Jakarta: Setahun lalu, ledakan bom terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Aksi yang dilakukan sepasang suami istri ini terjadi selepas ibadah Minggu Palma atau misa pembuka pekan suci paskah, pada 28 Maret 2021.
Sebanyak 19 orang yang merupakan jemaat dan petugas keamanan gereja mengalami luka ringan hingga berat. Pelaku merupakan laki-laki berinisial L dan perempuan berinisial YSF. Keduanya merupakan karyawan swasta dan baru menikah enam bulan.
Keduanya melakukan aksi bom bunuh diri dari atas sepeda motor. Pelaku sempat ingin masuk ke dalam gereja, namun diadang petugas keamanan.
"Kita tentu tidak bisa lupa, karena banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa itu agar tidak terulang peristiwa yang sama," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar saat dihubungi Medcom.id, Rabu, 30 Maret 2022.
Aswin mengatakan mengingat insiden itu bukan berarti hendak memunculkan trauma bagi korban atau pihak-pihak yang menjadi saksi mata. Insiden itu harus membuat seluruh pihak menyadari kalau potensi ancaman teroris itu nyata.
"Dan kita berusaha terus menjaga atau membendung, serta mengungkap jaringan-jaringan teroris tersebut," ujar dia.
Aswin mengungkapkan Densus 88 sejatinya sudah berupaya melakukan tindakan preventif strike beberapa pekan sebelum peristiwa ledakan tersebut. Hasil pemeriksaan dan dokumen yang dikumpulkan Densus 88, Gereja Katedral Makassar bukan satu-satunya target teroris.
"Ada sekitar lima atau enam titik yang akan diserang oleh mereka, dan semuanya berhasil digagalkan. Namun pada saat ledakan itu terjadi, kita langsung teringat ini adalah rangkaian dari upaya preventif strike, masih ada anggota kelompok yang berusaha menunjukkan eksistensinya dan perlawanannya," beber Aswin.
Pascakejadian, Densus bergerak cepat. Hampir seluruh jaringan yang terkait dengan peristiwa ledakan itu dibongkar. Baik yang ada di sekitar Makassar, maupun kelompok yang terafiliasi di daerah lain.
Pada 2021, kata Aswin, merupakan tahun penangkapan teroris terbanyak dalam sejarah Densus sejak kasus bom Bali dan Hotel JW Marriot. Jumlah terduga teroris yang ditangkap mencapai 370 orang.
"Kita tidak mau ada peristiwa yang serupa lagi. maka lebih baik kita lakukan preventif strike tadi. Intinya mencegah sebelum terjadi. Baik pada tahapan atau rencana," ungkap dia.
Aswin mengatakan pengungkapan kasus terorisme biasanya dihadapkan pada proses penangkapan terhadap pelaku penyerangan atau eksekutor. Namun, Densus 88 kini sudah bergerak lebih maju dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Adanya Undang-Undang Nomor 5 Taun 2018 memberikan ruang lebih luas bagi kami, karena untuk bisa menyasar 'ke atas'. Ini bukan tiba-tiba seseorang terinspirasi lalu meledakkan diri, tidak. (Terorisme) ini suatu proses panjang," jelas dia.
Jejak Munarman
Rangkaian pengungkapan dilakukan Densus 88 pascakejadian bom di Makassar. Hingga pada 27 April 2021, Densus menangkap mantan petinggi ormas Front Pembela Islam (FPI) Munarman di kediamannya, kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Munarman ditangkap karena diduga terlibat dalam pembaiatan di beberapa lokasi. Pertama, pembaiatan di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Kedua, pembaitan di Makassar dan Medan. Polisi menyebut pembaiatan di Makassar terafiliasi dengan jaringan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).
Munarman sedang menjalani peradilan dalam kasus ini. Dakwaan terhadap Munarman tak jauh beda dengan yang diungkap polisi.
Baca: Dinilai Terbukti Terlibat Terorisme, Munarman Dituntut 8 Tahun Penjara
Dalam persidangan, seorang saksi pelapor berinisial M mengaitkan Munarman dengan peristiwa pengeboman Katedral Bunda Maria di Jolo, Filipina pada 2019. Menurutnya, pengeboman itu berkaitan dengan kelompok terorisme di Makassar yang disebut terafiliasi pula dengan Munarman.
Munarman tak terima ditetapkan tersangka kasus dugaan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme. Dia menuding penetapan tersangka itu tak sesuai prosedur.
"Sungguh hebat luar biasa dan patut diusulkan untuk masuk Guinness World Records cara kerja dalam penetapan saya sebagai tersangka tersebut," kata Munarman saat membacakan surat eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu, 15 Desember 2021.
Munarman menilai penetapan tersangka terhadap dirinya tidak didukung dengan alat bukti yang cukup. Menurut dia, penetapan tersangka dirinya berdasarkan satu alat bukti dan berupa penggiringan opini.
Jaksa menuntut Munarman delapan tahun penjara. Sedangkan, Munarman meminta terbebas dari segala tuntutan. Ia merasa tak bersalah.
Majelis hakim menjadwalkan sidang vonis Munarman pada Rabu, 6 April 2022. Sidang ini akan menentukan pembuktian jejak terorisme Munarman.
Jejak Munarman
Rangkaian pengungkapan dilakukan Densus 88 pascakejadian bom di Makassar. Hingga pada 27 April 2021, Densus menangkap mantan petinggi ormas Front Pembela Islam (FPI)
Munarman di kediamannya, kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Munarman ditangkap karena diduga terlibat dalam pembaiatan di beberapa lokasi. Pertama, pembaiatan di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Kedua, pembaitan di Makassar dan Medan. Polisi menyebut pembaiatan di Makassar terafiliasi dengan jaringan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).
Munarman sedang menjalani peradilan dalam kasus ini. Dakwaan terhadap Munarman tak jauh beda dengan yang diungkap polisi.
Baca:
Dinilai Terbukti Terlibat Terorisme, Munarman Dituntut 8 Tahun Penjara
Dalam persidangan, seorang saksi pelapor berinisial M mengaitkan Munarman dengan peristiwa pengeboman Katedral Bunda Maria di Jolo, Filipina pada 2019. Menurutnya, pengeboman itu berkaitan dengan kelompok terorisme di Makassar yang disebut terafiliasi pula dengan Munarman.
Munarman tak terima ditetapkan tersangka kasus dugaan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme. Dia menuding penetapan tersangka itu tak sesuai prosedur.
"Sungguh hebat luar biasa dan patut diusulkan untuk masuk
Guinness World Records cara kerja dalam penetapan saya sebagai tersangka tersebut," kata Munarman saat membacakan surat eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu, 15 Desember 2021.
Munarman menilai penetapan tersangka terhadap dirinya tidak didukung dengan alat bukti yang cukup. Menurut dia, penetapan tersangka dirinya berdasarkan satu alat bukti dan berupa penggiringan opini.
Jaksa menuntut Munarman delapan tahun penjara. Sedangkan, Munarman meminta terbebas dari segala tuntutan. Ia merasa tak bersalah.
Majelis hakim menjadwalkan sidang vonis Munarman pada Rabu, 6 April 2022. Sidang ini akan menentukan pembuktian jejak terorisme Munarman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)