medcom.id, Jakarta: Lain lubuk lain belalang. Beda tempat, beda pula laku tradisi yang dijalani. Termasuk hal-hal khusus yang biasa dikerjakan dalam menyambut keberangkatan dan kepulangan haji.
Baca: Awal Mula Haji di Nusantara
Dalam buku Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe, sejarawan Alwi Shahab menceritakan tentang hiruk pikuk masyarakat Betawi di masa lampau ketika musim haji tiba. Ongkos yang mahal dan lamanya perjalanan dengan kapal layar membuat seorang haji mesti diperlakukan sedemikian rupa sebelum dilepas ke Tanah Suci. Sebut saja, tahlil, selamatan atau semacamnya dilakukan hingga 40 hari sejak keberangkatan.
"Bahkan di daerah pinggiran masih banyak orang yang melepas haji dengan petasan," tulis Alwi Shahab.
Petasan bukan sekadar untuk bunyi-bunyian. Bagi mereka, keberadaannya menandakan status sosial. Semakin banyak petasan yang dibakar, semakin kesohor orang yang akan pergi haji.
"Sampai pada waktu itu ada pameo yang sering diucapkan, 'Hebat, Bapak ini, memasang petasan hingga tiga (mobil) jip," tulis dia.
Setelah diantar dengan seucap azan dan ikamah, calon haji baru direlakan menempuh perjalanan sesuai dengan prosedur yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda. Naik haji dengan kapal laut uap baru dimulai 1920. Bahkan dengan kapal ini pun pergi haji perlu waktu sampai tiga-empat bulan baru kembali ke Tanah Air.
Baca: Kapal Laut dan Perjuangan Calon Haji Masa Lampau
Ketika pulang ke Tanah Air, seorang haji akan diserbu para tamu. Mereka antre meminta seteguk Zamzam juga memohon untuk didoakan. Setibanya di kediaman, tak ada yang boleh dilakukan oleh orang yang telah tuntas menunaikan rukun Islam ke lima itu, selain memasang muka senyum dan setengah berbaring di hamparan kasur dan permadani ruang tamu.
"Kecuali mandi, buang air, dan salat, selama 40 hari mereka tidak diperbolehkan meninggalkan tempat itu," tulis Alwi.
Begitu istimewanya haji di mata orang-orang Betawi. Sampai di langgar, musala, atau dari ucap seorang ibu yang tengah menimang anaknya dikenal senandung: Ya Allah Ya Rabbi, minta rezeki biar lebih, biar bisa pegi haji, ziarah ke kuburan Nabi.
medcom.id, Jakarta: Lain lubuk lain belalang. Beda tempat, beda pula laku tradisi yang dijalani. Termasuk hal-hal khusus yang biasa dikerjakan dalam menyambut keberangkatan dan kepulangan haji.
Baca: Awal Mula Haji di Nusantara
Dalam buku
Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe, sejarawan Alwi Shahab menceritakan tentang hiruk pikuk masyarakat Betawi di masa lampau ketika musim haji tiba. Ongkos yang mahal dan lamanya perjalanan dengan kapal layar membuat seorang haji mesti diperlakukan sedemikian rupa sebelum dilepas ke Tanah Suci. Sebut saja, tahlil, selamatan atau semacamnya dilakukan hingga 40 hari sejak keberangkatan.
"Bahkan di daerah pinggiran masih banyak orang yang melepas haji dengan petasan," tulis Alwi Shahab.
Petasan bukan sekadar untuk bunyi-bunyian. Bagi mereka, keberadaannya menandakan status sosial. Semakin banyak petasan yang dibakar, semakin kesohor orang yang akan pergi haji.
"Sampai pada waktu itu ada pameo yang sering diucapkan, 'Hebat, Bapak ini, memasang petasan hingga tiga (mobil) jip," tulis dia.
Setelah diantar dengan seucap azan dan ikamah, calon haji baru direlakan menempuh perjalanan sesuai dengan prosedur yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda. Naik haji dengan kapal laut uap baru dimulai 1920. Bahkan dengan kapal ini pun pergi haji perlu waktu sampai tiga-empat bulan baru kembali ke Tanah Air.
Baca: Kapal Laut dan Perjuangan Calon Haji Masa Lampau
Ketika pulang ke Tanah Air, seorang haji akan diserbu para tamu. Mereka antre meminta seteguk Zamzam juga memohon untuk didoakan. Setibanya di kediaman, tak ada yang boleh dilakukan oleh orang yang telah tuntas menunaikan rukun Islam ke lima itu, selain memasang muka senyum dan setengah berbaring di hamparan kasur dan permadani ruang tamu.
"Kecuali mandi, buang air, dan salat, selama 40 hari mereka tidak diperbolehkan meninggalkan tempat itu," tulis Alwi.
Begitu istimewanya haji di mata orang-orang Betawi. Sampai di langgar, musala, atau dari ucap seorang ibu yang tengah menimang anaknya dikenal senandung:
Ya Allah Ya Rabbi, minta rezeki biar lebih, biar bisa pegi haji, ziarah ke kuburan Nabi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)