melaksanakan Tugas Terkait Pengadaan KTP-el

Fachri Audhia Hafiez • 06 Oktober 2022 17:19
Jakarta: Terdakwa kasus korupsi KTP-el, Husni Fahmi, mengaku pernah tak mengerjakan tugas tahapan pengadaan kartu identitas berbasis elektronik tersebut. Eks Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan KTP-el itu tidak mengerjakan tugas terkait penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).
 
"Ada tugas yang tidak dilaksanakan yaitu menyusun HPS," kata Husni saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Oktober 2022.
 
Menurut Husni, HPS sudah dibuat oleh Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Drajat Wisnu Setyawan. Husni menerima berkas tersebut pada 11 Februari 2011.

"Pak Drajat datang ke tempat saya memberikan dokumen HPS dalam keadaan sudah jadi dan sudah ditandangani oleh Pak Sugiharto (pejabat pembuat komitmen Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri serta Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan)," ujar Husni.
 
Husni diminta menandatangani berkas HPS tersebut oleh Drajat. Ia mengaku bahwa berkas yang mesti ditandatangani itu hanya berupa judul yang berkaitan dengan perangkat untuk pembuatan KTP-el.
 
"Jadi tidak ada, judul saja, misalnya server, fingerprint," ucap Husni.
 

Baca: KPK dan CPIB Singapura Bahas Pemulangan Paulus Tanos Pekan Ini


 
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Husni apakah dari judul perangkat tersebut mengarah pada hal lain. Husni memastikan bahwa perangkat tersebut sesuai dengan kebutuhan pengadaan KTP-el.
 
"Saat lihat judul item itu, kan sebagai orang teknis, mengarah kemana?," tanya jaksa.
 
"Kalau mengarahnya tidak ada, memenuhi apa yang yang dibutuhkan," kata Husni.
 
Husni dan mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun. Keduanya disebut mengatur dan mengarahkan proses pengadaan barang atau jasa paket pekerjaan penerapan KTP-el.
 
Perbuatan itu telah memperkaya sejumlah pihak, korporasi, termasuk Isnu sebesar USD20 ribu. PNRI diperkaya sejumlah Rp107,7 miliar; perusahaan anggota konsorsium PNRI, PT Quadra Solution sebesar Rp79 miliar; pemilik PT Sandipala Artha Putra, Anang Sugiana Sudihardjo sejumlah Rp145,8 miliar; dan Manajemen Bersama Konsorsium PNRI senilai Rp137,9 miliar.
 

Baca: Paulus Tanos Masuk Daftar Buronan KPK


 
Lalu, memperkaya penyedia jasa pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Andi Agustinus alias Andi Narogong sejumlah USD1.499.241; swasta Johanes Marliem USD14.880.000 dan Rp25,2 miliar; Direktur Utama PT LEN Industri Persero Wahyuddin Bagenda Rp2 miliar; mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman Rp2,3 miliar, USD877.700, dan SGD6.000.
 
Kemudian, memperkaya mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni sejumlah USD500 ribu dan Rp22,5 juta; mantan pejabat Kemendagri Sugiharto USD3.473.830; dan Ketua Panitia Pengadaan Barang Jasa di Dirjen Dukcapil Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan USD40 ribu dan Rp25 juta.
 
"Berikutnya, memperkaya mantan Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto USD7.300.000 dan jam tangan merk Richard Mille seri RM 011 seharga USD135.000," tulis surat dakwaan.
 
Isnu dan Husni didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan