Sebagai menteri KKP, Edhy mengeluarkan instruksi nomor B. 717/Men-KP/XI/2019 tentang Kajian Terhadap Peraturan Kelautan dan Perikanan. Edhy menimbang arahan Presiden Jokowi yang menginginkan penataan regulasi yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan nasional dan penguatan ekonomi.
Jajaran anak buah Edhy lantas bekerja menjalankan perintah itu dengan mengkaji peraturan tersebut. Di antaranya fokus terhadap pemanfaatan benih lobster hasil tangkapan di alam, dengan mengatur ulang perdagangan benih lobster.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kanan) Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Mereka merangkul pemangku kepentingan, para pakar, dan para pelaku usaha dengan memperhatikan aspek keberlanjutannya di alam dan keberlangsungan ekonomi nelayan. Upaya focuss group disscussion juga dilakukan.
Permen 56/2016 dimaksudkan dalam rangka menjaga keberadaan dan ketersediaan populasi sumber daya. Antara lain lobster. Jika dibaca lebih lanjut, Permen yang diteken akhir Desember 2016 ini tidak mutlak melarang ekspor lobster.
Ekspor dapat dilakukan asal memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam pasal 2. Yaitu, tidak dalam kondisi bertelur; dan ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per ekor.
Sekitar 2 tahun 11 bulan kemudian, KKP di bawah Menteri Edhy menemukan dampak buruk Permen tersebut. Ia menilai larangan ekspor itu tidak menguntungkan bangsa Indonesia dari berbagai sisi.
Pasalnya dalih larangan ekspor lobster untuk menjaga keberadaan dan ketersediaan populasi sumber daya tidak tercipta. Hal itu lantaran tetap terjadi penyelundupan dan perusakan ekosistem lobster.
Antara lain pengungkapan kasus penyelundupan pada Senin 2 Desember 2019 oleh Polda Jawa Timur. Tim berhasil mengamankan sebanyak10.278ekor benih lobster senilai Rp 1,5 miliar.
Tiga pekan sebelumnya juga terdapat pengungkapan dengan barang bukti sebanyak 51.673 ekor benih lobster. Polda Jambi menggagalkan upaya penyelundupan benih senilai Rp7,7 miliar dari Jambi ke Singapura.

Polisi menunjukkan barang bukti dan tersangka saat ungkap kasus perdagangan benih Lobster ilegal di Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Senin (2/12/2019). Unit IV Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menangkap DPK, AHP dan NW atas kasus dugaan menyelundupkan benih Lobster yang rencananya akan dijual ke luar negeri dengan barang bukti 7.300 ekor benih lobster jenis Pasir dan 2.978 ekor benih lobster jenis Mutiara. Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Jalan Tengah
Edhy menelaah fenomena penyelundupan yang semakin marak dari tahun ke tahun. Edhy menganggap penyelundupan terjadi karena ada pihak-pihak di tengah masyarakat yang sangat membutuhkan benih lobster.
Mereka adalah pihak penangkap benih lobster dan pihak yang menyelundupkan ke luar negeri. Sejauh ini tercatat permintaan benih lobster tertinggi datang dari Vietnam. Para pihak ini menggantungkan hidup dari ekspor benih lobster.
"Makanya kita buka saja (ekspor) sehingga penyelundupan di Indonesia tidak punya nilai lagi," kata Edhy di Jakarta Convention Center, Sabtu 14 Desember 2019.
Tidak punya nilai, lantaran ada mekanisme yang dilegalkan pemerintah. Dari situ bisa dibayangkan data detail ekspor benih lobster dapat diketahui lebih pasti.
Lagi pula kata Edhy, dari penelitian yang ia yakini, tidak semua benih lobster dapat berkembang menjadi besar. Ia mengungkap hanya 1 dari 99 persen benih lobster yang dapat berkembang hingga besar di alam bebas.
Lebih lanjut, Medcom Files sudah berupaya menanyakan kepada pihak KKP terkait penelitian ahli tersebut. Namun belum ada respons.
Edhy juga mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak di lapangan yang concern terhadap lobster. Rata-rata benih lobster dapat bertahan hingga 30 hari dan kemudian mati.
KKP tidak pasrah. Pihaknya, kata Edhy, merencanakan pengembangan teknologi pembesaran benih lobster. Rencana ini tengah dikaji oleh anak buah Edhy yang diharapkan, hasil kajian memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan keberlangsungan ekonomi nelayan.
Sembari menunggu teknologi itu, Edhy mewacanakan ekspor benih lobster.
"Sambil menunggu ini, itu berapa lama? Berartikan, penangkap sudah ada. Ya udah, kita kasih kuota. Sampai waktu tertentu, boleh ekspor," kata Edhy.
Ketika teknologi pembesaran benih sudah ada, akan diwajibkan kepada pihak-pihak pembesar benih itu untuk mengembalikan sebanyak 2-5 persen ke alam bebas. Sehingga dengan itu, ketersediaan populasi sumber daya lobster tetap tercipta.
"Apa yang menjadi masalah, itu tugas pemerintah untuk mencari jalan keluar, kalau di bidang kelautan dan perikanan itu tugas kami," tegas Edhy.
Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti menolak keras wacana ekspor benih lobster. Menurut Susi, ekspor benih lobster sangat merugikan. Pasalnya harga ekspor benih sangat kecil ketimbang saat besar.
Ia meminta Pemerintah untuk dapat berpikir jernih terkait wacana tersebut. Ia juga meminta nelayan tidak bodoh menyikapi wacana tersebut.
"Kita akan rugi kalau itu (ekspor benih lobster) dibiarkan," kata Susi.
Sementara itu Presiden Jokowi mengingatkan keseimbangan lingkungan dan ekonomi. Ia membolehkan ekspor namun dengan cara yang terukur.
"Yang paling penting menurut saya, negara mendapat manfaat, nelayan mendapat manfaat, lingkungan tidak rusak," kata Jokowi di sela peresmian Tol Balikpapan-Samarinda Seksi II, III, dan IV, Selasa 17 Desember 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News