Jakarta: Serangan gencar terhadap Kejaksaan Agung, termasuk Jaksa Agung ST Burhanuddin secara pribadi, merupakan bentuk propaganda para koruptor untuk mengganggu upaya penegakan hukum. Serangan itu diduga untuk mendelegitimasi upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan Kejaksaan Agung.
"Setelah gagal menyerang Jaksa Agung dari sisi kinerja, para koruptor melalui kaki tangannya kini berusaha menyerang Jaksa Agung secara pribadi. Saya melihat serangan ini terencana dan mempunyai maksud jahat," kata budayawan Kidung Tirto Suryo Kusumo, Kamis 4 November 2021.
Dia pun mengingatkan kepada Jaksa Agung dan jajarannya agar mewaspadai berbagai serangan yang semakin masif dan berbau berita bohong alias hoaks. "Koruptor dan kaki tangannya tidak akan berhenti menyerang upaya pemberantasan korupsi. Ini harus diwaspadai penegak hukum, bukan hanya Kejagung tetapi juga institusi lain seperti KPK, Polri, dan Kehakiman," ujarnya.
Baca: Kejar Kerugian Negara Ketimbang Mengumbar Hukuman Mati Koruptor
Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Musakkir mengatakan, kinerja Kejagung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin dalam memberantas korupsi memang membuat koruptor gigit jari. Banyak kasus-kasus korupsi besar berhasil dibongkar dan tersangkanya diseret ke pengadilan.
"Tidak heran jika Jaksa Agung dibenci koruptor sehingga dia diserang, baik secara institusi maupun pribadi," kata Musakkir.
Selain kinerja luar biasa dalam memberangus koruptor, Musakkir menilai Jaksa Agung Burhanuddin membuat terobosan hukum yang patut diapresiasi yakni melalui restorative justice.
"Kejagung sudah menyelesaikan 300 kasus lebih melalui penerapan Keadilan Restoratif, sebagai wujud Kejaksaan yang responsif terhadap perkembangan penyelesaian perkara. Ini terobosan hukum yang luar biasa menurut saya," ungkapnya.
Baca: ICW Menentang Wacana Hukuman Mati untuk Koruptor
Senada dengan Musakkir, pakar hukum pidana Dwi Seno Wijanarko mengatakan serangan balik para koruptor itu terlihat dari gencarnya serangan terhadap institusi Kejaksaan Agung, bahkan terhadap Jaksa Agung Burhanuddin secara pribadi, dalam beberapa waktu terakhir.
“Prestasi luar biasa Kejagung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin dalam mengungkap kasus-kasus korupsi membuat koruptor kalap. Mereka menyerang balik menggunakan berbagai cara, termasuk dengan menyebarkan berita bohong dan pembunuhan karakter Jaksa Agung,” ujarnya.
Dalam melakukan serangan balik, lanjut Dwi Seno, para koruptor tersebut memanfaatkan kaki tangan atau kolaborator, baik dari luar maupun internal penegak hukum, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap Kejagung.
“Target utama mereka Jaksa Agung sebagai tokoh sentral di Kejagung. Harapan mereka, jika publik tidak percaya kepada Jaksa Agung maka akan muncul ketidakpercayaan juga terhadap Kejaksaan yang sedang menangani kasus mereka,” kata pakar hukum dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini.
Jakarta: Serangan gencar terhadap Kejaksaan Agung, termasuk
Jaksa Agung ST Burhanuddin secara pribadi, merupakan bentuk propaganda para koruptor untuk mengganggu upaya penegakan hukum. Serangan itu diduga untuk mendelegitimasi upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan Kejaksaan Agung.
"Setelah gagal menyerang Jaksa Agung dari sisi kinerja, para koruptor melalui kaki tangannya kini berusaha menyerang Jaksa Agung secara pribadi. Saya melihat serangan ini terencana dan mempunyai maksud jahat," kata budayawan Kidung Tirto Suryo Kusumo, Kamis 4 November 2021.
Dia pun mengingatkan kepada Jaksa Agung dan jajarannya agar mewaspadai berbagai serangan yang semakin masif dan berbau berita bohong alias hoaks. "Koruptor dan kaki tangannya tidak akan berhenti menyerang upaya pemberantasan korupsi. Ini harus diwaspadai penegak hukum, bukan hanya Kejagung tetapi juga institusi lain seperti KPK, Polri, dan Kehakiman," ujarnya.
Baca:
Kejar Kerugian Negara Ketimbang Mengumbar Hukuman Mati Koruptor
Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Musakkir mengatakan, kinerja Kejagung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin dalam memberantas korupsi memang membuat koruptor gigit jari. Banyak kasus-kasus korupsi besar berhasil dibongkar dan tersangkanya diseret ke pengadilan.
"Tidak heran jika Jaksa Agung dibenci koruptor sehingga dia diserang, baik secara institusi maupun pribadi," kata Musakkir.
Selain kinerja luar biasa dalam memberangus koruptor, Musakkir menilai Jaksa Agung Burhanuddin membuat terobosan hukum yang patut diapresiasi yakni melalui restorative justice.
"Kejagung sudah menyelesaikan 300 kasus lebih melalui penerapan Keadilan Restoratif, sebagai wujud Kejaksaan yang responsif terhadap perkembangan penyelesaian perkara. Ini terobosan hukum yang luar biasa menurut saya," ungkapnya.
Baca:
ICW Menentang Wacana Hukuman Mati untuk Koruptor
Senada dengan Musakkir, pakar hukum pidana Dwi Seno Wijanarko mengatakan serangan balik para koruptor itu terlihat dari gencarnya serangan terhadap institusi Kejaksaan Agung, bahkan terhadap Jaksa Agung Burhanuddin secara pribadi, dalam beberapa waktu terakhir.
“Prestasi luar biasa Kejagung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin dalam mengungkap kasus-kasus korupsi membuat koruptor kalap. Mereka menyerang balik menggunakan berbagai cara, termasuk dengan menyebarkan berita bohong dan pembunuhan karakter Jaksa Agung,” ujarnya.
Dalam melakukan serangan balik, lanjut Dwi Seno, para koruptor tersebut memanfaatkan kaki tangan atau kolaborator, baik dari luar maupun internal penegak hukum, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap Kejagung.
“Target utama mereka Jaksa Agung sebagai tokoh sentral di Kejagung. Harapan mereka, jika publik tidak percaya kepada Jaksa Agung maka akan muncul ketidakpercayaan juga terhadap Kejaksaan yang sedang menangani kasus mereka,” kata pakar hukum dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)