Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Titan Infra Energi Berharap Komunikasi dengan Kreditur Bisa Lebih Baik

Juven Martua Sitompul • 27 Juni 2022 01:15
Jakarta: Direktur Utama PT Titan Infra Energi (TIE) Darwan Siregar Darwan mengakui pihaknya mempunyai kredit dan kewajiban mengembalikan kepada bank (kreditur). Namun, perjanjian kredit itu berlaku sampai November 2023.
 
Kredit sebesar USD450 juta itu dengan jaminan seluruh aset, saham, perusahaan, anak perusahaan, maupun jaminan pribadi. Darwan menjelaskan pihaknya berupaya melakukan penangguhan pembayaran pada 2020 lantaran dampak pandemi covid-9 yang melanda dunia sehingga harga komoditas energi termasuk batu bara terjun bebas ke titik terendah.
 
Proposal penundaan itu bukan tanpa alasan. Sebab, begitu pemerintah Indonesia mengumumkan adanya pandemi covid-19, pihak Otoritas Jasa Keuangan juga meluncurkan beleid relaksasi kredit. Titan pun berusaha mengikuti kebijakan relaksasi kredit tersebut.

Namun sepanjang tiga tahun terakhir ini, kata dia, upaya restrukturisasi kredit yang disodorkan Titan ke kreditur sindikasi termasuk Bank Mandiri, selalu bertepuk sebelah tangan.
 
"Sebagai bentuk niat baik, kami segera datangi kembali Bank Mandiri. Sebagai nasabah, kami berharap komunikasi bisa berjalan lebih baik lagi," kata Darwan kepada wartawan, Jakarta, Minggu, 26 Juni 2022.
 
Sebagai bukti niat baik, Titan bahkan terus berupaya mengangsur kredit sindikasi tersebut. Misalnya, pada 2021 Titan melakukan pembayaran lebih dari USD46 juta dan sampai dengan Juni 2022 lebih dari USD35 juta.
 

Baca: Stafsus Wapres: Kasus Titan Sangat Berpotensi Merugikan Negara


PT Bank Mandiri Tbk akhirnya buka suara soal kasus PT Titan. Namun, pernyataan Mandiri melalui keterbukaan informasi publik di bursa efek Indonesia dinilai normatif. Dalam keterangannya, Mandiri menyatakan utang Titan kepada kreditur sindikasi berstatus non performing loan alias macet.
 
"Pernyataan NPL itu sangat berlebihan. Buktinya, kita masih bayar," kata Darwan.
 
Sementara itu, kuasa hukum PT Titan, Haposan Hutagalung, mengatakan situasi pandemi mmebuat kliennya tidak mampu mencicil utangnya secara penuh. Dia mengutip Pasal 19 ayat (2) UU 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
 
"Undang-undang ini berbunyi, tidak seorang pun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang," kutip Haposan.
 
 

Selain itu, yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969 tertanggal 11 Maret 1970, dalam pertimbangan hukumnya jelas menyatakan 'Sengketa utang piutang adalah merupakan sengketa perdata. Pernyataan Haposan tersebut dipertegas guru besar hukum perdata dari Universitas Gadjah Mada, M Hawin.
 
Hawin menjelaskan perjanjian kredit fasilitas yang disepakati Titan dan kreditur sindikasi PT Bank Mandiri Tbk, Credit Suisse AG Cabang Singapura, PT Bank CIMB Niaga, dan Trafigura Pte Ltd merupakan murni perikatan perdata.
 
Perikatan yang ditandatangani pada 28 Agustus 2018 tersebut memiliki alas hukum sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Hawin menambahkan dalam Pasal 1320  itu ada empat aspek yang telah terpenuhi. Mulai dari objek yang diperjanjikan, kecapakapan para pihak yang terlibat, suatu sebab yang tidak dilarang hingga yang terutama adalah kesepakatan para pihak.
 
"Kalau kemudian Bank Mandiri menuding klien melakukan tindak pidana penggelapan dan tindak pidana pencucian uang, jelas perlu pembuktian yang amat cermat. Peluang Titan melakukan transfer gelap nyaris tidak dapat dilakukan," kata dia.
 
Seluruh akun bank yang digunakan perjanjian kredit milik Titan dan anak-anak usahanya ini menggunakan rekening Bank Mandiri, yang juga bertindak selaku agen. Isi akun itu hanya bisa didebet kreditur sindikasi pada saat jatuh tempo cicilan pembayaran kredit.  
 
Alur transaksi kas yang ada, baik di rekening operasional (operational account), rekening penagihan (collection account), maupun rekening debt service account (DSA) yang disepakati dalam perjanjian CAMA sudah mengatur kesepakatan detail tentang seluruh akun-akun tersebut serta CAMA juga didasarkan pada Hukum Negara Inggris.
 
"Ini semua ranah hukum perdata," ujar Hawin.
 
Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden yang juga Sekretaris Dewan Penasihat DPN Peradi, Adi Warman, mengkhawatirkan masalah yang membelit Titan bagian dari skenario praktik industrial hukum. Praktik industrial hukum sederhananya menggunakan berbagai instrumen seperti polisi, jaksa, pengacara, dokumen, untuk mengambil apa yang menjadi milik orang lain, misal sebuah perusahaan.
 
"Kalau ini bagian dari praktik industrial hukum, pemerintah tidak boleh diam," tegas Adi Warman beberapa waktu lalu.
 
Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan aparat penegak hukum dan birokrasi untuk melindungi investasi nasional maupun asing di Tanah Air.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan