Benih Lobster. Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Benih Lobster. Foto: Antara/Wahdi Septiawan

Potensi Benih Lobster Indonesia Melimpah

Medcom • 25 Desember 2019 18:05
Jakarta: Potensi benih lobster Indonesia disebut melimpah. Anggota Dewan Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono, mengatakan potensi benur lobster Indonesia diperkirakan mencapai 2-3 miliar per tahun.
 
"Bahkan di Lombok Tengah saja potensinya mencapai 300 juta ekor per tahun," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Rabu, 25 Desember 2019.
 
Menurutnya, Indonesia merupakan sumber lobster terbesar di dunia. Meskipun, biota laut ini adalah hewan endemik dari Pulau Christmas, Australia. 

Mengutip Data Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat 20 lokasi potensial sumber lobster di seluruh Indonesia. "Begitu melimpahnya benur lobster di Indonesia, nelayan kita bisa memanen selama 10 bulan sepanjang tahun," kata Bambang. 
 
Ia membandingkan potensi benur lobster Indonesia dengan Vietnam. Nelayan Indonesia bisa memanen dua hingga tiga juta lobster dalam satu atau dua bulan saja. Sedangkan Vietnam harus menunggu satu tahun untuk memanen dengan jumlah yang sama.
 
"Potensi ekonomi benur lobster di Indonesia mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun apabila per ekornya dihargai sekitar Rp50 ribu. Kalau benur ini dibudidayakan hingga ukuran 500 gram, harganya bisa mencapai Rp500 ribu. Sehingga, potensi ekonominya jauh lebih besar lagi," kata dia.
 
Untuk itu, ia menyarankan pemerintah mencabut larangan nelayan menangkap benur lobster. Agar nelayan bisa membudidayakannya. Ia khawatir benur akan habis dimakan oleh predatornya, seperti ikan kakap, kerapu, dan ikan karang, jika tetap dibiarkan berkembang di alam liar. 
 
"Berdasarkan penelitian Prof Clive Jones, peluang hidup benur lobster hanya 0,01 persen atau hanya 1 dari 10.000 lobster yang mampu bertahan hidup di alam liar," katanya.
 
Pendapat Bambang ini sejalan dengan rencana Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Aturan itu dikeluarkan menteri sebelumnya, yakni Susi Pudjiastuti.
 
Edhy mengeluarkan instruksi nomor B. 717/Men-KP/XI/2019 tentang Kajian Terhadap Peraturan Kelautan dan Perikanan. Edhy menimbang arahan Presiden Jokowi yang menginginkan penataan regulasi yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan nasional dan penguatan ekonomi, khususnya di sektor kelautan.
 
Bambang mendukung kebijakan Edhy ini. Dia menilai Permen KP No. 56/2016 merupakan kebijakan disclaimer atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena, menurutnya, pelarangan tiga komoditas yang berbeda menggunakan aturan teknis yang sama, justru merugikan komoditas lain selain lobster karena batasan teknisnya berbeda.
 
"Tidak heran kebijakan Susi menyebabkan KKP mendapat penilaian disclaimer audit BPK selama tiga tahun berturut-turut," kata anggota Komisi V DPR periode 2014-2019 itu.
 
Sebelumnya, Susi Pudjiastuti getol menolak rencana Menteri Edhy merevisi aturan lobster. Tak henti-hentinya ia terus berkoar di media sosial, baik di Twitter maupun di Instagram.
 
"Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah hanya karena ketamakan kita menjual bibitnya. Dengan harga seperseratusnya pun tidak. Astagfirullah, karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dari-Nya," kata Susi dalam unggahan akun resmi Instagram @susipujiastuti115 yang dilempar 10 Desember 2019, enam hari setelah Edhy melempar rencana merevisi aturan larangan penangkapan lobster.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan