Malang: Salah satu narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Sukun Kota Malang, Jawa Timur, Kristina Andriani, tetap berusaha menjadi sosok ibu yang baik meski berada di balik jeruji.
Wanita berusia 35 tahun ini sudah enam tahun hidup terpisah dengan anak semata wayangnya yang kini telah duduk di bangku SMA kelas XII. Meskipun fisik mereka jauh, Kristin mengaku terus memperhatikan buah hatinya itu dari balik sel.
"Saya punya anak perempuan usia 18 tahun. Saya sudah tinggalkan dia sejak kelas VI SD. Kadang saya sedih ketika dia cerita temannya berangkat sekolah diantar orang tua nya, tetapi dia tidak bisa. Ingin curhat ke saya langsung, tapi dia tidak bisa," katanya kepada Medcom.id, Rabu, 22 Desember 2021.
Hampir dua tahun, Kristin tak pernah bertemu dengan anaknya secara langsung. Pandemi covid-19 membuat pihak lapas meniadakan kunjungan demi keselamatan warga binaannya.
Baca: Wapres: Ibu Menjadi Lentera Penerang Jalan Penerus Bangsa
"Saya kangen. Semenjak pandemi covid-19 saya tidak pernah bertemu, karena tidak boleh ada kunjungan di sini. Kalau dulu, setahun saya dapat dua kali kunjungan," imbuhnya.
Meski terhalang keadaan, Kristin selalu menyempatkan diri untuk menghubungi anaknya via telepon. Untuk berkomunikasi, wanita asal Madiun ini memanfaatkan fasilitas wartel (warung telekomunikasi) yang disediakan lapas.
"Saya ingin segera pulang. Saya sudah pisah dengan suami, anak saya ikut bapak dan ibu. Setiap hari saya telepon anak saya, tanya keadaan dia," tuturnya.
Kristin merupakan narapidana kasus narkotika jenis Sabu. Atas perbutannya, ia divonis hukuman penjara selama 11 tahun 3 bulan pada 2016.
Awalnya, Kristin mendekam di Lapas Klas I Madiun. Lalu, pada pertengahan 2017 ia dipindah ke Lapas Perempuan Kelas IIA Malang.
"Saya dapat remisi beberapa kali sejak 2017 sampai tahun ini. Total potongan hukuman penjara sekitar 12 bulan," ungkapnya.
Semenjak berada di Lapas Perempuan Malang, Kristin mengaku diajarkan membuat kue. Hingga ia dipercaya menjadi Tamping Bakery di lapas tersebut.
Sehari-harinya Kristin bekerja membuat kue di dalam lapas sejak pukul 07.00 hingga 16.00 WIB. Kue buatan Kristin kemudian dijual di luar lapas, sehingga ia mendapatkan pendapatan dari hasil jerih payahnya itu.
Baca: Berbagai Tradisi untuk Merayakan Hari Ibu di Berbagai Negara
"Biasanya saya bersama empat warga binaan lainnya buat cake, brownies bakar hingga bolu tulban. Kadang nerima pesanan dari luar lapas. Per bulan pendapatan saya antara Rp400-500 ribu," jelasnya.
Kristin selalu menyisihkan sebagian besar pendapatannya untuk dikirim ke anaknya. Ia tetap ingin menunjukkan perhatian dari seorang ibu, meski terhalang jarak.
"Biasanya saya kirim Rp350 ribu untuk uang saku anak saya, sisanya saya bawa untuk keperluan disini. Saya juga pernah sekali kirim kue buatan saya untuk anak. Dia senang," terangnya.
Malang: Salah satu narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Sukun Kota Malang, Jawa Timur, Kristina Andriani, tetap berusaha menjadi sosok
ibu yang baik meski berada di balik jeruji.
Wanita berusia 35 tahun ini sudah enam tahun hidup terpisah dengan anak semata wayangnya yang kini telah duduk di bangku SMA kelas XII. Meskipun fisik mereka jauh, Kristin mengaku terus memperhatikan buah hatinya itu dari balik sel.
"Saya punya anak perempuan usia 18 tahun. Saya sudah tinggalkan dia sejak kelas VI SD. Kadang saya sedih ketika dia cerita temannya berangkat sekolah diantar orang tua nya, tetapi dia tidak bisa. Ingin curhat ke saya langsung, tapi dia tidak bisa," katanya kepada Medcom.id, Rabu, 22 Desember 2021.
Hampir dua tahun, Kristin tak pernah bertemu dengan anaknya secara langsung. Pandemi covid-19 membuat pihak lapas meniadakan kunjungan demi keselamatan warga binaannya.
Baca: Wapres: Ibu Menjadi Lentera Penerang Jalan Penerus Bangsa
"Saya kangen. Semenjak pandemi covid-19 saya tidak pernah bertemu, karena tidak boleh ada kunjungan di sini. Kalau dulu, setahun saya dapat dua kali kunjungan," imbuhnya.
Meski terhalang keadaan, Kristin selalu menyempatkan diri untuk menghubungi anaknya via telepon. Untuk berkomunikasi, wanita asal Madiun ini memanfaatkan fasilitas wartel (warung telekomunikasi) yang disediakan lapas.
"Saya ingin segera pulang. Saya sudah pisah dengan suami, anak saya ikut bapak dan ibu. Setiap hari saya telepon anak saya, tanya keadaan dia," tuturnya.
Kristin merupakan narapidana kasus narkotika jenis Sabu. Atas perbutannya, ia divonis hukuman penjara selama 11 tahun 3 bulan pada 2016.