Surabaya: Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik tiba-tiba muncul di kantor Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, dua hari setelah memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Namun, Damanik bungkam ketika ditanya soal putusannya yang dianggap kontroversial.
"Jangan saya, humas saja ya, nanti saya tidak objektif dong," kata Damanik, bergegas masuk ke gedunng PT Surabaya, Jumat, 26 Juli 2024.
Meski demikian, Damanik hanya mengatakan kedatangannya bukan karena ada kepentingan, selain untuk silaturahmi dengan Wakil Ketua PT Surabaya Arifin. Damanik mengeklaim Arifin merupakan teman dekatnya.
"Gak ada yang lain, hanya silaturahmi," katanya singkat.
Saat dikonfirmasi tentang putusannya membebaskan Tannur dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan, Damanik kembali enggan menanggapinya. "Bukti sudah ada pada pertimbangan itu semua," jelasnya.
Sementara itu, Humas Pengadilan Tinggi Surabaya, Bambang Kustopo, menengaskan bahwa tidak ada pemanggilan maupun pemeriksaan terhadap hakim yang memutuskan perkara dugaan pembunuhan dan penganiayaan Ronald Tannur itu.
Ia menyebut, kedatangan hakim Damanik ke PT adalah hal biasa. Bahkan, semua hakim bisa saja datang ke PT di Surabaya.
"Kami belum bisa memeriksa, karena memang dan harus ada penugasan untuk memeriksa, kalau pun toh datang ke sini (PT) itu sudah biasa, dari PN manapun, apalagi ini kita ada tamu," kata Bambang.
Sementara terkait soal kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap hakim, Bambang menyatakan jika hal itu merupakan kewenangan badan pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA). "Kita memeriksa itu kalau, kalau kesalahan di bidang hukum maka bawas (yang turun menangani)," jelas dia.
Diketahui, putusan kontroversial Hakim Damanik pernah terjadi dua kali. Pertama, saat Damanik membebaskan Lily Yunita, terdakwa kasus investasi tanah senilai Rp47 miliar pada 2021. Dia memutus terdakwa Lily dengan menyatakan kasus itu bukan pidana, melainkan perdata.
Namun, putusan Damanik dibatalkan oleh hakim Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Hakim MA menyatakan Lily terbukti bersalah menipu korbannya, dan mencuci uang hasil penipuan tersebut. Hakim memutus Lily dengan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Selain itu, Damanik juga pernah dua kali mengesahkan tagihan hasil mark-up, hingga perusahaan yang menjadi debitur pailit. Pertama, Damanik menjadi hakim ketua dalam perkara PKPU PT Alam Galaxy di Pengadilan Niaga Surabaya.
Tagihan kreditur senilai Rp 98,1 miliar digelembungkan kurator Rochmad Herdito dan Wahid Budiman menjadi Rp 220 miliar. Akibatnya, PT Alam Galaxy pailit karena tidak dapat melunasi tagihan, hasil penggelembungan yang disahkan oleh Damanik. Sementara Kurator Rochmad dan Wahid dihukum 2 tahun penjara di tingkat kasasi.
Kedua, Damanik juga pernah menjadi hakim yang mengesahkan tagihan hasil penggelembungan pengacara kreditur Victor Sukarno Bachtiar terhadap debitur PT Hitakara. Tagihan Rp 63 juta digelembungkan Victor menjadi Rp458 juta, namun disahkan oleh Damanik. Akibatnya, PT Hitakara pailit. Kasus itu saat masih terus disidangkan di PN Surabaya.
"Kami hanya manusia biasa. Bisa salah dan bisa benar dalam memberikan putusan. Kami mempersilakan pihak-pihak yang keberatan dengan putusan kami, untuk menempuh upaya hukum sesuai jalur yang telah disediakan," kata Damanik, di depan persidangan.
Surabaya: Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik tiba-tiba muncul di kantor Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, dua hari setelah memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Namun, Damanik bungkam ketika ditanya soal putusannya yang
dianggap kontroversial.
"Jangan saya, humas saja ya, nanti saya tidak objektif dong," kata Damanik, bergegas masuk ke gedunng PT Surabaya, Jumat, 26 Juli 2024.
Meski demikian, Damanik hanya mengatakan kedatangannya bukan karena ada kepentingan, selain untuk silaturahmi dengan Wakil Ketua PT Surabaya Arifin. Damanik mengeklaim Arifin merupakan teman dekatnya.
"Gak ada yang lain, hanya silaturahmi," katanya singkat.
Saat dikonfirmasi tentang putusannya membebaskan Tannur dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan, Damanik kembali enggan menanggapinya. "Bukti sudah ada pada pertimbangan itu semua," jelasnya.
Sementara itu, Humas Pengadilan Tinggi Surabaya, Bambang Kustopo, menengaskan bahwa tidak ada pemanggilan maupun pemeriksaan terhadap hakim yang memutuskan perkara dugaan pembunuhan dan penganiayaan Ronald Tannur itu.
Ia menyebut, kedatangan hakim Damanik ke PT adalah hal biasa. Bahkan, semua hakim bisa saja datang ke PT di Surabaya.
"Kami belum bisa memeriksa, karena memang dan harus ada penugasan untuk memeriksa, kalau pun toh datang ke sini (PT) itu sudah biasa, dari PN manapun, apalagi ini kita ada tamu," kata Bambang.
Sementara terkait soal kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap hakim, Bambang menyatakan jika hal itu merupakan kewenangan badan pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA). "Kita memeriksa itu kalau, kalau kesalahan di
bidang hukum maka bawas (yang turun menangani)," jelas dia.
Diketahui, putusan kontroversial Hakim Damanik pernah terjadi dua kali. Pertama, saat Damanik membebaskan Lily Yunita, terdakwa kasus investasi tanah senilai Rp47 miliar pada 2021. Dia memutus terdakwa Lily dengan menyatakan kasus itu bukan pidana, melainkan perdata.
Namun, putusan Damanik dibatalkan oleh hakim Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Hakim MA menyatakan Lily terbukti bersalah menipu korbannya, dan mencuci uang hasil penipuan tersebut. Hakim memutus Lily dengan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Selain itu, Damanik juga pernah dua kali mengesahkan tagihan hasil mark-up, hingga perusahaan yang menjadi debitur pailit. Pertama, Damanik menjadi hakim ketua dalam perkara PKPU PT Alam Galaxy di Pengadilan Niaga Surabaya.
Tagihan kreditur senilai Rp 98,1 miliar digelembungkan kurator Rochmad Herdito dan Wahid Budiman menjadi Rp 220 miliar. Akibatnya, PT Alam Galaxy pailit karena tidak dapat melunasi tagihan, hasil penggelembungan yang disahkan oleh Damanik. Sementara Kurator Rochmad dan Wahid dihukum 2 tahun penjara di tingkat kasasi.
Kedua, Damanik juga pernah menjadi hakim yang mengesahkan tagihan hasil penggelembungan pengacara kreditur Victor Sukarno Bachtiar terhadap debitur PT Hitakara. Tagihan Rp 63 juta digelembungkan Victor menjadi Rp458 juta, namun disahkan oleh Damanik. Akibatnya, PT Hitakara pailit. Kasus itu saat masih terus disidangkan di PN Surabaya.
"Kami hanya manusia biasa. Bisa salah dan bisa benar dalam memberikan putusan. Kami mempersilakan pihak-pihak yang keberatan dengan putusan kami, untuk menempuh upaya hukum sesuai jalur yang telah disediakan," kata Damanik, di depan persidangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)