Ilustrasi penyelundupan benih bening lobster. DOK Polres Metro
Ilustrasi penyelundupan benih bening lobster. DOK Polres Metro

Cegah Penyelundupan Benih Bening Lobster, Ini 5 Usul Akademisi IPB

Renatha Swasty • 13 Juni 2025 13:25
Jakarta: Petugas menggagalkan penyelundupan benih bening lobster (BBL) senilai hampir Rp30 miliar di Pelabuhan Merak. Maraknya praktik ilegal itu disebut karena Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 07/PERMEN-KP/2024 belum berjalan optimal. 
 
Permen tersebut sejatinya memperbolehkan pengeluaran BBL dari wilayah Indonesia melalui skema joint venture antara perusahaan Indonesia dan Vietnam di bawah pengawasan Badan Layanan Umum (BLU) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
 
“Namun pada praktiknya, hanya sedikit perusahaan yang terlibat, baik dari Indonesia maupun Vietnam. Sementara kebutuhan BBL di Vietnam tetap tinggi. Akibatnya, muncul jalur penyelundupan atau yang biasa disebut ‘jalur kiri’ di lapangan,” kata dosen Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, Irzal Effendi, Jumat, 13 Juni 2025. 

Irzal menduga sedikitnya perusahaan yang terlibat karena rumitnya regulasi yang harus dipenuhi di kedua negara. Selain itu, perusahaan yang terlibat umumnya merupakan pemain baru di industri ini.
 
Terkait dampak lingkungan, ia menyatakan penyelundupan BBL tidak memberikan dampak besar terhadap ekosistem laut secara langsung, meski tetap diperlukan kajian ilmiah lebih lanjut.  Penyelundupan BBL lebih berdampak kepada penerimaan negara, kedaulatan, dan pengelolaan perikanan.
 
Namun, dampak serius justru dirasakan oleh sektor budi daya lobster dalam negeri. Industri budi daya lobster menjadi terganggu karena ketersediaan benih harus bersaing dengan pihak-pihak yang menyelundupkan BBL. 
 
"Penyelundup berani membeli BBL dengan harga lebih tinggi, terutama di luar musim panen,” jelas dia.  
 
Irzal menyebut tingginya harga BBL akan menurunkan daya saing produk lobster budaya, bahkan bisa menjadi tidak layak usaha. Terlebih di tengah masih rendahnya kinerja budi daya (tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan) komoditas ini di Indonesia.
 
Dia menegaskan ekspor BBL sebenarnya tidak dilarang, melainkan diatur melalui skema joint venture. Namun, untuk memutus rantai penyelundupan, ia menyarankan beberapa solusi:
  1. Perbaikan mekanisme implementasi Permen KP No. 07/2024, termasuk penyederhanaan skema joint venture
  2. Penambahan jumlah perusahaan yang berpartisipasi untuk memenuhi permintaan pasar, guna menekan 'jalur kiri'
  3. Pengembangan teknologi pendederan untuk menghasilkan benih berukuran 30 gram dan men-create market produk dederan tersebut, serta inovasi pakan dan kesehatan lobster
  4. Pelibatan pemerintah daerah yang memiliki potensi BBL tinggi untuk mengembangkan SDM masyarakat pesisir dalam penguasaan teknologi pendederan. Proses nilai tambah lobster berlangsung di sentra BBL
  5. Ekspansi pasar lobster budi daya (berat 200-500 gram) guna mengurangi ketergantungan kepada pasar China yang sudah dipegang oleh Vietnam.
“Jika solusi-solusi tersebut dilakukan secara konsisten dan menyeluruh, maka praktik penyelundupan BBL bisa ditekan dan industri perikanan budi daya lobster bisa berkembang lebih baik di dalam negeri,” ujar dia. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan