"Enggak boleh, itu pidananya di situ (Pasal) 36 dan 65 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)," kata Saut usai diperiksa terkait dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK SYL di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Oktober 2023.
Menurut Saut, Firli Bahuri harus dikenakan sanksi etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, bila paham undang-undang. Dalam regulasi itu, kata dia, ada lima tugas Dewas KPK, yakni integritas, sinergisitas, profesional, kepemimpinan, dan keadilan.
"Jadi profesional enggak ini pimpinan ketemu sama orang yang berperkara? Ya berarti melanggar kan, harusnya komisi etiknya bekerja dong. Harusnya Dewasnya sudah mulai bekerja kalau memang itu terjadi. Tapi sampai hari ini kita enggak dengar kan," ujar Saut.
Apalagi, kata Saut, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto telah menangani kasus dugaan pemerasan tersebut. Kasusnya juga sudah naik ke tahap penyidikan.
"Makanya, saya enggak mau. Karena itulah kita hadir di sini, untuk menjelaskan membantu pemikiran dari pengalaman saya seperti apa sebenarnya filosofi Pasal 36 dan 65 itu sebenarnya yang dimaksudkan dengan dimulainya perkara yang ditangani KPK," tutur Saut.
Baca Juga: Enggan Ungkap Nama Terlapor Kasus Pemerasan SYL, Kapolri: Itu Teknis |
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.
Sementara itu, Pasal 65 UU KPK menyebutkan setiap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Saut diperiksa mulai sekitar pukul 11.00 WIB. Dia memberikan keterangan dalam kasus ini sebagai ahli karena merupakan mantan wakil ketua KPK.
Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK telah naik ke tahap penyidikan pada Jumat, 6 Oktober 2023 usai gelar perkara. Polda Metro Jaya telah menerbitkan surat perintah (sprint) penyidikan, guna melakukan serangkaian penyidikan mencari dan mengumpulkan bukti untuk penetapan tersangka.
Terlapor dalam kasus ini adalah pimpinan KPK. Polisi mempersangkakan terlapor Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahu 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.
Kronologi kasus
Kasus ini berawal saat ada aduan masyarakat (dumas) masuk ke Polda Metro Jaya pada Sabtu, 12 Agustus 2023 terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kemudian, polisi menerbitkan surat perintah pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) pada Selasa, 15 Agustus 2023, sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas informasi atau pengaduan masyarakat tersebut.Baca Juga: MAKI Ancam Polda Metro jika Lemot Tetapkan dan Tangkap Tersangka Kasus Pemerasan SYL |
Selanjutnya, surat perintah penyelidikan diterbitkan pada 21 Agustus 2023. Sehingga, tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian upaya penyelidikan menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari aduan masyarakat tersebut.
Dalam proses penyelidikan, dilakukan serangkaian klarifikasi atau permintaan keterangan kepada beberapa pihak. Pemeriksaan dilakukan mulai 24 Agustus 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id