Duka Perajin Dupa di Malang Jelang Imlek
Daviq Umar Al Faruq • 27 Januari 2022 18:21
Malang: Perayaan Tahun Baru Imlek tahun ini tak bisa dirasakan oleh para perajin dupa di Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pasalnya, penjualan dupa buatan perajin terus menurun, dari tahun ke tahun.
Sejak awal pandemi covid-19 melanda Indonesia pada 2020, penjualan dupa buatan perajin di Desa Dalisodo semakin merosot. Bahkan, jumlah perajin terus berkurang dan beralih mata pencaharian.
"Dulu ada sekitar 32 perajin dupa di Desa Dalisodo. Sekarang tinggal delapan perajin saja. Mereka yang berhenti beralih menjadi petani, peternak sapi dan bekerja di bangunan," kata Sekretaris Desa Dalisodo, Abdul Kholiq, saat ditemui Medcom.id, Kamis 27 Januari 2022.
Sejak 2001, Desa Dalisodo merupakan kawasan sentra perajin dupa. Sejumlah warga yang awalnya berprofesi sebagai petani beralih menjadi perajin dupa lantaran banyaknya permintaan, terutama dari Bali.
Baca: Sambut Imlek, Vihara Dharma Ramsi di Bandung Bersolek
Namun kini berbeda. Pesanan dupa dari beberapa tempat mengalami penurunan. Para perajin tetap melakukan pengiriman dupa sepekan sekali, hanya saja jumlahnya tak sebanyak dulu.
Sebelum pandemi, seorang perajin bisa mengirim hingga 16 ton dupa dalam sepekan. Mayoritas pengiriman didominasi pemesan dari Pulau Bali yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu.
"Dulu sering lalu lalang truk angkut dupa di jalan desa ini. Sekarang sudah jarang. Beberapa tahun terakhir ini loyo. Waktu ramai-ramainya dulu, ada perekonomian sekitar Rp1 miliar per bulan yang berputar di desa ini," ungkap Kholiq.
Pihak Pemerintah Desa Dalisodo sebenarnya telah mengusulkan kepada para perajin yang tersisa untuk membuat sebuah sistem penjualan satu pintu lewat Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes. Namun, usulan itu sulit terealisasi.
"Para perajin memilih berjalan sendiri-sendiri. Ada persaingan di antara mereka. Jadi mereka memilih murah-murahan harga," tuturnya.
Sementara itu, salah satu perajin dupa di Dusun Bedali, Desa Dalisodo, Giman, mengaku salah satu faktor penyebab turunnya pemesanan dupa di desanya lantaran di Bali saat ini mulai bermunculan perusahaan produksi dupa. Otomatis, pemesanan dari Bali pun menurun.
"Di sana banyak mesin. Sudah banyak orang bikin. Biasanya perayaan Galungan, Nyepi, Imlek meningkat, tapi kali ini biasa saja," ungkapnya.
Baca: Omicron Merajalela, Perayaan Imlek 2753 Digelar Sederhana
Meski sepi, Giman belum menyerah. Ia terus berinovasi. Bila sebelumnya ia hanya memproduksi dupa setengah jadi atau mentahan, kini ia mulai membuat dupa jadi dengan aroma.
Dupa buatan Giman memiliki sejumlah varian pewangi. Mulai dari Melati, Jasmin, Cempaka, Cendana dan lain-lain. Harganya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp7 ribu hingga Rp25 ribu per renteng.
"Tahun 2017 saya mulai mencoba membuat dupa pewangi. Tapi baru sukses tahun lalu. Karena saya harus belajar membaca karakter minyak pewangi. Ini demi mengikuti pasar," ungkapnya.
Pihak Pemerintah Desa Dalisodo sebenarnya telah mengusulkan kepada para perajin yang tersisa untuk membuat sebuah sistem penjualan satu pintu lewat Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes. Namun, usulan itu sulit terealisasi.
"Para perajin memilih berjalan sendiri-sendiri. Ada persaingan di antara mereka. Jadi mereka memilih murah-murahan harga," tuturnya.
Sementara itu, salah satu perajin dupa di Dusun Bedali, Desa Dalisodo, Giman, mengaku salah satu faktor penyebab turunnya pemesanan dupa di desanya lantaran di Bali saat ini mulai bermunculan perusahaan produksi dupa. Otomatis, pemesanan dari Bali pun menurun.
"Di sana banyak mesin. Sudah banyak orang bikin. Biasanya perayaan Galungan, Nyepi, Imlek meningkat, tapi kali ini biasa saja," ungkapnya.
Baca: Omicron Merajalela, Perayaan Imlek 2753 Digelar Sederhana
Meski sepi, Giman belum menyerah. Ia terus berinovasi. Bila sebelumnya ia hanya memproduksi dupa setengah jadi atau mentahan, kini ia mulai membuat dupa jadi dengan aroma.
Dupa buatan Giman memiliki sejumlah varian pewangi. Mulai dari Melati, Jasmin, Cempaka, Cendana dan lain-lain. Harganya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp7 ribu hingga Rp25 ribu per renteng.
"Tahun 2017 saya mulai mencoba membuat dupa pewangi. Tapi baru sukses tahun lalu. Karena saya harus belajar membaca karakter minyak pewangi. Ini demi mengikuti pasar," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)