Sleman: Pengelola barak pengungsian dampak aktivitas Gunung Merapi di Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengubah model pemberian makan kepada para pengungsi.
Jika tahun-tahun sebelumnya pengungsi mendapat makan dengan cara prasmanan, kali ini menggunakan model nasi bungkus.
"Memang tidak lagi prasmanan, tetapi nasi bungkus," kata Panewu (camat) Cangkringan, Suparmono, Kamis, 12 November 2020.
Menurut dia, perubahan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan berbagai penyakit termasuk pencegahan covid-19.
Baca juga: Warga Lereng Merapi Sleman Diimbau Tak Terbujuk Spekulan Ternak
Suparmono menjelaskan, penyajian dengan cara prasmanan, barang-barang kelengkapan makan akan banyak mendapatkan sentuhan terutama sendok, garpu, dan piring serta alat untuk mengambil nasi dan lauk.
"Artinya untuk masa sekarang, sendok, piring, peralatan mengambil nasi dan sayuran menjadi titik rentan penyebaran virus," ungkapnya.
Karena itu, lanjut dia, melengkapi upaya pencegahan covid-19, pengelola mengambil langkah menggunakan penyajian makanan dengan dibungkus. Sendok yang digunakan pun sekali pakai. Bahkan, tempat minum pun menggunakan wadah yang sekali pakai.
Supramono menambahkan pengelolaan barak pengungsian yang sekarang pun juga sudah menerapkan protokol kesehatan, di antaranya dengan menempatkan pengungsi di bilik.
"Barak yang semula aula besar, kita ubah settingnya menjadi bilik bersekat. Masing-masing berukuran 1,5 X 2 meter," ujar dia.
Penggunaan model ini, juga untuk mengurangi pertemuan atau social distancing antarpengungsi. Di tiap barak pengungsian, dilengkapi peralatan cuci tangan dalam jumlah yang cukup banyak.
"Konsekuensi lainnya, kapasitas barak juga diturunkan dalam jumlah yang cukup besar dari 300-an orang menjadi hanya sekitar 130-an per barak," jelasnya.
Pengungsi di Barak Glagaharjo, imbuh dia, jumlahnya mencapai hampir 200 orang, selain di tempatkan di barak juga di ruang SD Muhammadiyah Cepitsari yang bersebelahan dengan Barak Glagaharjo. (Agus Utantoro)
Supramono menambahkan pengelolaan barak pengungsian yang sekarang pun juga sudah menerapkan protokol kesehatan, di antaranya dengan menempatkan pengungsi di bilik.
"Barak yang semula aula besar, kita ubah settingnya menjadi bilik bersekat. Masing-masing berukuran 1,5 X 2 meter," ujar dia.
Penggunaan model ini, juga untuk mengurangi pertemuan atau social distancing antarpengungsi. Di tiap barak pengungsian, dilengkapi peralatan cuci tangan dalam jumlah yang cukup banyak.
"Konsekuensi lainnya, kapasitas barak juga diturunkan dalam jumlah yang cukup besar dari 300-an orang menjadi hanya sekitar 130-an per barak," jelasnya.
Pengungsi di Barak Glagaharjo, imbuh dia, jumlahnya mencapai hampir 200 orang, selain di tempatkan di barak juga di ruang SD Muhammadiyah Cepitsari yang bersebelahan dengan Barak Glagaharjo. (Agus Utantoro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)