Indarti Winari perempuan yang menjadi anggota kelompok tani Sumber Tani Lestari di BanggaiI. Foto: Istimewa
Indarti Winari perempuan yang menjadi anggota kelompok tani Sumber Tani Lestari di BanggaiI. Foto: Istimewa

Kisah Perempuan Banggai Garap Pertanian Organik

Whisnu Mardiansyah • 15 Desember 2021 23:01

 
Jika Indarti berjuang menjadi salah satu perempuan penggerak pertanian ramah lingkungan di sawah, Sukesih bergerak di pekarangan. Istri Aklas, salah satu petani anggota kelompok Sumber Tani Lestari, ini memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menanam sayur-mayur berbasis
organik.
 
Ada selada, sawi pakcoi, pare, ketimun, tomat, daun bawang, bawang merah, kangkung, dan beberapa sayur lagi yang ditanam di halaman rumah Sukesih. Sukesih membudidayakan sayur-sayuran itu dengan bahan-bahan yang ada.

"Pupuk buatan Bapak (Aklas) sendiri. Pestisida saya buat dari campuran sisa-sisa sampah organik seperti sayuran, daun bawang merah, daun bawang putih, lalu saya siramkan. Kalau di pakcoy ada ulat, saya kasih mati begitu saja," katanya.
 
Saat ini tak banyak hama yang dihadapi di kebun. Hanya tersisa ulat bandel dalam jumlah sangat kecil dan mudah dimatikan. Sukesih mengaku semula hanya memenuhi hobi mendukung pertanian organik sang suami.
 
Pupuk organik tak hanya digunakan untuk menyuburkan padi di sawah tapi juga sayur. Hasilnya, Sukesih merasakan hidupnya lebih sehat setelah mengonsumsi sayur organik. Ia tak lagi mudah terserang sakit kepala. 
 
Tak hanya memperoleh manfaat kesehatan, Sukesih juga memperoleh manfaat ekonomi. Sayur organiknya dicari banyak orang. Ada pemesan yang minta sayur itu diantar ke tempat mereka, dan ada yang datang sendiri.
 
Para pemesan rata-rata kalangan rumah tangga dan pengelola kafe yang menjadikan sayurnya sebagai bahan campuran burger. Setiap bulan saat ramai pembeli, Sukesih bisa memperoleh tambahan uang paling sedikit Rp 3 juta. 
 
Community Development Officer job tomori  JOB Pertamina-Medco E & P Tomori Sulawesi, Atma Agus Hermawan, menyebut keberadaan perempuan dan para istri dalam mendukung pertanian ramah lingkungan sangat penting. Ia pernah menemui fakta bagaimana pasangan suami-istri petani bisa berbeda pendapat soal penerapan pertanian organik.
 
"Pertanian organik banyak tantangannya, termasuk dari keluarga sendiri. Ada istri yang tidak mau menyapa suaminya karena tak setuju sang suami menerapkan pertanian organik. Si istri menilai pertanian organik berisiko mengurangi pendapatan dibandingkan pertanian konvensional yang lebih menjanjikan hasil panen lebih banyak," kata Atma.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan