Disabilitas Bangkit dari Keterbatasan
MetroTV • 20 Agustus 2022 17:14
SUHERMAN, orang dengan disabilitas tak dapat menyembunyikan kesedihannya. kKanker tulang pada Agustus tahun 1991, harus kehilangan salah satu kakinya. Matanya mulai berkaca-kaca, dia menceritakan saat dokter mengatakan bahwa kaki kirinya tak bisa dipertahankan lagi. Kanker sudah menjalar dan hanya satu solusi yakni amputasi.
Dia menceritakan, kakinya mengalami kram di kaki kiri disertai sakit yang amat dahsyat saat digerakkan. Hal itu terjadi sekitar 7 bulan. Awalnya dia mengaku hanya keseleo saat bermain bola, kemudian ayahnya membawanya ke Rumah Sakit Plamonia Makassar untuk diperiksa. Ternyata, dirinya divonis kanker tulang dan harus segera diamputasi.
“Saya berkata kepada ayah saya saat itu dari pada diamputasi, lebih baik saya mati,” ujarnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca, saat ditemui di salah satu kafe di kawasan Cekkeng Nursery Bulukumba, 16 Juni 2022.
Pasca-operasi pun Suherman mengaku hidupnya sangat terpuruk, bahkan tak ingin dikunjungi oleh siapapun.
“Saya hanya berbaring di dalam kamar selama 2 bulan saya benar- benar putus asa dan kehilangan semangat hidup,” tambahnya dengan nada bergetar.
Selama kurang lebih 2 bulan, Suherman terus meratapi nasibnya hingga suatu saat datanglah dokter yang mengamputasi kakinya. Dia dibujuk untuk berkunjung ke Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh (PRPCT) di Jalan Pettarani Makassar dan mengikuti pelatihan. Diantar oleh sang ayah Suherman pun bersedia untuk melihat situasi di dalam panti.
“Pertama kali saya melihat masuk ke dalam panti saya berkata kepada ayah, saya mau tinggal di sini mungkin ini adalah dunia kami,” Suherman mengungkapkan ada kurang lebih lima ratus orang dengan disabilitas dari sembilan provinsi se-Indonesia Timur mendapat pelatihan seperti menjahit, otomotif, elektronik, dan lainnya.
Di panti tersebut Suherman kemudian bertemu dengan pujaan hatinya Jufria Parusa yang juga orang dengan disabilitas. Mereka memutuskan menikah pada tahun pada tahun 1993 dan dikaruniai dua orang anak. Namun, istrinya wafat pada 2013 akibat gagal ginjal.
Ilmu dan pengalaman yang didapatnya selama 2 tahun di panti membuat Suherman kemudian bisa bangkit lagi. Dirinya membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya di kelurahan Ela-ela Kecamatan Ujung Bulu. Usaha tersebut adalah pembuatan papan nama dari kayu. Meski penghasilannya sangat minim, tapi Suherman mengaku senantiasa bersyukur. Bahkan lewat usahanya itu, Suherman mampu menyekolahkan kedua anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Membantu Penyandang Disabilitas dengan Menjual Pin dan Sticker
Suherman yang juga saat ini menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Cabang Bulukumba, mengaku mulai tergerak membantu teman disabilitas lainnya saat dirinya bergabung sebagai Ketua Komunitas Pendengar Cempaka Asri (salah satu radio lokal di Bulukumba).
“Jadi ada seorang pendengar radio yang setiap hari dia request lagu, menyapa teman dan kalau didengar suaranya seperti orang yang sempurna sekali. Pada suatu hari, dia mengundang kami ke rumahnya untuk makan rambutan,” ujar Suherman.
Saat itulah, Suherman dan kawan-kawannya kaget karena ternyata orang yang selama ini aktif menyapa mereka di radio, kondisinya tidak berdaya di atas tempat tidur, di dalam sebuah gubuk berukuran 2x3 meter yang dihuni 3 orang. Namanya Agus (30) yang mengalami lumpuh karena kecelakaan kerja saat bekerja di Malaysia tahun 2015 silam.
“Saya sangat tidak tega melihat kondisinya, dis itulah mulai muncul empati kami dan berpikir apa yang bisa kami lakukan untuk membantunya. Sarena saya pikir orang ini masih ada harapan untuk bisa ke luar rumah,” ungkap Suherman sambil terbata-bata, seolah menahan sesak oleh air matanya.
Dari situlah Suherman dan kawan-kawannya berinsiatif membuat sticker dan pin kemudian dijual, hasil dari penjualan tersebut kemudian dipakai membeli kursi roda untuk Agus. Namun, Agus kemudian meninggal dunia tahun 2021 lalu akibat penyakit komplikasi yang dideritanya.
Sejak saat itu Suherman dan kawan-kawannya mulai melakukan kerja kerja sosial sejak tahun 2018 sudah ada seratus kursi roda yang disumbangkan kepada penyandang disabiltas baik dana yang berasal dari penjualan stiker atau pun pin, maupun berasal dari donasi masyarakat maupun lembaga sosial seperti BAZNAS.
Selain itu kegiatan sosial lainnya yang dilakukan Suherman sebagai Ketua PPDI adalah melakukan kolaborasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DISDUKCAPIL) Bulukumba lewat program
Adminduk Inklusif yaitu layanan administari kependudukan bagi penyandang disabilitas dan program Laraku Nyata yaitu layanan administrasi kependudukan bagi penyandang disabilitas Orang Dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) untuk membantu orang- orang dengan disabilitas mendapatkan dokumen kependudukan.
Biasanya layanan di Dukcapil ini dilakukan dengan metode jemput bola yakni mendatangi mereka yang memang sudah tidak mampu untuk menuju ke Kantor Disdukcapil dan melakukan perekaman KTP elekronik di lokasi.Berdasarakan data dari Dinas Sosil Bulukumba, tahun 2022 sudah ada sekitar 2.435 orang dengan disabilitas yang telah mendapatkan dokumen kepedudukan dari Disdukcapil.
Bulukumba Belum Ramah Disabilitas
Tahun 2018 lalu Kabupaten Bulukumba mencetuskan Peraturan Daerah (PERDA) Disabilitas yang berisi tentang layanan dan perlindungan bagi orang dengan disabilitas.
Bulukumba masuk dalam tiga daerah yang memiliki Pperda tersebut setelah Makassar dan Kabupaten Bone saat itu. Namun, meski telah ada payung hukum ternyata Perda Disabilitas tersebut belum berjalan semestinya.
Suherman mengatakan secara keseluruhan infrastruktur layanan publik baik di layanan pemerintahan maupun di tempat-tempat ibadah di Bulukumba belum ramah disabilitas. Contohnya adalah Kantor Bupati, Kantor DPRD Bulukumba, dan Masjid Islamic Center Dato Tiro (ICDT) yang merupakan ikon Bulukumba yang akses layanannya belum ramah disabilitas.
Padahal, bila ingin ditengok kebelakang DPRD-lah yang pertama kali mengeluarkan Perda Disabilitas tahun 2018. Namun, kantor wakil rakyat yang berada di jalan Sultan Hasanuddin kelurahan Bintarore Kecamatan Ujung Bulu tersebut, belum tampak ramah disabilitas terkait infrastruktur & akses.
Anggota Komisi D DPRD Bulukumba, Safiuddin mengakui memang secara keseluruhan untuk gedung DPRD belum ramah disabilitas, tapi sebagian akses layanan sudah dibuat seperti pengadaan lift bagi penyandang disabilitas. Namun, untuk kursi roda dan jalur khususnya memang diakui belum ada.
Bulukumba sendiri kantor yang sudah ramah disabilitas hanya Kantor Pengadilan Agama, Kantor Pengadilan Negeri, Kantor LAPAS, dan gedung RSUD H.Andi Sultan Daeng Radja sementara kantor kantor di instansi pemerintahan, kantor desa, dan kelurahan belum ada satu pun yang ramah disabilitas.
Data dan Kebutuhan Dasar Bagi Orang dengan Disabilitas Masih Bermasalah
Selain akses layanan publik, permasalahan paling mendasar untuk orang dengan disabilitas di
Bulukumba adalah data.
“Saya bisa memperkirakan kalau data disabilitas saat ini itu masih jauh dari data yang sesungguhnya, karena banyak yang menjadi disabilitas karena kecelakaan dan ini biasanya yang tidak terdata,” ungkap Suherman.
Hal ini terjadi menurut Suherman dikarenakan banyak desa dan kelurahan yang tidak melaporkan warganya yang disabilitas.
Senada dengan Suherman, pihak Dinas Sosial bahwasanya masih ada beberapa desa yang tidak melaporkan data orang dengan disabilitasnya.
“Kami beberapa kali telah bersurat ke desa tapi memang ada beberapa desa yang tidak memasukkan datanya, entahlah apakah memang tidak ada (red: orang dengan disabilitas) ataukah mereka memang yang tidak mendata dan melaporkan ke kami,” ujar Syawal Kabid Resos Dinsos Bulukumba.
Meski demikan tambah Syawal pihaknya akan melakukan jemput bola bila mendapat laporan dari masyarakat terkait keberadaan orang dengan disabilitas tanpa harus menunggu laporan dari desa atau kelurahan.
Selain masalah data, Ketua Dewan Pembina PPDI Bulukumba Ikwan Bahar mengungkapkan, layanan pendidikan juga menjadi salah satu masalah besar bagi orang dengan disabilitas. Hal ini terjadi karena selain karena stigma buruk, juga kurang pekanya pemerintah setempat. Padahal, Perdanya sudah ada dan bisa menjadi payung hukum untuk berbuat lebih bagi orang dengan disabilitas.
Kabupaten Bulukumba sendiri, menurut Ikhwan hanya ada satu sekolah yang dibangun untuk orang dengan disabilitas, yakni Sekolah Luar Biasa atau SLB. Namun, SLB yang ada hanya setingkat SMA. Sementara untuk tingkat SD dan SMP belum ada.
“Bagaimana bisa sekolah langsung SMA kalau tingkatan SD dan SMP belum dilalui,” ujarnya.
Pada umumnya orang dengan disabilitas di Bulukumba hanya sekolah sampai tingkatan SMP selain karena stigma buruk, juga karena kerap kali mendapat perundungan, ketika berada di lingkungan sekolah.
“Seharusnya di sinilah peran pemerintah bagaimana agar orang dengan disabilitas ini bisa mendapatkan pendidikan. Apalagi kita sudah ada Perda-nya, sisa implementasi di lapangan. Misalnya penggunaan anggaran dana desa yang bisa digunakan untuk membantu orang dengan disabilitas seperti bantuan seragam sekolah dan bantuan lainnya, namun ini yang tidak jalan,” tambah pria yang juga berprofesi sebagai dosen.
Selain itu masalah lainnya adalah bantuan modal bagi orang dengan disabilitas, terkadang pelatihan bagi orang dengan disabilitas sudah dilakukan namun ketika selesai justru kembali ke awal lagi karena tidak ada bantuan modal.
“Jadi sama saja akhirnya, sudah dilatih seperti menjahit tapi selesai disitu tak bisa berbuat apa apa karena tidak ada alat, bantuannya tidak ada, di sini juga di desa yang saya pikir bermasalah seharusnya saat Mmsrembang teman-teman disabilitas dilibatkan agar tahu apa kebutuhannya, namun jangankan dilibatkan terkadang didata pun tidak,” tambahnya.
Syarif Pengurus Lakpesdam NU Bulukumba, salah satu pendorong disahkannya Perda disabilitas tahun 2018, juga angkat bicara. Dirinya melihat masih banyak orang- orang dengan disabilitas yang belum mendapatkan akses layanan dan masih mendapatkan perlakukan diskriminatif, baik di tingkat desa/kelurahan, kecamatan hingga instansi-instansi pemerintah.
Syarif menambahkan, perlunya kesadaran berempati memberikan layanan inklusif bagi saudara-saudara penyandang disabilitas, dalam memberikan layanan setara bermartabat. Pemerintah juga diminta perlu mendorong layanan psikologis dan memberikan pengetahuan keterampilan, dalam pengembangan bakat.
Syarif menambahkan akses layanan di bidang kesehatan saat ini, juga bermasalah di mana masih banyak orang-orang disabilitas tidak mendapatkan kartu BPJS, sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan secara gratis. Bahkan, beberapa disabilitas saat mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan terpaksa memilih untuk pulang paksa karena ketiadaan biaya obat dan biaya perawatan.
Pemerintah Dianggap Tidak Serius Menangani Persoalan DisabilitasAnggota Komisi D DPRD Bulukumba Safiuddin yang juga terlibat dalam penggodokan Perda disabilitas mengatakan, dengan adanya Perda Disabilitas seharusnya Pemda sudah bisa hadir dan berbuat bagi orang orang dengan disabilitas.
“Ini yang tidak jalan maksimal saya liat padahal sudah ada payung hukumnya seharusnya atas dasar itulah bisa mengajukan anggaran untuk membina saudara kita, namun sayang itu tidak terjadi,” ujar Safiuddin.
Saifuddin menambahkan bahwa seharusnya Pemda serius dalam menangani setiap permasalahan disabilitas. Bagimanapun juga, kata dia, orang-orang disabilitas juga memiliki hak yang sama dalam bernegara dan itu dijamin. Selain pemerintah tambahnya tanggung jawab terhadap disabilitas juga ada padalah masyarakat dan di dalam Perda tersebut sudah disebutkan secara gamblang salah satunya turut menyosialisasikan Perda tersebut kepada masyarakat, yang belum paham dan aktif memberi data, informasi, dan pelaporan bila ada orang dengan disabilitas terlibat dalam kasus hukum baik menjadi korban ataupun sebaliknya.
Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf, yang baru menjabat lebih dari setahun ini, mengakui, saat ini infrastruktur yang ada belum dapat diakses disabilitas. Namun, ke depannya dirinya berjanji akan membangun infrastruktur untuk orang dengan disabilitas pada pembangunan kantor layanan satu atap yang direncanakan akan dibangun tahun ini. "Itu sudah pasti akan dibangun untuk infrastrukturnya untuk disabilitas," ungkapnya saat ditemui di salah satu cafe di jalan jenderal Sudirman Bulukumba, Rabu 12 Juli 2022.
Terkait masalah data disabilitas yang dianggap masih bermasalah, Andi Utta sapaan akrab Bupati Bulukumba membantah. Menurutnya selama ini Dukcapil terus menguprade data. Apalagi layanan di Dukcapil sudah melakukan metode jemput bola.
“Tidak benar kalau dikatakan bermasalah apalagi. Kalau dikatakan hanya 50% karena setiap tahun kita upgrade,” katanya.
Dirinya juga mengaku telah menginstruksikan kepada desa dan kelurahan untuk melaporkan data orang dengan disabilitas. Terkait layanan kesehatan Andi Utta, sapaan akrab Andi Muchtar Ali Yusuf, mengaku sudah memberi warning kepada pihak RS Bulukumba untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat Bulukumba baik yang memiliki BPJS kesehatan maupun yang tidak.
“Saya bilang ke direkturnya kalau masih ada keluhan pelayanan di Rumah Sakit apalagi kalau masalah duit saya copot semua,” ketusnya.
Bukan hanya di fasilitas kesehatan tambahnya, tapi juga semua pelayanan di kantor desa atau kelurahan dan kantor- kantor instansi lainnya. Di mana bila nantinya ada yang melakukan pelayanan yang tidak memuaskan apalagi melakukan tindakan diskriminasi, khususnya bagi orang dengan disabilitas dirinya tidak segan-segan untuk memberi sanksi kepada bawahanya. Terkait akses layanan pendidikan sendiri menurutnya saat ini pihaknya masih mencari metode yang cocok untuk diterapkan di Bulukumba, bila ada daerah lain sudah berhasil menerapkan maka Bulukumba akan mencontoh dan mengaplikasikan metode tersebut.
“Kita akan mencoba mencari daerah lain yang sudah berhasil dan kita akan menerapkannya disini,” pungkasnya.
Pentingnya Sistem Pendidikan Inklusif
Masih banyaknya pemahaman rasis yang terjadi ditengah masyarakat kita saat ini yang memunculkan berbagai macam konflik , tentunya dibutuhkan peran pemerintah dan pihak lain untuk menciptakan kondisi stabil, aman dan damai. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pendidikan inklusif.
Pengurus Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdatul Ulama Cabang Bulukumba, Syarif mengatakan pendidikan inklusif harus hadir di tengah tengah masyarakat.Di mana sekolah dapat menciptakan iklim sekolah yang nyaman, ramah terhadap anak dari semua golongan.
Pendidikan inklusif sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang kelainan /berkebutuhan khusus, kecerdasan, bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan pendididikan.
Dimana Pendidikan inklusif diharapkan mampu mencover anak yang berkebutuhan khusus mereka yang kesulitan mengakses pendidikan, kesulitan dalam belajar, anak lambat belajar, anak yang gangguan autis, anak dengan gangguan fisik dan motorik, anak dengan gangguan intelektual, anak dengan gangguan emosi dan prilaku, anak bekelainan majemuk dan anak berbakat.
"Hal ini semuanya harus diterima dalam sekolah. Memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau,"tambahnya.
Pendidikan inklusif di Indonesia telah diatur oleh UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) "setiap warga berhak mendapat pendidikan", UUD 1945 Pasal 31 ayat (2) "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainnya" dan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Hal inilah yang mendasari pendidikan inklusif hadir disetiap sekolah.
Lanjut Syarif bahwa negara harus hadir melayani masyarakatnya melalui pendidikan inklusif. Anak berkebutuhan khusus sangat perlu pendidikan sebagai wahana belajar menambah pengetahuan, kepercayaan diri, dan interaksi sosial. Pendidikan inklusif ini perlu mendapat perhatian lebih sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus. Dalam pendidikan inklusif peserta didik belajar bersama, bermain bersama kepada anak yang normal dan anak berkebutuhan khusus. Peserta didik sejak dini mesti diajarkan mengenal anak yang berkebutuhan khusus.
Infastruktur sarana dan prasarana harus ramah anak dan disabilitas di mana anak berkebutuhan khusus dapat mengakses ruang ruang belajar dengan mudah. Selain itu sumberdaya manusia tenaga pendidik harus memahami psikologi dan hak hak anak berkebutuhan khusus.
"Peserta didik yang normal harus sedini mungkin diberikan edukasi atau sosialisasi tentang pendidikan inklusif sehingga memitigasi terjadinnya bulliying bagi anak berkebutuhan khusus, " tutupnya. (Ifa)
Pentingnya Sistem Pendidikan Inklusif
Masih banyaknya pemahaman rasis yang terjadi ditengah masyarakat kita saat ini yang memunculkan berbagai macam konflik , tentunya dibutuhkan peran pemerintah dan pihak lain untuk menciptakan kondisi stabil, aman dan damai. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pendidikan inklusif.
Pengurus Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdatul Ulama Cabang Bulukumba, Syarif mengatakan pendidikan inklusif harus hadir di tengah tengah masyarakat.Di mana sekolah dapat menciptakan iklim sekolah yang nyaman, ramah terhadap anak dari semua golongan.
Pendidikan inklusif sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang kelainan /berkebutuhan khusus, kecerdasan, bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan pendididikan.
Dimana Pendidikan inklusif diharapkan mampu mencover anak yang berkebutuhan khusus mereka yang kesulitan mengakses pendidikan, kesulitan dalam belajar, anak lambat belajar, anak yang gangguan autis, anak dengan gangguan fisik dan motorik, anak dengan gangguan intelektual, anak dengan gangguan emosi dan prilaku, anak bekelainan majemuk dan anak berbakat.
"Hal ini semuanya harus diterima dalam sekolah. Memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau,"tambahnya.
Pendidikan inklusif di Indonesia telah diatur oleh UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) "setiap warga berhak mendapat pendidikan", UUD 1945 Pasal 31 ayat (2) "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainnya" dan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Hal inilah yang mendasari pendidikan inklusif hadir disetiap sekolah.
Lanjut Syarif bahwa negara harus hadir melayani masyarakatnya melalui pendidikan inklusif. Anak berkebutuhan khusus sangat perlu pendidikan sebagai wahana belajar menambah pengetahuan, kepercayaan diri, dan interaksi sosial. Pendidikan inklusif ini perlu mendapat perhatian lebih sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus. Dalam pendidikan inklusif peserta didik belajar bersama, bermain bersama kepada anak yang normal dan anak berkebutuhan khusus. Peserta didik sejak dini mesti diajarkan mengenal anak yang berkebutuhan khusus.
Infastruktur sarana dan prasarana harus ramah anak dan disabilitas di mana anak berkebutuhan khusus dapat mengakses ruang ruang belajar dengan mudah. Selain itu sumberdaya manusia tenaga pendidik harus memahami psikologi dan hak hak anak berkebutuhan khusus.
"Peserta didik yang normal harus sedini mungkin diberikan edukasi atau sosialisasi tentang pendidikan inklusif sehingga memitigasi terjadinnya bulliying bagi anak berkebutuhan khusus, " tutupnya. (Ifa)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)