Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meyakini bakal ada orang baru yang terseret kasus suap izin usaha pertambangan Tanah Bumbu, Kalimatan Selatan (Kalsel). Kasus tersebut sejauh ini hanya menyeret eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, sebagai terdakwa.
"Sejak awal, termasuk saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Banjarmasin, saya bilang ini kasus aneh. Kok cuman satu orang? Pastilah ada lain yang lain, yang terlibat,” ujar Margarito kepada wartawan, Senin, 6 Juni 2022.
Margarito meyakini Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami dugaan rasuah tersebut. Apalagi, dalam persidangan sejumlah saksi mengungkap terang fakta-fakta kasus tersebut.
Margarito menilai wajar jika pihak yang terlibat kasus ini merasa khawatir bakal terjerat hukum. Sejatinya, kata dia, tak ada kriminalisasi apalagi mafia hukum yang bermain dalam perkara dugaan suap pengalihan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.
“Itu semua enggak benarlah. Fakta hukum di persidangan sudah jelas kok. Tinggal bagaimana Kejagung atau KPK membongkar tuntas perkara ini. Dan saya yakin ada orang baru yang bakalan kena. Enggak ada ilmunya hanya satu orang yang kena,” tegas dia.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Dwidjono penjara lima serta denda Rp1,3 miliar. Tuntutan ini dibacakan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Senin, 6 Juni 2022.
Di sisi lain, KPK tengah melakukan penyelidikan kasus baru terkait dugaan suap izin pertambangan di Tanah Bumbu. Dalam pengusutan ini, penyidik memanggil mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming pada Kamis, 2 Juni 2022.
Baca: Periksa Mardani Maming, KPK Bakal Koordinasi dengan Penegak Hukum Lain
Pemanggilan Mardani ini termaktub dalam surat panggilan KPK beromor R.467/Lid.01.01/22/05/2022, tertanggal 14 Mei 2022. Surat tersebut ditunjukan kepada Mardani dalam kapasitas sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018.
Dalam surat itu, penyidik ingin meminta keterangan Mardani terkait dugaan tindak pidana rasuah pemberian perizinan usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu periode 2010-2022. Mardani juga diperintahkan membawa dokumen terkait pelimpahan IUP OP PT BKPL ke PT PCN. Yakni Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang dikeluarkan Mardani.
Usai diperiksa, Mardani justru membantah diperiksa terkait kasus tersebut. Dia mengaku diperiksa KPK terkait masalahnya dengan pemilik PT Jhonlin Group, Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
"Saya hadir di sini sebagai pemberi informasi penyelidikan. Tetapi intinya, saya hadir di sini, ini permasalahan saya dengan Andi Syamsuddin atau Haji Isam pemilik Jhonlin Group,” kata Mardani di Gedung KPK.
Informasi yang diterima wartawan, penyelidikan kasus baru ini sebagai tindaklanjut laporan Dwidjono terkait keterlibatan Mardani dalam proses pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestasi (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN). Padahal, UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) melarang pengalihan tersebut.
Dalam laporannya ke KPK, Dwidjono mengaku diperintah Mardani yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu untuk mengalihkan IUP PT (BKPL) ke PT (PCN) sekitar Oktober 2011. Dwidjono mengaku diminta Mardani secara lisan untuk membantu (Alm) Henry Soetio selaku Dirut PT PCN.
Dalam laporan tulisan tangan yang beredar ke wartawan, Dwidjono juga menyampaikan ihwal pelabuhan PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang dimiliki Henry Soetio. Mardani disebut mendapat fee Rp10.000/Mt. Hal ini diketahuinya dari pengakuan Henry Soetio.
Informasi fee Rp10.000/mt untuk Mardani juga didapatkan dari salah satu direktur PT Berkat Borneo Coal (BBC) dalam persidangan. Fee tersebut dikirimkan kepada dua perusahaan yang berada di bawah bendera Batulicin 69.
Masih menurut laporan Dwidjono, Mardani dan Henry Soetio sering melakukan pertemuan ketika proses pengalihan IUP sedang berjalan. Pertemuan sering dilakukan di Jakarta.
Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meyakini bakal ada orang baru yang terseret
kasus suap izin usaha pertambangan Tanah Bumbu, Kalimatan Selatan (Kalsel). Kasus tersebut sejauh ini hanya menyeret eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, sebagai
terdakwa.
"Sejak awal, termasuk saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Banjarmasin, saya bilang ini kasus aneh. Kok cuman satu orang? Pastilah ada lain yang lain, yang terlibat,” ujar Margarito kepada wartawan, Senin, 6 Juni 2022.
Margarito meyakini
Kejaksaan Agung (Kejagung) atau
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami dugaan rasuah tersebut. Apalagi, dalam persidangan sejumlah saksi mengungkap terang fakta-fakta kasus tersebut.
Margarito menilai wajar jika pihak yang terlibat kasus ini merasa khawatir bakal terjerat hukum. Sejatinya, kata dia, tak ada kriminalisasi apalagi mafia hukum yang bermain dalam perkara dugaan suap pengalihan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.
“Itu semua enggak benarlah. Fakta hukum di persidangan sudah jelas kok. Tinggal bagaimana Kejagung atau KPK membongkar tuntas perkara ini. Dan saya yakin ada orang baru yang bakalan kena. Enggak ada ilmunya hanya satu orang yang kena,” tegas dia.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Dwidjono penjara lima serta denda Rp1,3 miliar. Tuntutan ini dibacakan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Senin, 6 Juni 2022.
Di sisi lain, KPK tengah melakukan penyelidikan kasus baru terkait dugaan suap izin pertambangan di Tanah Bumbu. Dalam pengusutan ini, penyidik memanggil mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming pada Kamis, 2 Juni 2022.
Baca:
Periksa Mardani Maming, KPK Bakal Koordinasi dengan Penegak Hukum Lain
Pemanggilan Mardani ini termaktub dalam surat panggilan KPK beromor R.467/Lid.01.01/22/05/2022, tertanggal 14 Mei 2022. Surat tersebut ditunjukan kepada Mardani dalam kapasitas sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018.