Jaksa Agung ST Burhanuddin
Jaksa Agung ST Burhanuddin

Jaksa Agung Berharap Hakim Berani Vonis Mati Koruptor Kelas Kakap

Al Abrar • 25 November 2021 12:45

Ia pun mengeluhkan proses eksekusi yang dilakukan oleh Jaksa eksekutor selama ini kerap terkendala oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir Undang-undang sebelumnya.
 
Salah satu contoh ialah terkait upaya peninjauan kembali yang dapat dilakukan lebih dari satu kali merujuk pada putusan MK nomor 34/TPU/XI/2013 yang kemudian merevisi Pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Lalu, putusan MK nomor 117/TPU/XIII/2015 yang kini membuat permohonan grasi dapat dilakukan tanpa batas.
 
"Kedua putusan MK tersebut berpotensi dapat menjadikan pelaksanaan putusan menjadi berlarut-larut manakala terpidana yang hendak dieksekusi tiba-tiba mengajukan permintaan PK atau permohonan grasi. Inilah yang menyebabkan tidak selesai-selesainya eksekusi," jelasnya. 

Pemberian hukuman pidana penjara yang panjang bagi koruptor, dinilai Burhanuddin hanya menjerakan pelaku korupsi. 
 
Oleh sebab itu, Ia menegaskan akan terus menyuarakan gagasan penghukuman mati bagi koruptor kelas kakap. Tujuannya, agar efek jera dapat dirasakan hingag ke masyarakat langsung dan bukan hanya pada terpidana kasus korupsi.
 
"Saya menegaskan kembali bahwa gagasan untuk menghukum mati koruptor adalah bentuk manifestasi kegalauan pemberantasan tipikor. Mengapa ribuan suddh diungkap dan ribuan pelaku korupsi telah ditindak, tapi justru kualitas dan tingkat kerugian negara justru semakin meningkat," tukasnya.
 
Sebagai informasi, wacana pemberian hukuman mati bagi koruptor kelas kakap mendapat dukungan dari Ketua KPK Firli Bahuri. Ia menilai bahwa jika konsep tersebut dimungkinkan oleh aturan hukum, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. 
 
"Setuju. Bahkan, saya pernah menyampaikan perlu dibuat pasal tersendiri sehingga 30 tindak pidana korupsi bisa dikenakan hukuman mati," kata Firli, saat usai menghadiri Webinar Sinergitas Pemberantasan Narkoba, Korupsi dan Terorisme, di Mapolda Bali, Rabu, 24 November 2021.
 
Namun demikian, usulan tersebut kerap menuai polemik dari sejumlah elemen masyarakat sipil. Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai bahwa usulan tersebut hanya sebagai gimik yang diutarakan oleh para pemangku kebijakan terkait. 
 
Ardi menilai, wacana itu dimunculkan untuk mengembalikan kepercayaan publik akibat kegagalan dua institusi tersebut untuk melakukan pemberantasan korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan