Suherman, penyandang disabilitas. Dokumentasi/ MetroTV
Suherman, penyandang disabilitas. Dokumentasi/ MetroTV

Disabilitas Bangkit dari Keterbatasan

MetroTV • 20 Agustus 2022 17:14
 
Bulukumba Belum Ramah Disabilitas
 
Tahun 2018 lalu Kabupaten Bulukumba mencetuskan Peraturan Daerah (PERDA) Disabilitas yang berisi tentang layanan dan perlindungan bagi orang dengan disabilitas.
Bulukumba masuk dalam tiga daerah yang memiliki Pperda tersebut setelah Makassar dan Kabupaten Bone saat itu. Namun, meski telah ada payung hukum ternyata Perda Disabilitas tersebut belum berjalan semestinya.
 
Suherman mengatakan secara keseluruhan infrastruktur layanan publik baik di layanan pemerintahan maupun di tempat-tempat ibadah di Bulukumba belum ramah disabilitas. Contohnya adalah Kantor Bupati, Kantor DPRD Bulukumba, dan Masjid Islamic Center Dato Tiro (ICDT) yang merupakan ikon Bulukumba yang akses layanannya belum ramah disabilitas.
 
Padahal, bila ingin ditengok kebelakang DPRD-lah yang pertama kali mengeluarkan Perda Disabilitas tahun 2018. Namun, kantor wakil rakyat yang berada di jalan Sultan Hasanuddin kelurahan Bintarore Kecamatan Ujung Bulu tersebut, belum tampak ramah disabilitas terkait infrastruktur & akses.

Anggota Komisi D DPRD Bulukumba, Safiuddin mengakui memang secara keseluruhan untuk gedung DPRD belum ramah disabilitas, tapi sebagian akses layanan sudah dibuat seperti pengadaan lift bagi penyandang disabilitas. Namun, untuk kursi roda dan jalur khususnya memang diakui belum ada.
 
Bulukumba sendiri kantor yang sudah ramah disabilitas hanya Kantor Pengadilan Agama, Kantor Pengadilan Negeri, Kantor LAPAS, dan gedung RSUD H.Andi Sultan Daeng Radja sementara kantor kantor di instansi pemerintahan, kantor desa, dan kelurahan belum ada satu pun yang ramah disabilitas.
 
Data dan Kebutuhan Dasar Bagi Orang dengan Disabilitas Masih Bermasalah
 
Selain akses layanan publik, permasalahan paling mendasar untuk orang dengan disabilitas di
Bulukumba adalah data.
 
“Saya bisa memperkirakan kalau data disabilitas saat ini itu masih jauh dari data yang sesungguhnya, karena banyak yang menjadi disabilitas karena kecelakaan dan ini biasanya yang tidak terdata,” ungkap Suherman.
 
Hal ini terjadi menurut Suherman dikarenakan banyak desa dan kelurahan yang tidak melaporkan warganya yang disabilitas.
 
Senada dengan Suherman, pihak Dinas Sosial bahwasanya masih ada beberapa desa yang tidak melaporkan data orang dengan disabilitasnya.
 
“Kami beberapa kali telah bersurat ke desa tapi memang ada beberapa desa yang tidak memasukkan datanya, entahlah apakah memang tidak ada (red: orang dengan disabilitas) ataukah mereka memang yang tidak mendata dan melaporkan ke kami,” ujar Syawal Kabid Resos Dinsos Bulukumba.
 
Meski demikan tambah Syawal pihaknya akan melakukan jemput bola bila mendapat laporan dari masyarakat terkait keberadaan orang dengan disabilitas tanpa harus menunggu laporan dari desa atau kelurahan.
 
Selain masalah data, Ketua Dewan Pembina PPDI Bulukumba Ikwan Bahar mengungkapkan, layanan pendidikan juga menjadi salah satu masalah besar bagi orang dengan disabilitas. Hal ini terjadi karena selain karena stigma buruk, juga kurang pekanya pemerintah setempat. Padahal, Perdanya sudah ada dan bisa menjadi payung hukum untuk berbuat lebih bagi orang dengan disabilitas.
 
Kabupaten Bulukumba sendiri, menurut Ikhwan hanya ada satu sekolah yang dibangun untuk orang dengan disabilitas, yakni Sekolah Luar Biasa atau SLB. Namun, SLB yang ada hanya setingkat SMA. Sementara untuk tingkat SD dan SMP belum ada.
 
“Bagaimana bisa sekolah langsung SMA kalau tingkatan SD dan SMP belum dilalui,” ujarnya.
Pada umumnya orang dengan disabilitas di Bulukumba hanya sekolah sampai tingkatan SMP selain karena stigma buruk, juga karena kerap kali mendapat perundungan, ketika berada di lingkungan sekolah.
 
“Seharusnya di sinilah peran pemerintah bagaimana agar orang dengan disabilitas ini bisa mendapatkan pendidikan. Apalagi kita sudah ada Perda-nya, sisa implementasi di lapangan. Misalnya penggunaan anggaran dana desa yang bisa digunakan untuk membantu orang dengan disabilitas seperti bantuan seragam sekolah dan bantuan lainnya, namun ini yang tidak jalan,” tambah pria yang juga berprofesi sebagai dosen.
 
Selain itu masalah lainnya adalah bantuan modal bagi orang dengan disabilitas, terkadang pelatihan bagi orang dengan disabilitas sudah dilakukan namun ketika selesai justru kembali ke awal lagi karena tidak ada bantuan modal.
 
“Jadi sama saja akhirnya, sudah dilatih seperti menjahit tapi selesai disitu tak bisa berbuat apa apa karena tidak ada alat, bantuannya tidak ada, di sini juga di desa yang saya pikir bermasalah seharusnya saat Mmsrembang teman-teman disabilitas dilibatkan agar tahu apa kebutuhannya, namun jangankan dilibatkan terkadang didata pun tidak,” tambahnya.
 
Syarif Pengurus Lakpesdam NU Bulukumba, salah satu pendorong disahkannya Perda disabilitas tahun 2018, juga angkat bicara. Dirinya melihat masih banyak orang- orang dengan disabilitas yang belum mendapatkan akses layanan dan masih mendapatkan perlakukan diskriminatif, baik di tingkat desa/kelurahan, kecamatan hingga instansi-instansi pemerintah.
 
Syarif menambahkan, perlunya kesadaran berempati memberikan layanan inklusif bagi saudara-saudara penyandang disabilitas, dalam memberikan layanan setara bermartabat. Pemerintah juga diminta perlu mendorong layanan psikologis dan memberikan pengetahuan keterampilan, dalam pengembangan bakat.
 
Syarif menambahkan akses layanan di bidang kesehatan saat ini, juga bermasalah di mana masih banyak orang-orang disabilitas tidak mendapatkan kartu BPJS, sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan secara gratis. Bahkan, beberapa disabilitas saat mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan terpaksa memilih untuk pulang paksa karena ketiadaan biaya obat dan biaya perawatan.
 
Pemerintah Dianggap Tidak Serius Menangani Persoalan DisabilitasAnggota Komisi D DPRD Bulukumba Safiuddin yang juga terlibat dalam penggodokan Perda disabilitas mengatakan, dengan adanya Perda Disabilitas seharusnya Pemda sudah bisa hadir dan berbuat bagi orang orang dengan disabilitas.
 
“Ini yang tidak jalan maksimal saya liat padahal sudah ada payung hukumnya seharusnya atas dasar itulah bisa mengajukan anggaran untuk membina saudara kita, namun sayang itu tidak terjadi,” ujar Safiuddin.
 
Saifuddin menambahkan bahwa seharusnya Pemda serius dalam menangani setiap permasalahan disabilitas. Bagimanapun juga, kata dia, orang-orang disabilitas juga memiliki hak yang sama dalam bernegara dan itu dijamin. Selain pemerintah tambahnya tanggung jawab terhadap disabilitas juga ada padalah masyarakat dan di dalam Perda tersebut sudah disebutkan secara gamblang salah satunya turut menyosialisasikan Perda tersebut kepada masyarakat, yang belum paham dan aktif memberi data, informasi, dan pelaporan bila ada orang dengan disabilitas terlibat dalam kasus hukum baik menjadi korban ataupun sebaliknya.
 
Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf, yang baru menjabat lebih dari setahun ini, mengakui, saat ini infrastruktur yang ada belum dapat diakses disabilitas. Namun, ke depannya dirinya berjanji akan membangun infrastruktur untuk orang dengan disabilitas pada pembangunan kantor layanan satu atap yang direncanakan akan dibangun tahun ini. "Itu sudah pasti akan dibangun untuk infrastrukturnya untuk disabilitas," ungkapnya saat ditemui di salah satu cafe di jalan jenderal Sudirman Bulukumba, Rabu 12 Juli 2022.
 
Terkait masalah data disabilitas yang dianggap masih bermasalah, Andi Utta sapaan akrab Bupati Bulukumba membantah. Menurutnya selama ini Dukcapil terus menguprade data. Apalagi layanan di Dukcapil sudah melakukan metode jemput bola.
 
“Tidak benar kalau dikatakan bermasalah apalagi. Kalau dikatakan hanya 50% karena setiap tahun kita upgrade,” katanya.
 
Dirinya juga mengaku telah menginstruksikan kepada desa dan kelurahan untuk melaporkan data orang dengan disabilitas. Terkait layanan kesehatan Andi Utta, sapaan akrab Andi Muchtar Ali Yusuf, mengaku sudah memberi warning kepada pihak RS Bulukumba untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat Bulukumba baik yang memiliki BPJS kesehatan maupun yang tidak.
 
“Saya bilang ke direkturnya kalau masih ada keluhan pelayanan di Rumah Sakit apalagi kalau masalah duit saya copot semua,” ketusnya.
 
Bukan hanya di fasilitas kesehatan tambahnya, tapi juga semua pelayanan di kantor desa atau kelurahan dan kantor- kantor instansi lainnya. Di mana bila nantinya ada yang melakukan pelayanan yang tidak memuaskan apalagi melakukan tindakan diskriminasi, khususnya bagi orang dengan disabilitas dirinya tidak segan-segan untuk memberi sanksi kepada bawahanya. Terkait akses layanan pendidikan sendiri menurutnya saat ini pihaknya masih mencari metode yang cocok untuk diterapkan di Bulukumba, bila ada daerah lain sudah berhasil menerapkan maka Bulukumba akan mencontoh dan mengaplikasikan metode tersebut.
 
“Kita akan mencoba mencari daerah lain yang sudah berhasil dan kita akan menerapkannya disini,” pungkasnya.
 
 


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan