Ilustrasi. Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melakukan aksi damai memperingati Hari HAM Internasional di Tugu Pal Putuh, Yogyakarta, Selasa (10/12/2019). Foto: Antara/Andreas Fitri At
Ilustrasi. Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melakukan aksi damai memperingati Hari HAM Internasional di Tugu Pal Putuh, Yogyakarta, Selasa (10/12/2019). Foto: Antara/Andreas Fitri At

Negara Harus Jujur Soal Pelanggaran HAM Masa Lalu

Candra Yuri Nuralam • 17 Desember 2019 06:30
Jakarta: Profesor Harvard University Martha L. Minow menyebut, negara wajib jujur dan mengakui ke publik terkait pelanggaran HAM jika ingin merevisi undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). Hal itu dinilai keseriusan negara dalam mengusut sejumlah pelanggaran HAM masa lalu.
 
"Pertama, terkait kejujuran sangat penting untuk upaya ini. Pembukaan fakta yang ditemukan sangat penting," kata Martha saat video conference dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 16 Desember 2019.
 
Martha juga menyarankan pemerintah untuk menjujung tinggi prinsip dasar untuk pembongkaran kasus. Hal ini merupakan keseriusan dari negara, dan penindaklanjutan kasus HAM yang sudah terjadi.

"Bahwa ada melihat kekecewaan harus didemonstrasikan untuk masa depan lebih baik, ini juga untuk mencari kejelasan untuk mencari upaya kejujuran dan pengakuan yang tulus untuk berkomitmen di masa depan," ujar Martha.
 
Komitmen dari pengakuan dan fakta yang ditemukan ini penting untuk pendidikan masyarakat. Hal itu untuk menciptakan masa depan lebih baik untuk generasi penerus suatu negara.
 
Seluruh konsep itu harus dilakukan oleh lembaga yang independen. Menurut Martha, lembaga itu harus murni tanpa hasutan siapapun.
 
"Contohnya adalah terkait pembangunan sekitar ratusan KKR di seluruh dunia, dan dari beberapa komisi yang diberlakukan, seperti aspek keadilan yang ditekankan dari komisi KKR ini dan pentingnya timeline dari kasus tersebut, dan penjelasan nama, bukan anonim," ucap Martha.
 
Selain itu, kata Martha, negara juga harus meminta maaf kepada korban dalam kasus pelanggaran HAM jika pelakunya sudah meninggal dunia. Pengakuan maaf negara bisa menjadi refleksi bentuk keadilan untuk para korban.
 
"Pemerintah harus menunjukkan dalam keadilan yang nyata. Di masa sekarang ada banyak contoh permintaan maaf dengan menunjukkan detail penting di lapangan yang dapat mengekspresikan penyesalan," tutur Martha.
 
Martha mengatakan hingga saat ini masih belum ada formula yang tepat untuk KKR. Menurutnya, keinginan kuat dari korban untuk mendapat kejelasan fakta yang akurat masih belum bisa dipenuhi oleh banyak negara di dunia.
 
Namun, korban pelanggaran HAM juga tidak bisa didiamkan. Mereka berhak mendapatkan keadilan. "Tentunya hal ini akan merefleksikan keadilan kepada keluarga korban," kata dia.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan