Jakarta: DPR dan pemerintah sepakat membawa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke rapat paripurna. Kesepakatan diambil dalam rapat pembahasan RKUHP tingkat pertama antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Komisi III.
"Izinkan saya untuk memberikan pengesahan untuk diketok. Bisa disepakati?" tanya Ketua Komisi III Aziz Syamsudin di ruang rapat Komisi III, Rabu, 18 September 2019.
Seluruh fraksi dan pemerintah menyetujui RKUHP tersebut. Sepuluh fraksi memberikan pandangan tentang RKUHP sebelum palu diketok.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RKUHP Mulfachri menyampaikan KUHP yang baru disepakati terdiri dari dua buku dengan total 629 Pasal. Rinciannya, buku kesatu tentang peraturan umum terdiri dari 6 Bab dan 187 pasal.
"Kemudian buku kedua tentang tindak pidana yang terdiri dari 36 Bab dan 442 Pasal," ucap Mulfachri.
Mulfachri menyampaikan beberapa isu krusial yang berkembang dalam pembahasan RKUHP. Misalnya, penerapan asas legalitas pasif.
"Berdasarkan asas tersebut hukum positif yang tertulis maupun tidak tertulis dapat diterapkan di Indonesia supaya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta asas-asas hukum lainnya," jelas Mulfachri.
Isu krusial lainnya terkait perluasan pertanggungjawaban pidana yaitu korporasi. Dia menyebut dalam KUHP baru, korporasi bisa menjadi subjek hukum pidana sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kemudian, tentang penerapan doktrin sistem pemidanaan yang diatur dan dilaksanakan berdasarkan ultimum remedium. Tujuan pemidanaan memasyarakatkan dan pembinaan.
Tindak pidana, kata dia, diatur secara khusus dengan membedakan sistem pemidanaan dan tindakan. Sistem pemidanaan untuk orang dewasa dan jenis-jenis pemidanaan juga diperluas sehingga tidak berorientasi pada pidana penjara.
Pidana mati juga menjadi isu krusial. Ia menjelaskan pidana mati merupakan pidana bersifat khusus yang selalu diancam secara alternatif. Pidana mati menjadi alternatif pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.
"Selain itu harus diatur dengan syarat-syarat atau kriteria khusus dalam penjatuhan pidana mati," tutur dia.
Dia menambahkan RKUHP merupakan bagian dari rekodifikasi dan pengaturan-pengaturan berbagai jenis tindak pidana di KUHP dan undang-undang terkait lainnya. RKUHP telah menyesuaikan perkembangan masyarakat modern.
Terakhir, pengaturan tindak pidana khusus dalam RKUHP diatur dengan kriteria-kriteria yang jelas dan pasti untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Mulfachri menyebut ini dilakukan merespons perkembangan teknologi dan komunikasi yang telah mempengaruhi kejahatan yang lebih luas, lintas batas dan terorganisasi.
DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna akhir bulan ini. Merujuk jadwal, paripurna pamungkas DPR periode 2014-2019 berlangsung pada 24 September 2019.
Jakarta: DPR dan pemerintah sepakat membawa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke rapat paripurna. Kesepakatan diambil dalam rapat pembahasan RKUHP tingkat pertama antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Komisi III.
"Izinkan saya untuk memberikan pengesahan untuk diketok. Bisa disepakati?" tanya Ketua Komisi III Aziz Syamsudin di ruang rapat Komisi III, Rabu, 18 September 2019.
Seluruh fraksi dan pemerintah menyetujui RKUHP tersebut. Sepuluh fraksi memberikan pandangan tentang RKUHP sebelum palu diketok.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RKUHP Mulfachri menyampaikan KUHP yang baru disepakati terdiri dari
dua buku dengan total 629 Pasal. Rinciannya, buku kesatu tentang peraturan umum terdiri dari 6 Bab dan 187 pasal.
"Kemudian buku kedua tentang tindak pidana yang terdiri dari 36 Bab dan 442 Pasal," ucap Mulfachri.
Mulfachri menyampaikan beberapa
isu krusial yang berkembang dalam pembahasan RKUHP. Misalnya, penerapan asas legalitas pasif.
"Berdasarkan asas tersebut hukum positif yang tertulis maupun tidak tertulis dapat diterapkan di Indonesia supaya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta asas-asas hukum lainnya," jelas Mulfachri.
Isu krusial lainnya terkait perluasan pertanggungjawaban pidana yaitu korporasi. Dia menyebut dalam KUHP baru, korporasi bisa menjadi subjek hukum pidana sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kemudian, tentang penerapan doktrin sistem pemidanaan yang diatur dan dilaksanakan berdasarkan ultimum remedium. Tujuan pemidanaan memasyarakatkan dan pembinaan.
Tindak pidana, kata dia, diatur secara khusus dengan membedakan sistem pemidanaan dan tindakan. Sistem pemidanaan untuk orang dewasa dan jenis-jenis pemidanaan juga diperluas sehingga tidak berorientasi pada pidana penjara.
Pidana mati juga menjadi isu krusial. Ia menjelaskan pidana mati merupakan pidana bersifat khusus yang selalu diancam secara alternatif. Pidana mati menjadi alternatif pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.
"Selain itu harus diatur dengan syarat-syarat atau kriteria khusus dalam penjatuhan pidana mati," tutur dia.
Dia menambahkan RKUHP merupakan bagian dari rekodifikasi dan pengaturan-pengaturan berbagai jenis tindak pidana di KUHP dan undang-undang terkait lainnya. RKUHP telah menyesuaikan perkembangan masyarakat modern.
Terakhir, pengaturan tindak pidana khusus dalam RKUHP diatur dengan kriteria-kriteria yang jelas dan pasti untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Mulfachri menyebut ini dilakukan merespons perkembangan teknologi dan komunikasi yang telah mempengaruhi kejahatan yang lebih luas, lintas batas dan terorganisasi.
DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna akhir bulan ini. Merujuk jadwal, paripurna pamungkas DPR periode 2014-2019 berlangsung pada 24 September 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)